"Kita akan menjemput anak-anak di sekolah," kata Ryu setelah berhenti menangis.
"Aku yang akan menjemput mereka," Nad kemudian menjelaskan jika mereka harus ke rumah sakit terdekat. "Kau harus menghitung luka di sekujur tubuhmu, itulah senjatamu yang paling ampuh jika kelak Alan coba-coba memerasmu."
Ryu menurut. Sejak dulu ia jarang membantah kata-kata Nad. Belakangan ia semakin melihat kemiripan antara Nad dan ibunya. Dan kenangan akan ibunya membuat Ryu tergugu ketika petugas medis melakukan serangkaian pemeriksaan di beberapa bagian tubuhnya yang lebam.
Demi anak-anak dia tak mengadukan Alan ke pihak yang berwajib. Ryu menunggu waktu yang tepat untuk menjelaskan kenapa mereka tak bisa lagi tinggal di rumah ayah mereka. Itu saat yang sulit bagi Ryu karena bayangan-bayangan tak menyenangkan dimana Sora dan Alia kelak menjadi terluka. Tapi terus membuat alasan juga bukan hal yang baik. Ryu sungguh tersiksa. Sementara itu pekerjaan menjahit ribuan baju pesanan sudah harus dimulai begitu ia memindahkan peralatan menjahit ke rumah warisan sang ibu.
"Kau seharusnya beristirahat dulu," kata Nad yang malam itu menginap. "Gunakan waktumu lebih banyak bersama anak-anak sehingga mereka tak terlalu merindukan ayahnya."
Ryu menjadi murung.
"Sesedih apapun toh kami tetap harus melanjutkan hidup," Ryu mengalihkan pandangannya ke arah lain. "Lagi pula aku kan bekerja di rumah. Kurasa mereka akan terbiasa setelah sekian waktu."
"Apa anak-anak sudah tahu?" Nad ragu-ragu bertanya.
"Belum. Aku hanya bilang pada mereka bahwa rumah nenek harus lebih sering dikunjungi, jika tidak maka nenek dan kakek akan sangat sedih di sana."
"Apa tanggapan mereka?"
"Mereka cuma bilang: Oo, begitu."