Mohon tunggu...
Ribut Achwandi
Ribut Achwandi Mohon Tunggu... Penulis - Penyiar radio dan TV, Pendiri Yayasan Omah Sinau Sogan, Penulis dan Editor lepas

Penyuka hal-hal baru yang seru biar ada kesempatan untuk selalu belajar.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Al Qamah

3 September 2024   04:45 Diperbarui: 3 September 2024   11:32 173
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Dari dalam, ketiga sahabat itu pun menyusul. Mereka pamit undur diri.
Langit masih gelap, sekalipun disepuh sinar rembulan. Tetapi, tak cukup meredam duka, juga jerit tangis batin sang perempuan. Nyaris pudar pula kecantikannya, lantaran airmata yang terus terkuras. Sepekan lebih sudah. Nasib seorang suami dalam ketakpastian. Tubuhnya mati, hatinya mati, tetapi jiwanya belum dikehendaki untuk pulang ke haribaan rahmat-Nya.

Tanpa sadar, sang istri tertidur pulas di samping pembaringan. Kepalanya menyandar pada sisi kanan pembaringan. Sementara tubuhnya terduduk di lantai. Bersimpuh. Ia kelelahan.

Pelan ia mulai membuka matanya. Dari arah belakang tampak olehnya seberkas sinar. Begitu terang. Bergegas ia mengalihkan pandangannya ke arah sinar terang itu berasal. Dilihatnya sebuah kotak terbungkus kain. Ya, sinar itu datang dari kotak itu.

Dalam keadaan yang tak cukup daya, ia paksakan tubuhnya bangkit. Didekatinya kotak itu. Ya, kotak pemberian ibu mertuanya tempo hari. Diraihnya, lalu pelan-pelan ia buka kotak itu. Tak ada sesuatu yang istimewa dalam kotak itu selain sehelai kain gedong. Tetapi, manakala kain itu diangkatnya dari kotak itu, tiba-tiba sang suami berseru. "Ibu!" disusul tangisannya yang meronta menahan rasa sakitnya yang tak tertahan.
Ucapan itu sangat mengejutkannya. Bagaimana mungkin suaminya bisa menyebut ibunya. Sementara, semalam ia sama sekali tak mampu menggerakkan bibirnya untuk menirukan ucapan Bilal. Namun belum sempat ia menanyakan perihal itu pada suaminya, tiba-tiba sinar yang terpancar dari kain gedong itu kian terang dan sangat terang. Sampai-sampai membuat segala tak tampak oleh mata. Putih bersih, amat menyilaukan. 

Lalu, semua hilang.

Seketika itu pula, perempuan cantik itu tersadar. Sesaat napasnya menyesak. Seperti ada sesuatu yang merasuk ke dalam tubuh. Lalu, berangsur pandangan matanya menjadi normal kembali.
Diamatinya seluruh tubuhnya penuh keringat. Detak jantungnya juga lebih cepat. Tetapi, berangsur normal kembali.

"Ah, rupanya mimpi," gumamnya.ini tatapannya kembali tertuju pada tubuh yang lemah itu. Tubuh suaminya.

Dilihatnya mata suaminya yang terbuka, tetapi tak dapat melihat. Mulutnya yang menganga tetapi tiada bisa bicara. Dan telinganya, sudah tak lagi mampu menangkap suara. Detak jantungnya lemah, sangat lemah. Nadinya juga berdenyut lemah. Nyaris tak terbaca. 

Tak mau terlarut lagi dalam duka, ia pun segera menuju dapur. Menyiapkan air hangat untuk keperluan kompres dan juga membersihkan tubuh suaminya itu. 

Kendati begitu, masih saja ada sesuatu yang dipikirkannya. Kali ini bukan hanya soal nasib suaminya, melainkan soal mimpinya tadi.

"Mengapa mimpi itu seperti nyata? Seolah-olah benar-benar terjadi. Lalu, ada hubungan apa dengan mimpi itu?" tanyanya pada diri sendiri.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
  11. 11
  12. 12
  13. 13
  14. 14
  15. 15
  16. 16
  17. 17
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun