Perlahan aku bangunkan papa,"Pa, tidurnya di kamar aja! Selamat malam, Papa tersayang!"
Besok hari matahari terbit dengan cerahnya. Ayam jantan berkokok dengan lantangnya. Burung-burung berkicau dengan riang gembira. Angin semilir bertiup halus menyentuh dedaunan hingga bergoyang. Semua menyambut datangnya hari baru yang penuh suka cita.
Papa bersiap ke tempat kerja seperti biasanya. Aku pun sudah siap berangkat ke sekolah. Papa dan aku menyantap nasi goreng belacan dan telur mata sapi sebagai sarapan kami bersama. Papa melihat raut wajahku sudah berbeda jauh dari kemarin. Anak kesayangannya sudah ceria kembali.
"Dek, bolehkah papa membaca tulisanmu semalam?"
Aku pun mengiyakan dan menyerahkan buku tulis "Bintang"ku kepada papa. Papa menerimanya dengan tersenyum. Dibacanya beberapa kalimat dan mata papa tiba-tiba jadi melotot. Apa maksudnya, ya? Apa ada yang salah dengan tulisanku?
"Dek, tulisanmu sangat bagus, lho! Dedek punya bakat menulis!"
Papa memuji hasil tulisanku semalam. Tapi aku menanggapinya biasa-biasa saja karena menurutku tidak ada yang istimewa. Aku hanya menuliskan perasaan kecewaku dan uneg-unegku saja kok. Tidak lebih dari itu!
"Masa sih, Pa?"
"Iya! Maukah Dedek meneruskannya lagi? Atau Dedek menuliskan hal yang lainnya lagi?" pinta papa dengan mata berbinar-binar.
Papa memintaku untuk menulis lagi. Aku tidak keberatan karena menurutku ada baiknya aku terus menulis. Toh dengan menuangkan isi hatiku lewat tulisan, aku merasa lebih bahagia. Aku pun menyetujui permintaan papa. Senyum papa pagi itu semakin lebar.
"Sebaiknya Dedek menuliskannya di komputer jinjing supaya lebih mudah disunting nantinya, ya!" saran papa.