Salah satu gagasan penting dalam filsafat Aristoteles adalah konsep golden mean, yang berarti keseimbangan atau jalan tengah. Aristoteles meyakini bahwa kebajikan terletak di antara dua ekstrem: kekurangan dan kelebihan. Dalam hal ini, kebajikan bukan hanya soal memiliki satu karakteristik positif, tetapi kemampuan untuk menyeimbangkan berbagai aspek yang saling bertentangan.Â
Misalnya, keberanian adalah kebajikan yang berada di antara sikap pengecut, yang menunjukkan kurangnya keberanian, dan sikap nekat, yang merupakan tindakan berlebihan tanpa pertimbangan matang.
Dalam konteks kepemimpinan, konsep golden mean ini sangat relevan dan bisa diterapkan dalam berbagai situasi. Seorang pemimpin harus mampu menyeimbangkan kepentingan yang berbeda, seperti antara kepentingan individu dan kepentingan kelompok atau masyarakat. Mereka juga harus memahami kapan harus bersikap tegas dan kapan perlu menunjukkan fleksibilitas, sesuai dengan situasi yang dihadapi.Â
Selain itu, keseimbangan juga diperlukan dalam penggunaan kekuasaan. Seorang pemimpin yang bijaksana tidak akan bertindak otoriter, tetapi juga tidak membiarkan kebebasan yang berlebihan mengganggu keharmonisan dan efektivitas organisasi. Dengan menyeimbangkan berbagai faktor ini, seorang pemimpin dapat membuat keputusan yang adil, bijaksana, dan berkelanjutan.
Relevansi Pemikiran Aristoteles di Era Modern
Pemikiran Aristoteles tentang kepemimpinan, meskipun berasal dari lebih dari dua ribu tahun yang lalu, tetap relevan dalam menghadapi tantangan yang dihadapi pemimpin modern. Di era saat ini, pemimpin di berbagai bidang---baik politik, bisnis, maupun organisasi sosial---dihadapkan pada situasi yang semakin kompleks.Â
Tidak hanya dituntut untuk mencapai hasil yang optimal, mereka juga harus memastikan bahwa cara yang ditempuh bersifat etis dan berkelanjutan. Tantangan ini memerlukan keseimbangan antara hasil dan proses, yang sering kali menjadi dilema tersendiri bagi para pemimpin.
Aristoteles mengajarkan bahwa kepemimpinan harus didasarkan pada kebajikan (virtue) dan rasionalitas praktis. Dalam dunia modern yang serba cepat dan tidak pasti, konsep kebijaksanaan praktis (phronesis) yang ditawarkan Aristoteles menjadi sangat relevan.
 Phronesis merujuk pada kemampuan untuk membuat keputusan yang tepat dengan pertimbangan moral dan rasional, terutama dalam situasi yang tidak terduga. Pemimpin yang memiliki phronesis mampu menghadapi perubahan dan ketidakpastian dengan tenang, membuat keputusan yang tidak hanya efektif dalam jangka pendek, tetapi juga adil dan etis dalam jangka panjang.
Lebih dari itu, Aristoteles juga menekankan pentingnya keseimbangan atau konsep golden mean, yang mengajarkan bahwa kebajikan terletak di antara dua ekstrem: berlebihan dan kekurangan. Dalam konteks kepemimpinan, konsep ini sangat berguna bagi pemimpin modern yang sering kali harus menavigasi berbagai konflik kepentingan.Â
Sebagai contoh, dalam dunia bisnis, pemimpin kerap kali dihadapkan pada dilema antara memaksimalkan keuntungan perusahaan dan memenuhi tanggung jawab sosialnya. Aristoteles mengajarkan bahwa keseimbangan antara kedua hal tersebut adalah kunci untuk mencapai hasil yang bijaksana dan adil.