Dengan susah payah, Milos meronta-ronta dari jaring, ia berhasil keluar dari jerat jaring yang lengket itu. Pari terbang kaku seperti batu, tidak lagi menyala, tidak juga terlihat hidup, membatu begitu saja. Milos duduk di atasnya mencari-cari tanduk yang sudah lenyap begitu saja. Apa pari ini mati? Pikirnya sambil mendekatkan telinga ke tubuh si pari. Terdengar suara detak jantung lemah bercampur suara ngorok yang lembut.
“Astaga, tertidur.” Pekik Milos kesal.
Jejak Monster raksasa yang tadi menyeretnya terlihat jelas menuju arah hutan, tak ada pilihan lain selain mengikuti jejak tadi, ditambah lagi rasa penasarannya, mengapa Monster sebesar itu bisa ketakutan terbirit-birit padanya. Saat mencoba menyeret pari dengan menarik ekornya, pari itu sangat berat, mustahil untuk diseret, dan pari itu pun ditinggalkan begitu saja.
Memasuki daerah hutan, aroma harum dan segar masuk ke rongga hidung, Milos berhenti melangkah, bersandar di sebuah pohon besar untuk mengatur napas.
“Bocah!” Terdengar suara dari pohon tadi.
Milos kaget dan mundur beberapa langkah.
“Naik ke sini, cepat sembunyi. Kawanan Beru menuju kemari.”
Milos melengak mencari asal suara tadi.
“Cepat naik sebelum mereka menemukanmu.”
Suara langkah berat terdengar dikejauhan. Tanpa berpikir panjang, Milos memanjat pohon tadi, ketika mencapai atas pohon terlihat seorang bocah seumuran dengannya, duduk di dahan pohon mengenakan celana panjang dengan kaos lengan pendek lusuh, wajahnya tak kalah lusuh dengan bajunya. Ia mengenakan topi kertas bertanduk menutupi rambutnya yang hitam. Isarat jari telunjuknya menyuruh Milos untuk membisu dan jangan bergerak.
Sekawanan Monster seperti yang sebelumnya dilihat Milos berlalu di bawah mereka. Mereka berlari dengan cepat dan gaduh. Ada 3 Monster tepatnya, 1 diantaranya mengenakan pita merah muda di antara kuping runcingnya. Milos tahu kawanan Monster itu berlari ke arah mana. Tak lama kemudian terdengar suara debat mereka di tengah gersang.