Mohon tunggu...
YUSRIANA SIREGAR PAHU
YUSRIANA SIREGAR PAHU Mohon Tunggu... Guru - GURU BAHASA INDONESIA DI MTSN KOTA PADANG PANJANG

Nama : Yusriana, S.Pd, Lahir: Sontang Lama, Pasaman. pada Minggu, 25 Mei 1975, beragama Islam. S1-FKIP UMSB. Hobi: Menulis, membaca, menyanyi, baca puisi, dan memasak.Kategori tulisan paling disukai artikel edukasi, cerpen, puisi, dan Topik Pilihan Kompasiana.

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Pilihan

Doom Spending dan Pinjol, Fenomena Konsumtif di Tengah Ketidakpastian Ekonomi

4 Oktober 2024   17:23 Diperbarui: 4 Oktober 2024   17:25 225
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Doom Spending dan Pinjol: Fenomena Konsumtif di Tengah Ketidakpastian Ekonomi

Di tengah ketidakpastian ekonomi global saat ini, banyak orang merasa cemas dan khawatir tentang masa depan finansial mereka. Padahal rezki itu urusan Ilahi Rabbi.

Kondisi itu memicu berbagai respon dan emosional. Salah satunya perilaku yang dikenal doom spending. Perilaku seseorang berbelanja secara impulsif.

Konon katanya untuk meredakan kecemasan dan stres. Kalau aku biasanya makan kerupuk atau mie pedas. Mau belanja impulsif, dang hadong epeng. (Tak ada uang).

Perilaku ini umumnya dilakukan tanpa pertimbangan matang. Patut lo kita tiru prinsip orang Jepang belanja. "Tunggu 24 jam untuk memutuskan belanja atau tidak!"

Mereka matang berpikir. Tak terdorong oleh pesimisme terkait masa depan yang sering kali menjadi bentuk pelarian dari tekanan sehari-hari. Mereka tenang dan alon-alon.

Fenomena Doom Spending: Generasi Milenial dan Gen-Z

Doom spending sering dikaitkan generasi milenial dan gen-Z. Dua kelompok demografis ini yang paling terdampak oleh krisis ekonomi global dan perubahan sosial yang cepat itu.

Mereka tumbuh di era digital dan Covid-19 yang membuat mereka terekspos pada berita buruk terus-menerus. Ya, mulai dari isu perubahan iklim, krisis ekonomi, hingga ketidakstabilan politik.

Aliran informasi tidak pernah berhenti. Hal ini memicu rasa cemas yang berkepanjangan. Apalagi bila pondasi agama tak kuat pula. Maka untuk meredakan kecemasan tersebut, sebagian dari mereka memilih berbelanja atau shoping. 

Mereka membeli barang-barang yang tak krusial. Tak dibutuhkan. Hal itu sebagai cara, katanya untuk "menghibur" diri.

Doom spending memiliki pola mirip dengan belanja impulsif. Dengan motif utamanya pengalihan stres. Manalah bisa. Belanja impulsif justru ngabisin uang.

Seseorang yang merasa dengan membeli sesuatu dapat memperoleh kepuasan instan yang mengalihkan pikiran dari kekhawatiran ekonomi atau masa depan. Bukankah ini keliru?

Efek semua itu sering kali hanya sementara dan malah lebih berpotensi menambah stres jika pengeluaran ini menyebabkan masalah keuangan lebih lanjut tiba. Tagihan kartu kredit membengkak. Saldo terkikis dan habis.

Pertahankan Posisi sebagai Seorang Karyawan dengan Penghasilan Stabil, Bun!

Kita ambil contoh seorang karyawan dengan penghasilan yang stabil. Gaji bulanan lancar. Pengeluaran terakomodasi dengan baik. Namun sering merasa cemas tentang ketidakpastian ekonomi global nanti.

Dia cendrung terpengaruh mendengar berita tentang inflasi yang meningkat. PHK massal di berbagai perusahaan, dan resesi yang diprediksi akan melanda.

Meskipun gajinya tetap, dia merasakan ketidakpastian yang membuatnya cemas. Sebagai respons terhadap kecemasan tersebut, ia pun sering kali membeli barang-barang yang sebenarnya tak ia butuhkan. 

Seperti ganti gadget terbaru, beli pakaian mewah, tas brended, dan barang konsumtif lain. Dengan alasan bahwa barang-barang tersebut dapat memberikan rasa "aman" atau "pengalihan" sementara dari ketidakpastian ekonomi tersebut.

Apa hal terjadi, setelah membeli barang-barang tersebut, rasa cemasnya tak benar-benar hilang. Sebaliknya, dia merasa menyesal karena pengeluaran tak perlu tersebut akhirnya menggerogoti simpanannya.

Apalah daya, nasi sudah menjadi bubur. Kondisi ini yang menciptakan siklus doom spending bagi karyawan itu. Karyawsn itu terus berbelanja untuk meredakan kecemasan. Namun berujung pada kecemasan finansial yang lebih besar di kemudian hari.

Gimana Dong Cara Mengatasi Doom Spending 

Untuk mengatasi doom spending membutuhkan kesadaran dan kontrol diri yang baik lo. Beberapa langkah yang dapat dilakukan:

1. Identifikasi Pemicu Emosional

Langkah pertama pahami dan kelola emosi yang memicu perilaku belanja impulsif itu. Apakah ini terjadi saat kita merasa cemas, stres, atau tidak berdaya?

Kenali pemicu. Hal ini bisa membantu kita lebih sadar saat dorongan belanja impulsif muncul. Sabarlah dan istighfarlah agar Allah menenteramkan hati dan pikiran kita.

2. Pertimbangkan Kebutuhan vs Keinginan  

Sebelum membeli sesuatu, tunggu waktu 24 jam dulu. Selama jelang 24 jam itu tanyakan pada diri sendiri apakah barang tersebut benar-benar diperlukan atau hanya keinginan sementara.

Apakah ada cara lain untuk memenuhi kebutuhan emosional tanpa harus membeli sesuatu? Misalnya buka buku kesukaan kita, baca Al Quran, menulis di sini juga bisa.

3. Jelajahi Alternatif

Jika sebuah barang yang dibeli hanya akan digunakan sesekali saja, pertimbangkan untuk menyewa saja. Bisa juga meminjamnya daripada harus membeli.

Selain itu, pertimbangkan juga untuk membeli barang bekas yang masih dalam kondisi baik daripada barang baru yang lebih mahal harganya.

4. Tetapkan Anggaran yang Ketat

Membuat dan menetapkan anggaran bulanan dan berkomitmen untuk mematuhinya adalah langkah penting untuk mengendalikan perilaku belanja impulsif. Batasi pengeluaran untuk hal-hal yang tidak mendesak dan prioritaskan kebutuhan utama.

5. Latih Mindfulness

Melatih kesadaran penuh atau mindfulness dapat membantu kita menjadi lebih sadar akan kebiasaan belanja kita. Dengan mindfulness, kita dapat memeriksa motivasi kita sebelum membeli sesuatu dan menimbang apakah keputusan tersebut akan memberikan dampak positif jangka panjang atau hanya kepuasan sementara saja.

Kata kuncinya pikir-pikir dulu.

Keterkaitan Doom Spending dengan Kesejahteraan Ekonomi

Fenomena doom spending mencerminkan hubungan antara kesehatan emosional dan kondisi ekonomi. Di tengah ketidakpastian, banyak orang mencari pelarian dari kecemasan melalui konsumsi.

Namun, tanpa disadari hal ini justru dapat memperburuk situasi finansial mereka sendiri. Kecuali kita belanja emas. Dari waktu ke waktu harga justru naik. Minimal 300 ribuan per tahunnya dalam 2,5 gram.

Makanya penting untuk meningkatkan kesadaran dan mengekang diri kita tentang dampak dari doom spending. Justru kita perlu mengembangkan strategi yang lebih sehat dalam menghadapi kecemasan. Misal doom spending emas lebih baik.

Dengan pengelolaan keuangan yang bijak maupun dengan mencari cara lain seperti itu untuk mengelola stres kita lebih baik.

Dalam jangka panjang, mengatasi doom spending membutuhkan kombinasi antara kontrol diri, agama, dan perencanaan keuangan yang matang. Selain itu kesadaran akan emosi paling utama dikelola.

Hal ini tak hanya akan membantu menjaga stabilitas finansial pribadi, tetapi juga dapat berkontribusi pada ketahanan ekonomi secara keseluruhan, terutama di kalangan generasi muda yang menjadi tulang punggung masa depan ekonomi diri, keluarga, masyarakat, dan negara.

Waduh sudah panjang lebar doom spending. Lalu apa dong hubungan antara doom spending dan pinjaman online (pinjol)? 

Jika tak bisa kontrol diri dan emosi, ternyata sangat erat lo kaitannya., terutama dalam konteks tekanan finansial yang dialami oleh banyak orang.

Ketika seseorang melakukan doom spending secara impulsif, tetapi tidak memiliki cukup dana untuk menutupi pengeluarannya, mereka akan tergoda untuk mencari pinjaman. 

Pinjaman yang bisa cepat dan mudah seperti pinjol, sebagai solusi jangka pendek. Beberapa cara bagaimana doom spending terkait dengan pinjaman online seseorang:

1. Kemudahan Akses Pinjaman

Pinjaman online sering kali menawarkan proses persetujuan yang cepat dan mudah sehingga memungkinkan orang untuk mendapatkan dana dalam waktu singkat lo. 

Bagi mereka yang terjebak dalam kebiasaan doom spending, akses cepat ini menjadi solusi instan untuk mendanai perilaku konsumtif mereka. Bahkan tanpa perlu jaminan dan dengan proses yang hanya membutuhkan ponsel, mereka dapat dengan mudah meminjam.

Tergoda untuk meminjam lebih banyak uang demi memenuhi kebutuhan belanja yang tidak mendesak ini pun tanpa mereka sadari memenjarakan hidup mereka. Naudzubillah min dzalik.

2. Pinjol Sebagai Sumber Utang Konsumtif

Doom spending sering kali dilakukan tanpa pertimbangan matang terhadap keuangan jangka panjang. Ketika dana pribadi habis, sebagian orang beralih ke pinjol untuk terus mendanai kebiasaan belanja mereka.

Namun, pinjaman ini biasanya memiliki suku bunga yang sangat tinggi lo. Jika tidak dilunasi dengan cepat, utangpun bisa membengkak lo. Situasi ini malah memperparah masalah finansial mereka. 

Nah hal itu pun meningkatkan kecemasan mereka. Pada akhirnya memperkuat siklus doom spending, Bro.

3. Siklus Kecemasan dan Utang

Pinjaman online sering kali menjadi pilihan karena kecemasan yang disebabkan oleh kekurangan dana akibat doom spending. Ketika seseorang terus berbelanja untuk meredakan kecemasan, mereka mungkin merasa semakin terjebak dalam utang. 

Sementara itu, tekanan untuk membayar pinjaman dengan bunga tinggi pun menambah beban emosional. Finansial pun ketar-ketir. Situasi ini menciptakan siklus kecemasan yang lebih besar lagi. 

Kita takut, mereka mungkin akhirnya mengambil pinjaman baru lagi untuk melunasi utang lama, atau malah meminjam lebih banyak untuk terus berbelanja sebagai cara mengatasi stres. Gawat dong.

 4. Penurunan Kesejahteraan Finansial

Pinjol yang tidak diatur dengan baik dapat membawa individu ke dalam lingkaran utang. Utang yang semakin sulit untuk diatasi apalagi dilunasi.

Doom spending yang dibiayai oleh pinjaman online pada akhirnya menggerogoti stabilitas finansial seseorang. Ketika mereka tidak mampu membayar pinjaman tepat waktu, konsekuensi seperti denda, bunga tambahan, atau bahkan penagihan yang agresif pun bisa terjadi. 

Itu berdampak buruk pada kesehatan mental mereka. Pun kesejahteraan finansial mereka. Bahkan ada yang sampai bunuh diri. Naudzubillah min dzalik.

5. Solusi: Edukasi Finansial dan Kontrol Utang

Mengatasi hubungan antara doom spending dan penggunaan pinjol memerlukan edukasi finansial yang lebih baik, termasuk pemahaman tentang bahaya pinjaman online dengan bunga tinggi dan cara mengelola keuangan pribadi.

Orang perlu lebih berhati-hati dalam memanfaatkan pinjaman online, dan memastikan mereka hanya menggunakan layanan ini untuk kebutuhan yang mendesak, bukan untuk mendukung perilaku konsumtif.

Dalam hal ini, penting juga untuk mendorong kesadaran tentang risiko jangka panjang dari pinjaman yang tidak terkendali dan mendorong kontrol diri dalam hal perilaku belanja.

Sejarah pinjaman online (pinjol)

Sejarah pinjaman online terkait erat dengan perkembangan teknologi keuangan (fintech) yang memungkinkan individu atau perusahaan meminjam uang melalui platform digital.

Pinjol hadir sebagai solusi alternatif dari pinjaman konvensional. Pinjaman ini biasanya memerlukan prosedur panjang dan birokrasi yang lebih rumit. Nah, lahirlah pinjol.

Berikut perkembangan sejarah pinjol:

 1. Kemunculan Layanan Pinjaman Peer-to-Peer (P2P Lending)

Konsep pinjaman online pertama kali muncul melalui model peer-to-peer (P2P) lending yang diperkenalkan di Inggris pada awal tahun 2005. Diperkenalkan  oleh perusahaan bernama Zopa.

Model pinjaman ini memungkinkan seseorang meminjam uang langsung dari oranh lain tanpa menggunakan lembaga keuangan tradisional sebagai perantara. Zopa menawarkan platform yang menghubungkan pemberi pinjaman dan peminjam secara langsung melalui internet.

Setelah Zopa, banyaklah perusahaan serupa yang muncul di Amerika Serikat, seperti Lending Club (2007) dan Prosper  (2006), yang menjadi pionir dalam industri P2P lending.

Platform ini mendapatkan popularitas karena menawarkan suku bunga yang lebih rendah daripada bank dan proses yang lebih cepat dan lebih mudah bagi peminjam.

2. Ekspansi Fintech dan Pengembangan Pinjol di Berbagai Negara

Pada pertengahan 2010-an, fintech berkembang pesat dengan adopsi teknologi digital yang semakin luas. Selain P2P lending, layanan pinjaman online mulai menawarkan berbagai jenis produk. Dari pinjaman konsumtif hingga modal usaha.

Di China, perusahaan seperti Ant Financial (sekarang Ant Group),  merupakan bagian dari ekosistem Alibaba. Mereka memperkenalkan layanan kredit digital besar-besaran.

Platform WeBank yang didukung oleh Tencent juga menjadi pemain utama dalam sektor pinjaman online.

Di Indonesia sendiri perkembangan pinjol baru dimulai sekitar tahun 2016-2017. Seiring dengan tumbuhnya sektor fintech di negara tersebut. Beberapa platform P2P lending dan pinjaman digital mulai bermunculan, seperti Kredivo, Akulaku, dan Danamas.

Banyak platform ini melayani kebutuhan masyarakat yang kesulitan mengakses pinjaman dari lembaga keuangan formal seperti bank. Faktor kecepatan dan kemudahan proses pinjaman membuat layanan ini cepat populer di kalangan masyarakat Indonesia.

3. Regulasi dan Pengawasan Pinjol

Seiring dengan pesatnya pertumbuhan pinjol, muncul berbagai tantangan, terutama terkait dengan penipuan, praktik penagihan yang agresif, dan suku bunga yang sangat tinggi. 

Hal ini tentu mendorong berbagai negara untuk mulai mengatur sektor pinjol. Di Indonesia, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) sebagai pengatur perbankan mulai mengeluarkan peraturan terkait P2P lending pada tahun 2016 dan memperketat pengawasan terhadap perusahaan pinjol untuk melindungi konsumen.

Pada tahun 2019, OJK mulai memblokir dan menindak pinjaman online ilegal yang tidak terdaftar di bawah pengawasannya. Masalah penagihan utang dengan cara-cara yang tidak etis, seperti intimidasi atau pelecehan, juga menjadi perhatian utama regulator.

4. Perkembangan Terkini Pinjol

Di era pandemi COVID-19, pinjaman online menjadi semakin populer karena banyak orang yang membutuhkan dana darurat akibat krisis ekonomi.

Pinjol memberikan kemudahan bagi mereka yang tidak memiliki akses ke bank, terutama di negara-negara berkembang. Namun, di sisi lain, jumlah kasus penipuan dan masalah utang juga meningkat karena pinjaman online ilegal.

Kini, fintech pinjaman online terus berkembang dengan inovasi-inovasi baru seperti integrasi dengan kecerdasan buatan (AI) dan analisis data besar (big data) untuk menilai kelayakan kredit peminjam dengan lebih cepat dan akurat.

5. Masa Depan Pinjaman Online di Indonesia

Meskipun pinjaman online menawarkan manfaat dalam hal akses keuangan yang lebih luas, tantangan besar masih ada dalam hal regulasi dan perlindungan konsumen.

Di masa depan, pinjol diharapkan akan semakin diatur dengan baik, dan teknologi akan terus berperan dalam menciptakan layanan yang lebih aman dan adil bagi masyarakat luas.

Secara keseluruhan, sejarah pinjol mencerminkan bagaimana teknologi dapat merombak cara kerja layanan keuangan, tetapi juga menyoroti perlunya regulasi yang ketat untuk melindungi konsumen dari risiko utang yang tidak terkendali dan praktik bisnis yang merugikan.

Keluar dari jeratan pinjaman online (pinjol), terutama yang ilegal atau dengan suku bunga tinggi, memerlukan disiplin dan langkah-langkah yang terencana.

Beberapa cara untuk membantu Anda atau orang lain keluar dari masalah pinjol:

 1. Berhenti Mengambil Pinjaman Baru

Langkah pertama yang paling penting  berhenti mengambil pinjaman tambahan. Pinjaman baru hanya akan memperparah situasi dan memperbesar utang.

Hal ini sering kali sulit karena banyak orang tergoda untuk mengambil pinjaman baru guna melunasi utang lama, tetapi ini akan menciptakan lingkaran setan utang yang sulit diatasi.

2. Catat Semua Pinjaman

Buat daftar semua pinjol yang Anda miliki, termasuk jumlah yang harus dibayar, suku bunga, dan tenggat waktu pembayaran. Dengan begitu, Anda bisa mendapatkan gambaran yang jelas mengenai utang yang harus dilunasi.

3. Prioritaskan Pinjaman dengan Bunga Tinggi

Jika memungkinkan, mulailah melunasi pinjaman dengan suku bunga tertinggi terlebih dahulu. Ini akan membantu mengurangi beban bunga yang terus bertambah. Jika ada pinjaman dengan denda besar atau bunga yang terus berjalan, utamakan yang paling mendesak ini dulu.

 4. Ajukan Negosiasi Ulang

Hubungi penyedia pinjol untuk mencoba melakukan negosiasi ulang atas pinjaman Anda. Beberapa penyedia pinjol mungkin bersedia menawarkan opsi seperti perpanjangan waktu pembayaran, pengurangan bunga, atau restrukturisasi utang.

Jika Anda menjelaskan kesulitan keuangan yang sedang dialami, jangan ragu untuk meminta keringanan atau solusi pembayaran yang lebih ringan.

5. Laporkan Pinjol Ilegal

Jika Anda terjebak dalam pinjol ilegal, sebaiknya laporkan mereka ke pihak berwenang, seperti Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dan Satgas Waspada Investasi.

Pinjol ilegal sering kali melanggar hukum dengan mengenakan bunga yang tidak wajar, metode penagihan yang kasar, dan pelecehan. Jika sudah melapor, Anda bisa mendapatkan perlindungan hukum dan menghentikan pembayaran ke pinjol ilegal tersebut.

Adapun Kontak OJK : 157 (call center)
dan Kontak Satgas Waspada Investasi: melalui email waspadainvestasi@ojk.go.id

6. Minta Bantuan Konsultasi Keuangan

Jika Anda kesulitan mengatur keuangan, pertimbangkan untuk mendapatkan bantuan dari konsultan keuangan atau lembaga yang memberikan nasihat tentang manajemen utang.

Mereka dapat membantu kita menyusun rencana pembayaran utang yang lebih realistis dan memberikan panduan dalam menghadapi krisis keuangan.

Beberapa lembaga nirlaba dan pemerintah menawarkan layanan konsultasi utang gratis dan mereka bisa membantu menyusun rencana pembayaran utang yang sesuai dengan kemampuan kita.

7. Hindari Pinjaman untuk Menutup Utang Lama

Salah satu kesalahan paling umum mengambil pinjaman baru untuk melunasi utang yang ada. Ini hanya akan memperburuk kondisi keuangan. Lebih baik fokus pada penyelesaian utang yang ada daripada menambah utang baru.

8. Konsolidasikan Utang

Jika memungkinkan, pertimbangkan untuk melakukan konsolidasi utang dengan cara menggabungkan beberapa utang menjadi satu pinjaman dengan suku bunga yang lebih rendah.

Beberapa bank atau lembaga keuangan formal menyediakan layanan ini. Layanan ini bisa menjadi solusi untuk melunasi beberapa pinjol sekaligus dengan bunga yang lebih terjangkau.

 9. Cegah Penggunaan Aset Berharga

Hindari menjual aset berharga seperti kendaraan atau rumah untuk melunasi utang pinjol  kecuali jika sudah dalam kondisi darurat yang tidak ada pilihan lain.

Fokus pada strategi pembayaran yang lebih terukur dan hanya menjual aset sebagai jalan terakhir jika sudah tidak ada solusi lain.

 10. Jaga Kesehatan Mental

Masalah utang pinjol sering kali menimbulkan tekanan psikologis besar. Bisa mulai dari stres hingga depresi. Penting untuk menjaga kesehatan mental dan tidak merasa sendiri.

Jika tekanan menjadi terlalu berat, pertimbangkan untuk berkonsultasi dengan psikolog atau ustadz dan lembaga amil zakat setempat. Bergabung dengan kelompok pendukung yang dapat membantu memberikan perspektif dan dukungan moral.

11. Tingkatkan Literasi Keuangan

Untuk mencegah masalah yang sama terjadi lagi di masa depan, tingkatkan literasi keuangan. Pelajari cara mengatur keuangan pribadi. Mulailah menabung dan membuat anggaran. Pahami pentingnya mengelola uang dengan bijak. Terutama dalam hal penggunaan kredit dan pinjaman hindari lagi.

12. Hindari Pinjol di Masa Depan

Setelah berhasil keluar dari masalah pinjol bersujud syukurlah. Hindari kembali menggunakan pinjaman online, terutama yang berbunga tinggi atau ilegal. Jika memerlukan dana darurat, pertimbangkan opsi yang lebih aman seperti pinjaman dari bank yang diatur dengan baik atau tabungan darurat.

13. Mulailah menabung dalam bentuk emas meski 1/4 gr dari gaji kita. Pinjamlah uang di koperasi tempat kita bekerja juga bila memang terdesak. Di koperasi kita bagi hasil. Dari anggota untuk anggota. Meski kita berhutang tapi kita dapat bagi hasil.

Dengan strategi ini, Anda dapat secara bertahap keluar dari jeratan pinjol dan mencegah masalah utang berulang. Mulailah berhemat. Bila ingin belanja beli saja emas. Jangan konsumtif lagi. Kendali dan disiplin dalam keuangan adalah kunci untuk menghindari terjerat pinjol kembali.

Saya masih ingat pesan Ayah. "Takkan ada orang bertanya vulgar berapa harga kemejamu? Berapa harga rok atau celanamu? Berapa harga tas, sepatu, dan jam tanganmu?"

"Di sekolah, di kantor, di manapun kamu dihargai karena skillmu. Bukan karena barang-barang mewahmu."

Itulah segelintir pesan beliau ketika kami dulu merengek beli baju, sepatu, dan kebutuhan lain yang lebih mahal harganya. Sementara keuangan beliau saat itu cuma mampu membeli itu.

Artinya, jangan paksakan dirimu seperti orang lain. Jadilah diri sendiri. Take and givelah dengan saudara dan fakir miskin atau anak yatim jika rezkimu lebih. Justru itulah bekal akhirat. Semangat.

***

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
  11. 11
  12. 12
  13. 13
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun