"Aku merasa seperti kita harus membuktikan sesuatu setiap hari," kata Diana akhirnya, memecah keheningan.
Novan mengangguk. "Aku tahu, Di. Rasanya seperti ada yang selalu mengawasi setiap langkah kita." Tiba-tiba, Raka muncul dengan wajah cemas. "Hei, aku baru saja dengar sesuatu yang buruk."
Diana dan Novan segera menoleh, tatapan mereka penuh rasa ingin tahu dan kekhawatiran. "Apa yang terjadi, Raka?" tanya Novan. Raka menghela napas panjang. "Ada gosip yang mengatakan bahwa Pak Arif mempertimbangkan untuk memisahkan kalian dalam proyek akhir. Dia merasa kalian terlalu banyak menghabiskan waktu bersama dan itu bisa mempengaruhi hasil proyek kalian."
Diana merasa darahnya mendidih. "Ini tidak adil! Kami sudah membuktikan bahwa kami bisa profesional. Kenapa masih saja ada masalah?"
Raka mencoba menenangkan mereka. "Kita harus bicarakan ini lagi dengan Pak Arif. Kita harus jelaskan bahwa kalian bisa tetap fokus dan tidak membiarkan hubungan kalian mengganggu."
Dengan tekad yang kuat, Diana, Novan, dan Raka pergi menemui Pak Arif lagi. Kali ini, mereka lebih siap dan bertekad untuk memperjuangkan hak mereka.
"Pak Arif, kami dengar bahwa Anda mempertimbangkan untuk memisahkan kami dalam proyek akhir," kata Diana dengan suara tegas.
Pak Arif menatap mereka dengan tatapan serius. "Benar. Saya masih memiliki kekhawatiran tentang profesionalisme kalian. Saya ingin memastikan bahwa proyek ini berjalan dengan baik dan tidak terganggu oleh hubungan pribadi kalian."
Novan maju sedikit. "Pak Arif, kami siap untuk membuktikan bahwa hubungan kami tidak akan mempengaruhi kualitas pekerjaan kami. Kami bisa memberikan laporan mingguan tentang kemajuan proyek, jika itu bisa membantu."
Pak Arif mempertimbangkan usulan tersebut sejenak. "Baiklah, saya setuju dengan usulan laporan mingguan. Ini akan menjadi kesempatan kalian untuk membuktikan diri."
Setelah pertemuan tersebut, Diana dan Novan merasa sedikit lega namun tetap merasa tertekan. Mereka tahu bahwa ini adalah ujian besar yang harus mereka hadapi bersama.