"Sudah dekat. Â Setengah hari perjalanan mungkin angger sudah sampai di sana."
"Apakah keperluan angger ke sana ?" Â lanjut si kakek.
"Tidak ada keperluan apa-apa kek. Â Hanya ingin lihat saja."
"Ohhh, lebih baik besuk siang saja angger melanjutkan perjalanan ke sana."
"Iya kek. Â Saya mau mandi di mana kek ?"
"Itu, di samping rumah pakiwannya."
Sembada segera berdiri dan melangkahkan kakinya menuju pakiwan sebagaimana arah telunjuk si kakek.
Malam itu Sembada ingin tidur di  rumah kakek.  Karena rumahnya sempit, hanya ada satu kamar untuk si kakek, cucu-cucunya tidur di amben bambu panjang di ruang utama.  Sembada akhirnya tidur di amben bambu di teras rumah itu.
Malam itu gelap gulita. Â Tak ada cahaya sinar menerangi rumah itu. Â Mereka rupanya telah terbiasa di malam hari tanpa penerangan.
Samar-samar terdengar suara gamelan yang mengalun dari kejauhan. Â Pasti ada pertunjukan tari tayub di desa sebelah dusun Suwaluh. Â Mungkin di halaman bale desa Sambirame, yang kata kakek kepala desanya senang berfoya-foya.
Ketika matahari baru terbit di timur Sembada baru bangun. Tidurnya terganggu oleh derit pintu yang di buka dari dalam. Kakek itu telah memanggul cangkul dikelilingi cucu-cucunya. Gadis remaja cucu sulung si kakek menggendong keranjang kosong.