"Horeeee.....! Kita menang...!"
Teman-temanku pun bersorak-sorai kegirangan. Perjuangan mereka tidak sia-sia. Mereka membawa pulang bingkisan besar dan piala juara. Entah apa isi bingkisan itu, mungkin beraneka macam camilan. Aku turut senang melihatnya.
Sementara itu, di panggung utama yang besar dan megah sedang berlangsung perlombaan band. Banyak musisi lokal dari berbagai daerah Bangka Belitung yang ikut serta. Mereka membawakan lagu-lagu daerah melayu. Penonton berduyun-duyun menonton aksi para seniman musik yang penampilannya keren-keren.
"Pulau Kelapan nan merona, Batu Belimbing ikon wisata, Tanjung Kerasak memanjakan mata, Pantai Labun damaikan jiwa, Bangka Selatan Negeri Beribu Pesona, Asak Kawa Kite Pacak!"
Sepenggal syair lagu pujian akan indahnya alam di daerahku. Ada yang tahu apa itu slogan Asak Kawa Kite Pacak? Iya, artinya jika ada kemauan maka kita pasti bisa. Kalimat ini menjadi jargon daerah kami dan dikenal banyak orang.
Sambil menonton pertunjukan musik, papa menawariku jajan makanan kesukaanku. Es krim rasa coklat tentu selalu menjadi favoritku. Aku memesan ukuran besar dengan toping kacang dan coklat butir. Rasanya enak sekali. Aku menikmatinya dengan hati-hati agar tidak ada yang tumpah mengotori bajuku.
Papa juga memesan es krim yang sama. Walaupun sudah orang dewasa, papa masih suka makan es krim. Sepertinya aku memang ditakdirkan menjadi anaknya. Bagaimana tidak? Selera kami sama.
Sambil menikmati es krim, papa bercerita sebuah kisah yang sangat berkesan. Cerita itu tentang seorang anak kecil yang berlomba mobil-mobilan. Sebelum perlombaan dimulai, anak kecil itu berdoa sebentar. Setelah melalui perlombaan yang sengit, anak itu keluar sebagai pemenangnya.
Tibalah saatnya  penyerahan hadiah. Sang pembawa acara menanyakannya apakah tadi dia berdoa untuk menang? Ternyata bukan! Anak kecil itu berdoa agar ia tidak menangis jika kalah. Aku memahami pesan cerita tersebut bahwa papa mengharapkan aku seperti anak hebat itu.
Satu jam telah berlalu. Kakak panitia tampil di panggung kecil dan bersiap membacakan pemenang lomba mewarnai. Papa dan aku berjalan mendekati panggung utama agar dapat mendengar dengan jelas. Papa menggenggam tanganku dengan kuat. Rasa penasarannya sama kuat dengan genggaman tangannya itu.
"Pemenang ketiga, atas nama Elisa dari SD Negeri 78...!"