"Kamu harus tenang, Nis," katanya pelan.
Aku hanya mengangguk. Dokter Mira membaringkanku di sofa yang ada di ruangannya. Aku pun tertidur, seperti dia memberiku obat penenang, sehingga Aku bisa tertidur cukup pulas.
Entah berapa jam Aku tidur.
Pukul 15 Aku  dibangunkan untuk mengerjakan sholat Ashar.
Sekitar pukul setengah empat interkom di meja dokter Mira berbunyi. Dia pun mengangkatnya dan bicara singkat. "Baik saya akan segera ke sana."
"Maaf Nis, aku tinggal dulu ya."
Aku membalas dengan anggukan.
Selang setengah jam, dokter Mira kembali dan langsung menghampiriku dengan mimik muka sedih dan terlihat di matanya menggenang sedikit air mata. Perasaanku berkata, ada yang tidak beres dengan Humaira.
"Ada apa, Mir?" Aku menyambutnya dengan pertanyaan.
Dokter Mira tidak menjawab. Dia hanya memandang wajahku. Kemudian memelukku. Tangisnya pun tersedu di bahuku. Isaknya mengguncang tubuhku.
"Nisa, Kamu yang sabar ya, Allah Maha Tahu, Kamu pasti tabah menerima takdir-Nya." Dokter Mira terbata-bata di antara isak tangisnya.