Mohon tunggu...
Romy Roys
Romy Roys Mohon Tunggu... Guru - Guru SMP Muhammadiyah 2 Depok

Demi menghemat kertas, maka ku pilih kompasiana untuk mencurahkan isi pikiran dan hatiku...

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

My First Love My Late Love

24 November 2014   16:00 Diperbarui: 17 Juni 2015   17:00 251
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
14177420051748815269

Siapa yang bisa tahu kapan kita jatuh cinta. Kurasa tak ada satu manusia pun yang mengetahui hal itu. Cinta itu sesuatu yang gila dan tak bisa direncanakan. Itulah yang terjadi padaku. Setelah sekian tahun hidup dalam pengembaraan, tak pernah sedikitpun kurasakan getaran dalam hatiku. Atau mungkin diri ini terlalu sibuk bekerja. Sibuk dengan berbagai gambar rencana pembangunan jembatan yang selalu memforsir pikiran. Hingga aku melupakan bahwa hidup ini indah ketika hati digetarkan oleh seorang dewi.

Kini getar hati itu kurasa. Sampai menggoyangkan lututku ketika berjumpa dengan Sang Dewi. Malu bercampur aduk dengan keinginan mengungkapkan rasa terpendam. Apakah ini yang namanya jatuh hati? Aku belum paham meski usiaku sudah kepala empat. Rasa ini baru kualami. Baru sekali seumur hidupku. Dan aku dibuatnya tak bisa tidur. Tak sanggup kunyatakan bahwa aku telah jatuh cinta karena aku tak mengerti jatuh cinta itu seperti apa. Kubiarkan tubuh ini bagai orang sakau, bergetar, mual, dan berasa berantakan.

Sang Dewi itu telah mengusik hatiku. Tapi kutakut untuk melanjutkan rasa yang muncul. Aku tahu semua telah terlambat. Mungkin dia sudah menikah. Dan aku tinggal beberapa meter lagi menuju pelaminan dengan seorang gadis yang entah bagaimana bisa aku melamarnya. Padahal aku tak pernah merasakan hal yang kini kualami. Rasa kegilaan selalu ingin berjumpa meski hanya ngobrol dan melihat Sang Dewi.

Usiaku sudah tak lagi muda. Orang tuaku meminta agar aku segera menikah. Tanpa berpikir panjang, wanita yang kuingat adalah Dias. Teman KKNku. Kurasa dia wanita baik dan bisa kujadikan istri. Aku sama sekali tak paham, mengapa aku melakukan ini.

Bangun jam empat pagi, kuambil air wudu. Aku pun salat subuh. Setengah jam kemudian aku mandi dan bersiap-siap hendak bekerja. Ibuku heran melihat perubahanku yang spektakuler. Bagaimana bisa aku serajin ini. Aku hanya tersenyum ketika ibu menegurku.

"Pradi, tumben kamu. Ini masih pukul setengah lima pagi. Kok sudah siap-siap, mau kemana?" tanya ibu.

"Ke tempat kerja Ibu. Ada yang harus Pradi selesaikan."jawabku agak gugup.

"Sepagi ini, Nak? Semangat sekali."

Aku hanya tersenyum, mengambil sisir dan menyisir rambut sambil merapikan baju. Aku harus terlihat rapi dan ganteng di mata Sang Dewi. Kupandangi diri di cermin, aku sedikit gila rupanya. Kulihat jam dinding sambil kupandang suasana pagi lewat tirai jendela yang sedikit terbuka. Benar kata ibu, ini masih pagi sekali. Mana ada kantor buka sepagi ini. Aku tertawa sendiri, tapi aku harus keluar pagi ini. Rencanaku sudah sederet bilangan aritmatika. Pertama aku ke bengkel. Ada beberapa mobil pelanggan yang harus ku cek. Baru kemudian aku melihat proyek tempat Sang Dewiku bekerja.

Sang Dewi kutemukan tak sengaja di sebuah sekolah dasar. Dia mengajar anak-anak SD yang masih lugu dan lucu. Sering aku mencuri pandang ketika Sang Dewi bermain-main dengan murid-murid kala istirahat. Dia tampak gembira dan sangat cantik. Rona wajah penuh kasih selalu muncul aura cinta di kisaran Sang Dewi. Entah mengapa aku senang sekali melihat dan menyapa dia. Hatiku begitu tenang dan damai saat berada satu lokasi dengan dia. Rasa ini belum pernah ada sebelumnya. Bahkan dengan Dias sekali pun, belum pernah kurasakan. Padahal Dias adalah calon istriku yang sebentar lagi akan mendampingi hidupku.

"Selamat pagi, Bu!" Sapaku ketika berjumpa Sang Dewi pujaan hatiku.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
  11. 11
  12. 12
  13. 13
  14. 14
  15. 15
  16. 16
  17. 17
  18. 18
  19. 19
  20. 20
  21. 21
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun