Saat sedang tenggelam dalam pikiran, padahal belum sampai dasar. Pada pandanganku yang memudar, aku lihat tuan puan saling gelisah.
"Kenapa mam?"
"Al, tolong bawakan tiga bantal!" seru tuan yang mulai tunjukkan khawatirnya.
Aku lemas. Sungguh lemas. Lemas yang tak pernah lekas.
"Cepat Al!"
Aku antarkan bantal sekaligus segala mantra yang kuhafal.
"Sesak mam?" Puan anggukkan kepalanya dengan deru nafas tak masuk tempo
Aku dan Tuan panic. Batin kami saling memerangi. Enggan ditinggal pergi sang penghidup hati. Papa bergegas pergi ambil pengukur kadar oksigen di rumah kerabat dengan terburu. Tak peduli bahwa ia pun sedang sakit. Ia lari keluar tidak pakai kain tambahan penghalau dingin. Hanya nyawa terselamatkan yang ia ingin.
Aku hubungi dokter segera, katanya aku harus tenang. Konyol. Padahal bukan aku yang butuh penenang.
"Coba tensi darah mama berapa? Suhu badan berapa? Nanti ibu jadwalkan besok swab ya"
"Tensi darah 133 per 73, suhu badan 40,8"