Pada dasarnya pemberian mahar haruslah sesuai dengan kesepakatan dan juga tidak boleh mengandung cacat agar dapat dimanfaatkan sebaiknya oleh mempelai perempuan. Namun pada kondisi tertentu apabila mempelai perempuan menerima dengan rela atas mahar cacat yang diberikan kepadanya, maka hal ini tidak akan menjadi masalah.
Pada perkara ini pasal yang dilanggar adalah pasal 38 Kompilasi Hukum Islam, majelis hakim juga menjelaskan bahwa termasuk dalam kategori mahar dianggap cacat sebagaimana yang tertuang pada pasal 38 Kompilasi Hukum Islam adalah cacat dari segi fisiknya, misalnya mahar berupa telepon genggam tetapi yang diberikan tidak ada baterainya dan juga cacat karena mahar tidak sesuai yang diucapkan saat calon mempelai pria saat mengucapkan sighor qabul sebagaimana dalam perkara a quo yang diucapkan emas kawin emas 10,5 grum sedang riit mahar yang diberikan ternyata imitasi seberat 10,5 gram.
3. Adanya Penipuan Dalam Pemberian Mahar
Pemberian mahar haruslah ada kerelaan dari kedua belah pihak. apabila setelah kesepakatan terjadi perbedaan jumlah dan jenis mahar yang diberikan calon mempelai laki-laki tanpa adanya pemberitahuan kepada pihak perempuan mengenai kebenarannya dan bertindak bahwa mahar tersebut adalah mahar yang sesuai dengan kesepakatan maka dapat dikatakan bahwa laki-laki tersebut telah melakukan penipuan dalam memberikan mahar.
Alasan pembatalan perkawinan ini akibat dari adanya penipuan sangat sesuai dengan Pelanggaran pada pasal 27 ayat (2) UU Perkawinan Nomor 1 Tahun 1974 jo pasal 72 ayat (2) Kompilasi Hukum Islam yang menyatakan bahwa perkawinan dapat dibatalkan apabila pada waktu berlangsungnya perkawinan terjadi penipuan atau salah sangka mengenai diri istri ataupun suami. Dalam pasal ini tidak disebutkan secara mendalam bentuk dan jenis penipuan yang dimaksud sehingga hakim Pengadilan Agama Bekasi mengategorikan pemberian mahar imitasi ini sebagai bentuk penipuan yang dilakukan oleh termohon II karena mahar tersebut.
Berdasarkan pemaparan diatas penulis setuju dengan apa yang sudah diputuskan oleh Majelis Hakim walaupun bukan merupakan salah satu rukun atau syarat dalam pernikahan pemberian, pemberian mahar merupakan hal yang bisa menunjukan bahwa laki-laki memang mampu untuk merawat, menafkahi dan menjaga perempuan ketika ia telah menjadi seorang suami. Namun apabila dalam pemberian mahar yang sudah disepakati saja laki-laki tidak bersikap jujur dan tidak menepati janjinya itu akan berpengaruh pada kehidupan setelah akad, berbeda halnya jika laki-laki tersebut mengatakan bahwa ia hanya mampu memberikan maskawin dengan jumlah lebih kecil atau hanya bisa memberikan mahal imitasi.
dapat diketahui bahwa adanya mahar sebagai pemberian kerelaan yang tidak ada batasan jumlahnya. Sehingga apabila dalam kasus Nomor 2699/Pdt.G/2019/PA.Bks ini dengan keputusan pembatalan perkawinan karena mahar yang diketahui merupakan barang imitasi memang merupakan keputusan yang tepat.
B. Tinjauan Maslahah Terhadap Pembatalan Perkawinan Karena Pemberian Mahar Imitasi Dalam Putusan Nomor 2699/Pdt.G/PA.Bks
1. Tinjauan dari Segi Maslahah Darryh
Maslahah Darryh, Kemaslahatan yang berhubungan dengan kebutuhan pokok umat manusia di dunia dan di akhirat. Kemaslahatan pada pokok ini terdiri dari lima, yaitu:
a. Memelihara Agama (hifdzu al-din)
b. Memelihara Jiwa (hifdzu al-nafs)
C. Memelihara Akal (hifdzu al-'aql)