Pandangan Aristoteles tentang pengetahuan atau knowledge memberikan dasar yang kuat bagi pengembangan gaya kepemimpinan yang bijaksana dan efektif. Aristoteles membagi pengetahuan menjadi tiga kategori utama yaitu, theoretical knowledge (pengetahuan teoretis), practical knowledge (pengetahuan praktis), dan productive knowledge (pengetahuan produktif).Â
Setiap jenis pengetahuan ini memiliki peran penting dalam memandu seorang pemimpin untuk membuat keputusan yang tepat, adil, dan etis. Pandangan ini menjadi relevan ketika diterapkan dalam kepemimpinan modern yang menghadapi tantangan kompleks dan beragam.
Pertama, theoretical knowledge atau pengetahuan teoretis adalah suatu jenis pengetahuan yang lebih fokus pada pemahaman konsep, prinsip, dan ide-ide dasar mengenai fenomena alam tanpa penerapan praktis yang langsung. Dalam konteks kepemimpinan Aristoteles, pengetahuan teoretis membantu pemimpin untuk memiliki wawasan yang mendalam dan luas tentang dunia di sekitar mereka.Â
Pemahaman tentang metafisika, misalnya, memungkinkan seorang pemimpin untuk melihat gambaran besar dan memahami bagaimana tindakan mereka berhubungan dengan keseluruhan sistem atau masyarakat.
 Selain itu, pemahaman tentang ilmu alam membantu seorang pemimpin untuk membuat keputusan secara rasional dan logis. Dengan dasar pengetahuan ini, seorang pemimpin dapat mengidentifikasi pola atau tren yang mungkin tidak terlihat oleh orang lain, memungkinkan mereka untuk memimpin dengan lebih bijaksana.Â
Pemimpin yang memahami matematika, di sisi lain, memiliki kemampuan untuk berpikir secara analitis dan logis, menggunakan data dan bukti nyata untuk memandu keputusan mereka. Hal ini sangat penting dalam dunia modern yang didorong oleh data, di mana keputusan harus berdasarkan bukti dan analisis yang akurat.
Kedua, practical knowledge atau pengetahuan praktis berkaitan erat dengan kebijaksanaan praktis, yang oleh Aristoteles disebut sebagai phronesis. Dalam kaitannya dengan kepemimpinan, phronesis memungkinkan seorang pemimpin untuk membuat keputusan yang tepat dan moral dalam berbagai situasi.Â
Pengetahuan praktis membantu pemimpin tidak hanya untuk memahami apa yang harus dilakukan, tetapi juga bagaimana dan kapan harus melakukannya.Â
Dalam konteks pemerintahan, misalnya, pemimpin yang memahami pentingnya keterlibatan warga negara akan mendorong partisipasi aktif dan transparansi dalam proses pengambilan keputusan. Pemimpin yang baik akan menggunakan phronesis untuk menyeimbangkan antara kepentingan individu dengan kepentingan masyarakat, menciptakan lingkungan yang adil dan sejahtera bagi semua.Â
Dalam dunia modern, hal ini sangat penting dalam menangani dilema etis yang sering muncul dalam politik, bisnis, dan organisasi sosial. Dengan mempraktikkan phronesis, seorang pemimpin dapat merespons tantangan-tantangan ini dengan kebijaksanaan dan integritas.
Ketiga, productive knowledge atau pengetahuan produktif berhubungan dengan kemampuan untuk menciptakan dan menghasilkan sesuatu. Dalam gaya kepemimpinan Aristoteles, pemimpin yang baik tidak hanya dituntut untuk memahami pengetahuan teoretis dan praktis, tetapi juga mampu mengaplikasikan pengetahuan tersebut dalam bentuk tindakan dan inovasi yang nyata.Â