Dokter Mira mengangguk. "Terus, rencananya akan dimakamkan di mana?"
"Nanti lah Aku bicarakan sama sumaiku."
Dokter Mira tidak bertanya lagi. Terus memegang setir, sementara Aku terus memeluk Humaira.
Sampai di rumah, Aku langsung membaringkan Humaira di kasurnya.
"Serius Kamu ga mau Aku temani sampai suamimu tiba?"
"Ya!" jawabku pendek.
"Baiklah, Nis! Aku tahu, Aku kenal kau sudah lama. Kamu pasti tabah menghadapi ini semua. Pamit ya, assalamu'alaikum." Dokter Mira memelukku erat.
"Wa'alaikum salam, terima kasih, Mir." Kubalas pelukannya.
Aku tengok jam dinding, pukul 17.45, sudah mau maghrib. Aku segera bergegas ke kamar mandi.
Setelah sholat maghrib dan berdo'a, kusempatkan membaca al-Quran, dua halaman cukup menenangkanku. Ketika hendak mengembalikan al-Quran ke rak buku, pandanganku tertarik ke sebuah kitab hadits. Entah kenapa, hati ini menggerakkan tangan untuk meraihnya. Aku membukanya hampir halaman tengah, kubaca, tertegun Aku membaca sebuah hadits yang mengisahkan tentang Ummu Sulaim. Kuresapi kisahnya. Ada sedikit senyum dalam hatiku.
Bunyi gawai mengagetkanku. Dari suamiku, hanya pesan singkta, 'maaf Abang terlambat, ada tabrakan di tol, lumayan macet'.