Aku menerjang maju.
Akan kuhabisi dirinya.
Sebuah genggaman di lenganku menghalangi.
Sebuah genggaman yang dikirimkan atas takdir langit.
Udayaditya, keponakanku.
Ia mengatakan sepatah kata.
"Cukup." ujarnya.
Aku tersadar.
Amarah telah menjadi pelecutku sehingga aku bukan lagi menjadi sosok yang menenangkan.
Aku tidak lagi melihat kakakku.
Aku memohon maaf kepada Sang Buddha karena melakukan dosa yang tidak terampuni.
Beri Komentar
Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!