3. Menerima segala situasi dengan kesadaran bahwa rasa manusia adalah sama, yaitu sesuai dengan prinsip Enam SA.
Hal ini membawa manusia pada kehidupan yang lebih damai, selaras, dan tidak terjebak dalam penderitaan akibat ambisi atau kekecewaan.
Konsep Sikap Tabah (Stoic Indonesia): "Menungso Tanpo Tenger"
  Konsep "Sikap Tabah" atau Stoicism versi Ki Ageng Suryomentaram, yang sering disebut dengan istilah "Menungso Tanpo Tenger" (Manusia Tanpa Ciri), mencerminkan filosofi Jawa yang mengajarkan ketabahan, ketenangan, dan kebijaksanaan dalam menghadapi segala keadaan hidup. Berikut adalah penjelasan lengkapnya:
1. Makna Sikap Tabah dalam Filosofi Jawa
Tabah berarti kemampuan seseorang untuk tetap tenang, tidak mudah terguncang, dan menerima segala situasi—baik senang maupun susah—dengan hati yang lapang. Sikap ini mengandung nilai bahwa kehidupan penuh dengan perubahan, seperti suka dan duka, keberhasilan dan kegagalan. Seseorang yang memiliki stoic mindset tidak akan larut dalam kesedihan maupun euforia kebahagiaan, tetapi mampu menjaga keseimbangan emosinya. Stoicism versi Indonesia ini selaras dengan ajaran Ki Ageng Suryomentaram, yang menekankan bahwa manusia harus bisa melepaskan diri dari keterikatan terhadap kesenangan duniawi atau penderitaan.
2. "Menungso Tanpo Tenger" (Manusia Tanpa Ciri)
Makna Harfiah: Menungso tanpo tenger secara harfiah berarti "manusia tanpa tanda" atau "tanpa ciri khas."
Makna Filosofis:
- Manusia yang tidak menunjukkan ciri-ciri kelekatan pada keadaan duniawi, seperti rasa bangga berlebihan atas jabatan, kekayaan, atau status sosial.
- Seseorang yang tanpo tenger adalah pribadi yang netral, tidak memihak atau terjebak dalam keinginan-keinginan duniawi yang berlebihan.
- Sikap ini menunjukkan kematangan jiwa, di mana seseorang tidak mudah terpengaruh oleh penghargaan, hinaan, atau situasi eksternal lainnya.
3. Nilai Utama dari Sikap "Menungso Tanpo Tenger"