Kebebasan dari Kemelekatan: Orang yang tanpo tenger mampu melepaskan diri dari kelekatan terhadap dunia, seperti harta, kekuasaan, atau pengakuan sosial.
- Pengendalian Diri: Mampu mengendalikan ego, emosi, dan dorongan yang berlebihan, baik terhadap ambisi maupun rasa kecewa.
- Kesederhanaan: Hidup secara prasaja (sederhana) dan fokus pada kebutuhan dasar tanpa dihantui keinginan berlebihan.
- Kebijaksanaan Universal: Tidak membedakan situasi suka atau duka, menang atau kalah, sehingga hidupnya penuh dengan keseimbangan dan kebijaksanaan.
4. Hubungan dengan Konsep Stoicisme
Stoicism adalah filsafat Yunani kuno yang juga mengajarkan untuk menerima hal-hal yang berada di luar kendali kita dengan tenang, sambil fokus pada apa yang bisa kita kendalikan—yaitu pikiran, sikap, dan tindakan kita.
Kesamaan:
- Baik Stoicism maupun Menungso tanpo tenger mengajarkan pengendalian emosi, kebebasan dari kelekatan duniawi, dan penerimaan terhadap perubahan hidup.
- Keduanya menekankan pentingnya memusatkan perhatian pada apa yang penting dan melepaskan diri dari pengaruh eksternal.
Perbedaan: Stoicism cenderung menggunakan logika dan alasan secara eksplisit, sedangkan Menungso tanpo tenger lebih berakar pada rasa (rasa sejati), naluri, dan kebijaksanaan intuitif khas Jawa.
5. Aplikasi dalam Kehidupan Modern
- Menerima Perubahan: Dalam dunia yang penuh dengan ketidakpastian, Menungso tanpo tenger mengajarkan kita untuk tidak terlalu bergantung pada keadaan eksternal, baik itu kekayaan, jabatan, atau opini orang lain.
- Mengendalikan Ego: Dalam dunia kerja atau hubungan sosial, sikap ini dapat membantu seseorang untuk tetap rendah hati dan tidak sombong atas pencapaian diri.
- Ketabahan dalam Kesulitan: Dalam menghadapi kegagalan atau kesedihan, ajaran ini mengingatkan bahwa semua itu bersifat sementara, sehingga kita harus tetap kuat dan tidak larut dalam penderitaan.
- Kesederhanaan: Mengingatkan manusia untuk hidup sesuai kebutuhan (sebatas sa-butuhne, sa-perlune, sa-cukupe), tanpa terjebak pada ambisi yang berlebihan.
Sikap "Menungso Tanpo Tenger" adalah esensi kebijaksanaan hidup yang mengajarkan manusia untuk hidup sederhana, netral, dan tidak melekat pada duniawi. Filosofi ini sangat relevan dalam kehidupan modern, di mana banyak orang terjebak dalam ambisi yang tak berujung, tekanan sosial, dan ketidakpuasan. Dengan menjadi pribadi yang tanpo tenger, seseorang dapat mencapai ketenangan batin dan kebahagiaan sejati melalui pengendalian diri dan penerimaan terhadap sifat sementara dari segala sesuatu.
Mengapa Manusia harus Waspada terhadap Sifat Buruk versi Ki Ageng Suryomentaram?
Ki Ageng Suryomentaram memberikan perhatian besar pada pengendalian diri dan kesadaran batin. Salah satu bagian penting adalah mengenali dan menghindari empat sifat buruk manusia yang sering menjadi akar masalah kehidupan. Berikut adalah penjelasan rinci dari masing-masing sifat buruk ini:
1. Meri (Iri Hati)