Pangawikan Pribadi mengajarkan bahwa semat, derajat, dan kramat adalah dorongan manusiawi yang alami. Namun, jika tidak terkendali, ketiganya dapat menjadi sumber ketidakpuasan, penderitaan, dan konflik dalam hidup.
Pengendalian terhadap keinginan-keinginan ini membantu seseorang untuk:
- Hidup lebih damai dan sederhana.
- Tidak terlalu tergantung pada pengakuan atau harta benda.
- Fokus pada nilai-nilai batiniah yang abadi, seperti ketenangan jiwa, kejujuran, dan kebaikan.
Dengan memahami dan mengendalikan semat, derajat, dan kramat, seseorang dapat menjalani hidup yang lebih bermakna, bebas dari keterikatan duniawi, dan penuh kesadaran diri.
Konsep "Mulur, Mungkret" dalam ajaran Ki Ageng Suryomentaram merupakan analogi yang menggambarkan dinamika keinginan manusia dalam kehidupan. Kedua istilah ini melambangkan bagaimana keinginan manusia bersifat fluktuatif dan sementara. Berikut penjelasan lengkap dari masing-masing poin:
1. Mulur: Keinginan yang Memanjang (Meningkat)
- Makna: Mulur menggambarkan sifat keinginan manusia yang selalu bertambah seiring dengan pencapaian. Ketika seseorang mencapai sesuatu, seperti jabatan, kekuasaan, atau kepuasan tertentu, ia cenderung ingin lebih. Keinginan ini dapat terus "memanjang" (mulur) tanpa batas, sering kali memunculkan keserakahan.
- Contoh:
- Seseorang yang sudah memiliki jabatan tinggi akan berusaha mendapatkan jabatan yang lebih tinggi lagi.
- Ketika seseorang memiliki kekayaan, ia merasa belum cukup dan ingin memiliki lebih banyak lagi.
- Potensi Bahaya: Keinginan yang terus "mulur" dapat menyebabkan ketidakpuasan, stres, dan mengabaikan nilai-nilai lain seperti kebahagiaan sejati atau kesederhanaan.
2. Mungkret: Keinginan yang Menyusut (Mundur)
- Makna: Mungkret terjadi ketika keinginan seseorang gagal tercapai. Ketika harapan atau ambisi tidak terpenuhi, keinginan itu menyusut, yang sering kali disertai perasaan kecewa, putus asa, atau frustrasi.
- Contoh:
- Seseorang yang gagal mendapatkan promosi akan merasa kecewa dan merasa nilai dirinya berkurang.
- Ketika seseorang gagal mencapai kekayaan yang diinginkan, ia mungkin merasa tidak berguna atau tidak berharga.
- Potensi Bahaya: Mungkret dapat menyebabkan seseorang mengalami kesedihan mendalam, kehilangan semangat, atau bahkan rasa minder terhadap kehidupan.
3. Semua adalah Sementara
- Makna: Baik mulur maupun mungkret adalah kondisi yang tidak permanen. Keinginan manusia bersifat sementara, dan setiap keinginan yang terpenuhi atau tidak terpenuhi tidak akan berlangsung selamanya.
- Ajaran Utama: Ki Ageng Suryomentaram mengajarkan bahwa manusia perlu menyadari sifat sementara dari semua hal, termasuk keinginan, ambisi, dan rasa kecewa. Dengan kesadaran ini, seseorang dapat belajar untuk tidak terlalu terikat pada hasil, baik itu keberhasilan (mulur) atau kegagalan (mungkret).
4. Semua Manusia Memiliki "Rasa Sama" (Enam SA)
- Makna: Pada akhirnya, setiap manusia memiliki "rasa yang sama" dalam menghadapi keinginan, yang dijelaskan melalui konsep Enam SA:
- Sa-butuhne (sebatas kebutuhan),
- Sa-perlune (sebatas keperluan),
- Sa-cukupe (sebatas cukupnya),
- Sa-benere (sebatas kebenarannya),
- Sa-mesthine (sebatas kepatutannya),
- Sa-penake (sebatas kenyamanan).
- Ajaran Utama: Dengan memahami bahwa semua manusia memiliki kebutuhan dan keinginan yang sama, kita dapat menjalani kehidupan yang lebih sederhana, saling memahami, dan tidak terjebak dalam persaingan atau perasaan iri hati.
Konsep "Mulur, Mungkret" mengajarkan bahwa keinginan manusia bersifat fluktuatif—terkadang memanjang (mulur) saat keinginan tercapai, dan terkadang menyusut (mungkret) saat harapan gagal. Namun, kedua kondisi ini hanyalah sementara, sehingga manusia sebaiknya tidak terlalu terikat pada ambisi duniawi. Melalui pemahaman ini, Ki Ageng Suryomentaram mengarahkan manusia untuk:
1. Menyadari sifat sementara dari segala hal.
2. Mengendalikan keinginan agar tidak berlebihan.