Kakek itu duduk di amben bambu dekat Sembada. Â Caping bambunya ia lepas, dan ia gunakan untuk kipas-kipas. Â Keringatnya masih bercucuran dari pori-pori kulit wajahnya.
"Makkkk. Â Ambilkan dua bumbung air putih."
Sebentar kemudian keluar seorang remaja perempuan berkain panjang memberikan dua bumbung air putih. Â Kakek itu menerimanya dan mengulurkan satu bumbung kepada Sembada. Â Sembada tersenyum, tenggorokannya memang sudah terasa kering. Â Ia meneguk air itu sampai habis.
Gadis itu menerima bumbung kosong dari tangan Sembada. Ia masih berdiri menunggu kakek tua itu mengulurkan juga bumbungnya. Â Namun kakek itu meletakkan bumbungnya di amben tempat ia duduk.
"Sana masuk ! Â Nanti bumbungnya biar kakek bawa sendiri ke dapur."
Gadis itu mengangguk. Â Ia menatap mata Sembada sejenak, menganggukkan kepala dan tersenyum. Â Kemudian kakinya melangkah memasuki pintu rumah alang-alang itu.
"Ia cucuku ngger. Â Bapak ibunya berpisah, keduanya pergi entah kemana. Â Ketiga anaknya dititipkan kepadaku."
"Ohhh,.... Sudah lama Kek mereka pergi."
"Sudah.  Sejak si bungsu baru  dua tahun.  Sekarang sudah berumur tujuh tahun.  Itu tadi yang sulung.  Adiknya lelaki, sedang si bungsu perempuan lagi."
"Sudah lima tahun ikut kakek."