Pijatannya yang tak henti - henti selama setengah jam itu tanpa sadar membuat saya jatuh terlelap. Tertidur di bahunya yang tampak kuat, rasa senang bisa bersandar pada wanita yang saya kagumi. Dia adalah sesosok insan yang tak pernah menampakkan bahwa dirinya lelah. Dia selalu menampakkan senyum nya mesti sedang bersedih. Dia sosok wanita yang tangguh dan juga berani.
"Anda sudah bangun?", tanyanya saat saya menggerakkan kepala.
"Berhenti, saya sudah merasa baik. Giliran kamu lah yang beristirahat"
Fatmawati membalas dengan senyumnya. "Soekarno, nama yang gagah, perangai yang kuat", tentu saja ia berbicara tentang saya, tokoh utama dalam cerita ini.
***
Esok hari, 12 Agustus 1945
Kediaman Ir. Soekarno
Matahari mulai menyengat melalui sela - sela jendela. Saat terbangun, mata saya hanya terfokus pada satu wanita cantik, siapalagi kalau bukan Fatmawati dengan gulungan rambut yang tampak menyeringai di kepalanya.
"Kau sangat cantik", ucap saya sembari beranjak dari tempat tidur.
"Anda harus segera bersiap", balasnya.
Saya hanya diam melewatinya, mempersiapkan diri lalu mengucapkan salam perpisahan saat hendak menginjakkan kaki keluar dari rumah. "Saya pamit pergi, mungkin hanya 2 hari lalu saya akan kembali secepatnya", salam ku kepadanya yang hanya di tanggapi dengan tatapan.