Aku pun pulang. Sampai di rumah sudah sepertiga malam, waktu yang tepat untuk memohon pada Yang Kuasa. Segera Aku shalat tahajud, setelah beberapa rakaat dan ditutup witir, Aku tumpahkan kesedihanku kepada-Nya. Aku sampaikan keinginanku. Aku curahkan semua perasaanku. Aku tutup dengan istighfar dan, "Ya Allah, janganlah Engkau beri hamba beban dengan beban yang di luar batas kemampuan hamba dan sekiranya hamba tidak akan sanggup memikulnya."
Ada perasaan tenang setelah shalat tahajud berdo'a. Aku pun tertidur di sajadah.
***
Pukul 08:24 gawaiku berdering, Aku yang sedang baca al-Quran setelah Sholat dhuha empat rakaat, segera setengah berlari ke ruang tengah, berharap itu kabar dari dokter Mira. Aku tidak sabar mengetahui kabar putriku. Ternyata suamiku yang menelepon. Aku pun segera menarik napas panjang sebelum ku jawab, berusaha menenangkan diri.
"Assalamu'alaikum De, lagi apa nih?" sapa suamiku.
"Wa'alaikum salam, baru beres dhuha, Bang," jawabku dengan suara dibuat setenang mungkin.
"Masya Allah, istri yang sholeh. Aku hanya mau ngasih kabar, Alhamdulillah ... persiapan pembukaan kantor cabang sudah selesai. Jadi Abang sore nanti juga sudah bisa pulang."
"Alhamdulillah ... kalau begitu Bang. Mau dimasakin apa nih buat makan malam?"
"Apa pun menunya, kalau makan ditemani dua bidadari cantik pasti nikmat. Oh ya. Mana Humaira ku?"
Aku sebisa mungkin menahan gejolak jantungku, dan berusaha setenang mungkin saat bicara, "Humaira sedang istirahat Bang." Aku tidak menjawab yang sebenarnya, khawatir mengganggu konsentrasi pekerjaan suamiku.
"Kenapa, panas lagi badannya?"