"Ayooo sudah jam delapan, nanti terlambat lho!" Aku meraih tangan kanannya dan menciumnya.
***
Sehari ditinggal ayahnya, panas Humaira meninggi. Sebenarnya ini sudah biasa, setiap malam, panas anakku ini selalu tinggi. Tapi, malam ini sepertinya lebih panas dari biasanya. Tak mau ambil resiko, ku telepon adikku.
"Wan, antar kakak ke rumah sakit. Humaira panasnya tidak normal."
"Emang Abang kemana?" adikku menjawab pendek.
"Dari kemarin dinas ke luar kota lagi."
Lima belas menit kemudian, adikku tiba. Segera kubawa Humaira ke rumah sakit dengan terpaksa naik sepeda motor. Berangin-angin di malam yang menjelang tengah malam.
"Putrimu harus tidur di sini. Selain karena sudah malam, juga ada yang sesuatu yang mengkhawatirkan di jantungnya." Dokter Mira menjelaskan dengan pelan setelah setengah jam Aku menunggu pemeriksaan Humaira.
"Apa yang terjadi dengan jantungnya Mir?" tanyaku kaget. Mira adalah teman kuliahku, sehingga Aku selalu memanggil namanya langsung. Kebetulan juga mala mini sedang piket.
"Ya itulah, Kami harus memeriksanya terlebih dahulu. Kau pulang saja, istirahat dan berdo'a. Aku akan mengabarkan secepatnya begitu hasil pemeriksaannya ada." Dokter Mira memegang pundakku, berusaha menenangkanku.
"Baiklah! Tolong ya Mir, Humairaku." Isakku tak bisa kubendung, dan dibalas dokter Mira hanya dengan anggukan.