"Papaku sih belikan aku pensil warna baru!"
"Wah... bagus dong!"
Perlombaan mewarnai dilakukan dalam ruangan aula sebuah wisma bersejarah. Namanya Wisma Samudera, yang menurut sejarahnya pernah disinggahi oleh Bapak Proklamator Indonesia. Peserta duduk dengan rapi berbanjar-banjar di atas karpet berwarna merah. Aku duduk di deretan kedua paling kanan. Aku menyiapkan peralatanku dan memastikan mejaku tidak miring.
Papa di mana, ya? Ia terlihat berdiri di antara kerumunan para orang tua yang turut mengantar anak-anaknya. Tidak sulit untuk menemukan papa. Papa mudah dikenali karena warna bajunya yang mencolok sendiri. Apalagi kalau bukan warna oren!
 "Semangat!" kata papa walau suaranya tidak terdengar jelas akibat tenggelam oleh kebisingan.
Kertas mewarnai dibagikan oleh panitia kepada para anak-anak peserta lomba mewarnai. Kami sudah menunggu sekitar setengah jam. Cuaca yang mulai panas membuat badanku berkeringat. Untung ada kipas angin kecil yang aku andalkan untuk mengusir hawa panas. Aku tetap bersemangat mengikuti perlombaan.
Aku mulai mewarnai kertas gambar yang telah berada di atas mejaku. Tema mewarnainya adalah objek wisata yang terkenal di daerahku. Sebuah batu granit raksasa yang berbentuk menyerupai buah belimbing. Batu Belimbing namanya, tempat terbaik untuk menikmati suasana matahari terbenam di kotaku.
Gambar yang disediakan pada lomba mewarnai kali ini terbilang cukup rumit. Banyak objek yang harus diwarnai. Ada pemandangan pantai nan indah yang menjadi latar belakangnya. Ada juga pohon beringin besar yang menyatu dengan Batu Belimbing. Semua harus diwarnai dengan bagus dan teliti.
Aku berpacu dengan jarum jam untuk menyelesaikan tepat pada waktunya. Panitia hanya memberikan waktu 2 jam saja.
"Waktu tinggal 10 menit lagi, ya, Adik-adik!" kata seorang kakak bertubuh kurus.
Aku segera menyelesaikan karyaku. Kali ini hasilnya terlihat cukup bagus. Mungkin berkat pensil warna baruku hadiah dari papa itu. Warna yang dihasilkan sangat cerah dan menonjol. Hasil mewarnaiku seolah-olah "hidup".