Mohon tunggu...
Urip Widodo
Urip Widodo Mohon Tunggu... Freelancer - Pensiunan yang ingin terus menulis
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Berusaha menuliskan apa saja yang bermanfaat, untuk sendiri, semoga juga untuk yang lain

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Barang Titipan

26 Agustus 2020   14:20 Diperbarui: 26 Agustus 2020   14:25 265
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Aku hanya duduk tegak. Kaku. Tanpa Dokter Mira berkata pun, Aku sudah tahu apa yang terjadi dengan Humaira. Gestur tubuhnya yang memeluk erat sambil menangis, sudah memberitahuku. Seperti ada sesuatu meninju jantungku, membuat debarnya bertambah cepat. Sakit. Airmata pun deras mengalir membasahi pipi ku. Tangis pun tak bisa kebendung.

Mendengar Aku menangis, dokter Mira makin erat memelukku. Beberapa menit Kita berdua menangis sambil berpelukan. Dia kemudian melepaskan pelukannya dan memegang wajahku dengan kedua tangannya.

"Innalillahi wa inna ilaihi rojiuun. Maafkan Aku, Nis!"

Aku diam. Sorot mata tanpa tatap dan derai airmataku, cukup untuk menjawabnya.

Setengah jam kemudian, Aku sudah bisa menerima kenyataan. Putri cantikku, Humaira, telah mendahuluiku. Bidadari yang ditunggu kedatangannya selama lima tahun. Matahari yang selalu menyemangati suamiku, kini tiada. Ku lihat dia seperti tidur pulas, seperti biasa dengan senyum kecilnya. Kulit putihnya semakin putih, kontras dengan selimut biru tua yang membungkusnya.

"Antarkan Aku dengan mobilmu!" pintaku pada dokter Mira.

"Nisa, prosedur rumah sakit mengharuskan jenazah diantar dengan ambulan."

"Kau atur lah, Aku ga mau pulang pake ambulan," tegas Aku meminta.

Dokter Mira menyerah. Berjalan ke ruang adminitrasi. Beberapa kemudian kembali dan mengangguk. Aku segera menyuruh adikku pulang tanpa memberitahu kondisi anakku. Kudekap erat Humaira selama berjalan ke tempat parkir.

"Kau tidak ngasih kabar suamimu?" Tanya dokter Mira sambil menyetir.

Aku terdiam sejenak. "Aku khawatir. Dia sedang dalam perjalanan pulang, perkiraanku dia sudah masuk tol. Kalau Aku kasih kabar, takut dia panik dan ngebut."

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
  11. 11
  12. 12
  13. 13
  14. 14
  15. 15
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun