Mohon tunggu...
Paris Ohoiwirin
Paris Ohoiwirin Mohon Tunggu... Guru - Guru

Menyelesaikan pendidikan terakhir di sekolah tinggi Filsafat Seminari Pineleng, Sulawesi Utara. Gemar membaca dan menulis tema-tema sastra, sejarah dan filosofis

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Perang Saudara Terdahsyat Sepanjang Masa

19 Januari 2023   11:08 Diperbarui: 19 Januari 2023   13:32 794
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi perang Bharatayudha (kompas.com)

"Rosto, berikan laporan mengenai status terakhir provinsi Frogsta!" perintah itu keluar dari mulut seorang kaisar dari atas singgasananya. Dialah kaisar Kekaisaran Domus, namanya Kaisar Wagsta.

Perintah itu segera diikuti oleh suara pekikan lantang dari sang pemaklum berita:"Kemarin, tanggal 18 Agustus 2065, pasukan nasional Domus dipukul mundur sampai ke tapal batas provinsi Rostrick. Provinsi Frogsta seluruhnya dikuasai para pemberontak. Untuk sementara Frogsta tidak berada dibawah kedaulatan Kekaisaran Domus. Provinsi Frogsta dinyatakan terhapus dari peta perpolitikan Kekaisaran Domus sampai waktu yang tidak diketahui."

Empat puluh pasang mata di balairung istana siang itu terbelalak ketika pernyataan itu bersarang di dalam telinga mereka.

"Braaak!!!" Kaisar Wagsta berdiri dari takhtanya dan menumbuk meja di hadapannya. Seluruh balairung istana bungkam tak bergeming. Hening sekali. Beberapa bunyi kicauan burung di langit-langit kubah balairung yang tinggi itu terdengar tajam mengiris udara.

"Pasukan Frogsta hanyalah sebutir debu di alas kaki para ksatria Kekaisaran Domus. Tetapi untuk membasmi pemberontakan mereka, kalian bahkan tak menakutkan. Kalian lucu!" teriak sang kaisar berang.

Wajah Kaisar muda itu merah padam. Beberapa menteri malah tersenyum sinis sambil menunduk. Sedangkan yang lainnya melongo tanpa ekspresi. Kenyataan ini memang pahit. Tiga hari lalu pasukan nasional Kekaisaran Domus dibantai oleh satuan pasukan yang masih dianggap amatir oleh segenap warga Domus. Mereka kalah dan tungganglanggang ketika mencoba merebut bukit Lorenz merupakan benteng pertahanan terkuat milik para pemberontak Frogsta.

"Kaisar, aku mohon bicara!" suara itu menggema memecah keheningan yang menegangkan itu. Suara itu keluar dari mulut Jolarda, menteri perekonomian. Entah apa yang ingin diutarakannya. Kaisar masih tetap tidak membalikkan badannya.

"Yang mulia, saya pikir kita tidak perlu menggempur mereka dengan kekerasan. Mereka adalah anak-anak negeri ini, negeri Domus yang mulia. Mungkin saja selama ini mereka merasa dinomorduakan dalam pembangunan ekonomi. Mereka bukanlah para pemberontak. Mereka hanyalah orang-orang kecil yang ingin menuntut keadilan!"

"Cukup! Cukup Jolarda!" seru sang Kaisar sambil berbalik, menuding Jolarda dengan telunjuknya. Wajahnya berkerut, nafasnya terengah. Ia marah sekali.

"Tidak ada yang namanya ketidakadilan ekonomi! Mereka adalah makhluk-makhluk subversif! Para ekstrimis yang harus dibasmi! Mereka adalah para tikus dan kecoa kekaisaran yang harus dibersihkan!"

"Yang mulia! Maaf kalau saya lancang, tetapi apa yang dikatakan Jolarda benar!  Yang harus kita lakukan ketika ada pemberontakan bukanlah langsung dengan membasmi mereka, tetapi harus dihadapi secara cermat. Pertanyaan pertama yang harus kita lontarkan adalah, apakah ada yang salah dengan sistem pemerintahan kita selama ini?"

Kaisar muda itu tak dapat menahan lagi amarahnya. Setelah kata-kata Mistral, menteri perhubungan itu bersandar di telinganya, kaisar ini meluapkan seluruh amarahnya...

"Aku adalah pimpinan tertinggi di negeri Domus yang mulia, tak ada yang boleh menghalangi aku. Para pemberontak itu harus kita berangus. Tidak ada waktu lagi. Sebentar lagi negeri Liam akan menyerang kita juga. Jika masih ada dari antara kalian yang tidak setuju, riwayatnya akan berakhir di ruang gas sianida!"

Kata-kata terakhir itu langsung diikuti oleh tiga kali bunyi terompet panjang oleh para pengawal istana. Kaisar lalu menghilang ke dalam kamarnya dan ruangan balairung riuh rendah oleh percakapan cemas para menteri yang linglung dan lelah.

"Apa yang harus kita lakukan, seluruh masukan yang kita berikan seakan tidak diterima sang kaisar! Ia berencana akan kembali menginvasi Provinsi Frogsta. Padahal aku tahu, pemimpin pemberontak Frogsta hanya menginginkan suatu perundingan yang adil dan berwibawa, " tukas Jolarda lagi.

Kata-kata sang menteri perekonomian itu membuat kedua rekan di hadapannya tercenung.

"Kita harus cepat-cepat ambil strategi, kita harus melobi agar para jenderal tidak melakukan apa yang kaisar perintahkan!" kata Rustam, menteri kelautan dengan penuh keyakinan.

"Apa? Kau gila Rustam, itu sama saja dengan kudeta. Kekacauan di seluruh kekaisaran akan lebih besar. Lagipula aku sangat tak yakin bahwa militer akan ikut dengan apa yang kita usulkan. Ingat, Kaisar sendiri adalah panglima tertinggi militer yang dapat memerintah militer tanpa  persetujuan siapapun di atas muka bumi ini. Bisa jadi, kita malah akan dihukum mati atas tuduhan makar," kata Jolarda menaggapi.

"Lalu apakah kau setuju bahwa tiga juta orang mati dibantai demi ambisi orang gila yang mengakui dirinya sebagai titisan dewa itu?"  tukas Mistral menentang ketakutan Jolarda.

Tiga orang menteri senior itu kembali terdiam sejenak. Masing-masing kembali sibuk dengan pemikirannya sambil mondar mandir tidak tenang.

***

Bagaimanapun, keputusan telah diambil. Kaisar tetap akan kembali menginvasi provinsi pemberontak itu. Sudah tiga dekade serangkaian operasi militer diadakan di provinsi itu tetapi baru kali ini operasi yang dilakukan begitu besar, karena provinsi itu secara de jure (secara hukum/konstitusional) menolak sang Kaisar sebagai penguasa mereka. 

Anehnya walaupun menolak sang Kaisar, mereka menyebut diri sebagai negeri Domus yang sejati, sementara negeri Domus yang kini dipimpin sang Kaisar sebagai negara Domus yang harus dibebaskan dari Tirani. Di atas peta kini muncul negara Republik Demokratik Domus sebagai negara sendiri yang merdeka di samping Kekaisaran Domus.

Sebagai balasan atas kekalahan hari kemarin, sang Kaisar memutuskan untuk menurunkan bala tentara sebanyak tiga juta infantri, tiga ribu tank serta seribu pesawat tempur. Sepuluh meriam besar yang diikutsertakan adalah meriam raksasa howitzer, yang garis tengah moncong meriamnya adalah tiga puluh sentimeter, dengan panjang moncong meriam sekitar sepuluh meter. Meriam yang harus dioperasikan sepuluh orang itu diatur untuk menghantam posisi pemberontak di sekitar bukit Lorenz.

Pihak pemberontak sendiri bukanlah kekuatan militan yang dapat dianggap remeh, walaupun jumlah personel militer dan alutsista (alat utama sistem senjata) mereka jauh di bawah milik pemerintah. Sebabnya adalah kemutakhiran teknologi yang mereka gunakan. Kekuatan pemberontak sendiri memiliki tiga ribu pesawat tempur, lima ribu tank dan satu juta infantri.

 Industri mesin perang mereka digerakkan oleh dana yang didapatkan secara mandiri dengan menjual kakayaan alam mereka yang berlimpah: emas, tembaga, uranium dan minyak bumi dengan negara sahabat yang bersekutu dengan mereka: negeri Liam. Selain itu tidak dapat dimungkiri bahwa kekuatan teknologi militer kaum pemberontak didukung pula oleh kehebatan rekayasa teknik militer oleh beberapa ilmuan mereka. Frogsta sendiri memang sejak lama merupakan "provinsi ilmuan" sebab dari provinsi inilah, lahirlah enam dari sepuluh ilmuan negeri Domus. 

Bagaimanapun, kali ini kaisar sangat ingin menghancurkan kekuatan pemberontak itu sama sekali. Ia akan menggunakan seluruh kekuatan yang ada untuk menundukkan bekas provinsinya yang sekarang mengklaim diri sebagai negara merdeka itu. Genderang perang telah ditabuh. Suatu perang saudara paling dahsyat sepanjang sejarah akan terjadi.

                                                            ***

Pada hari yang ditentukan...

Sinar mentari yang kemerahan baru saja menerobos punggung bukit Lorenz, sementara pasukan raksasa kekaisaran bergerak ke arah Timur, menuju bukit Lorenz itu. Bukit Lorenz sendiri sebenarnya adalah puncak tertinggi dari perbukitan yang berbaris membentuk batas alami antara provinsi Forgsta dengan provinsi Rostrick, yang dikuasai pemerintah. Di sepanjang perbukitan inilah, kaum pemberontak menaruh pos-pos pertahanan mereka untuk menghadang tentara pemerintah. 

Jika pemerintah ingin menguasai kembali kota Lorenz, sebagai pusat provinsi Frogsta, maka benteng di sepanjang perbukitan ini harus ditundukkan. Jika benteng ini tunduk, maka kota Lorenz yang jaraknya hanya seratus kilometer dari barisan perbukitan itu akan jatuh. Tetapi jika bukit ini tidak dapat ditundukkan, maka kota Lorenz akan gagal dikuasai.

"Dhuarrrr!!!!" beberapa dentuman bunyi keras terdengar di pagi itu. Keheningan dan kebekuan pagi itu akhirnya pecah, dirobek oleh dentuman sepuluh meriam howitzer raksasa milik kekaisaran. Tembakan meriam raksasa itu diarahkan ke posisi-posisi pertahanan pemberontak di sepanjang perbukitan Lorenz. Segera bukit-bukit itu bergetar. Para pemberontak yang berlindung di bawah bunker-bunker beton mereka, rontok dalam sekejap waktu. Beberapa tentara pemberontak mencoba melawan dengan balas menembakkan meriam dan roket anti serangan udara. Beberapa dari mereka yang luput dari serangan itu, bergerak mundur ke arah pedalaman, menjauhi bukit Lorenz.

Hujan peluru saling serang antara meriam-meriam ini akhirnya berhenti satu jam kemudian. Serangan meriam anti serangan udara milik pemberontak hanya mampu mencegah agar jangan sampai semua peluru meriam raksasa milik tentara pemerintah itu jatuh ke atas tanah bukit Lorenz.

Hasilnya, tak satu pun meriam raksasa itu yang hancur sementara hampir setengah bunker pertahanan utama milik tentara pemberontak di lereng bukit Lorenz luluh lantah. Bagaimanapun, setengah bunker lainnya masih bertahan berkat pertahanan dari meriam anti serangan udara itu. Dengan demikian, basis kekuatan tentara pemberontak masih bercokol di lereng-lereng bukit itu, walau kekuatannya mulai melemah.

Merasa penasaran, para jenderal kaisar mengerahkan kekuatan infantrinya untuk menyisir perbukitan. Sebanyak tiga juta infantri berbaju loreng hijau cokelat itu pun merangsek memasuki hutan sekitar bukit, dipandu dan didukung pula oleh serangan jet-jet yang meraung-raung di angkasa. Di pihak seberang, pasukan berbaju abu-abu milik para pemberontak juga bergerak mengisi parit parit pertahanan yang melingkari sisi Barat bukit.

Kaisar tidak main-main. Kali ini ia mempertaruhkan seluruh kekuatan kekaisaran untuk mendapatkan kembali bekas provinsi yang paling kaya itu. Perang darat yang dahsyat tak terhindarkan. Didukung oleh tank-tank andalannya, tentara kaisar merangsek memasuki hutan yang lebat. Mereka menembakkan peluru dari moncong tank-tank itu secara membabibuta. Dengan segera pepohonan yang berbaris rimbun luluh rata dengan tanah.

Dari arah berlawanan, berbagai tembakan mortir dan senapan mesin bermunculan bagai panah api yang mendesing menghantam ribuan tank kaisar yang mulai mendaki bukit. Namun gerak maju tentara kekaisaran tidak mudah. Tentara pemberontak juga melengkapi pertahanan mereka dengan hadirnya tank-tank yang jauh lebih superior walau jumlahnya lebih sedikit.

Desingan jutaan peluru tak terhindarkan ketika kedua kekuatan ini berhadap-hadapan secara frontal. Tentara kaisar yang tidak terbiasa dengan medan tempur yang lebat mencoba maju dan menembak apa saja yang bergerak, sementara pasukan pemberontak menyasar satu per satu tentara kaisar yang seakan berjalan tanpa arah itu. Hasilnya banyak tentara pemerintah yang tertangkap dan tertembak. Sementara itu, arah tembakan tentara pemberontak tetap tak bisa ditebak secara pasti.

Menjelang siang, Langit Frogsta menjadi merah. Pertempuran dahsyat di udara tak terelakkan. Ratusan pesawat tempur dari kedua belah pihak bertemu di udara. Pesawat-pesawat tempur dengan warna loreng hitam putih hitam milik kekaisaran bertemu dengan pesawat berwarna abu-abu milik pihak pemberontak. Bola api dari moncong senapan pesawat kedua belah pihak saling mendesing. Mereka meraung berputar-putar sambil saling menyambar.

Para pilot udara kekaisaran yang telah terbiasa mengendarai burung perang itu dengan mudahnya menyapu skuadron pesawat milik pemberontak. Mereka berhasil ditepuk bagai lalat yang dihantam elang. Skuadron udara pemberontak masih terlalu lemah untuk menghadang burung-burung perang milik sang kaisar. Walaupun demikian, seperenam kekuatan udara kaisar berhasil dihancurkan oleh para pemberontak yang masih pemula itu.

Walaupun menang di udara dan berhasil mendukung serangan darat dengan mengebom posisi-posisi pemberontak, pihak militer kaisar mengalami kesulitan untuk mendesak para pemberontak  untuk mundur dan menyerahkan diri.

Sebaliknya banyak sekali tank andalan pihak kekaisaran yang hancur lebur dalam baku hantam dengan tank-tank milik pemberontak yang bermanuver lebih cepat dan lebih baik dalam membidik lawan. Tank pemerintah umumnya adalah tank "Macan-tutul" dengan garis tengah laras meriam berukuran 12 sentimeter. Kecepatannya hanya mencapai 78 Km/jam. 

Sementara itu, tank pemberontak yang diberi nama "Cakrabirawa" memiliki garis tengah laras meriam berukuran 15 sentimeter, serta kecepatan mencapai 120 Km/jam. Dengan kemampuan ini, dibutuhkan lima tank Macan-tutul sekaligus untuk membungkam satu tank Cakrabirawa saja. 

Dalam peperangan yang terjadi, adakalanya satu tembakan saja dari moncong meriam Cakrabirawa mampu menembus dinding kubah meriam tank Macan-tutul. Superioritas ini membuat formasi tank-tank milik pemerintah kocar-kacir. Lagipula karena kurang menguasai medan, banyak dari tank-tank milik pemerintah itu yang terperosok dalam lumpur dan lubang yang sengaja diciptakan oleh pihak pemberontak.

Peperangan darat ini membuat wilayah hutan di sekitar bukit Lorenz telah menjadi medan tempur mengerikan. Banyak pohon telah terbakar dan bahkan tersingkir oleh hantaman bom dan meriam. Di mana-mana parit-parit pertahanan terbentang dan ratusan ribu prajurit bertahan dalam keputusasaan di dalam relung-relung parit yang berlumpur itu.

Sementara itu ribuan nyawa melayang dalam hitungan jam dari kedua belah pihak. Bau mesiu dan amis darah bersenyawa membentuk kengerian yang mengiris jiwa. Mayat-mayat bergelimpangan dan darah merembes membentuk kubangan cermin bagi wajah-wajah lesu dan kesakitan. Rintihan pilu mohon pertolongan pun melengking menyayat hati. Sementara rentetan tembakan belum juga usai, sahut menyahut.

Karena kuatnya pertahanan pemberontak, pesawat kekaisaran terus membombardir daerah sekitar bukit Lorenz. Walaupun dibombardir lewat serangan udara dan serangan meriam raksasa, tentara infantri Kekaisaran masih tak mampu merebut puncak bukit yang tingginya hanya sekitar dua ratus meter dari permukaan laut itu.

Melihat tiada hasil yang berarti, Kaisar Wagsta murka. Ia menyuruh pasukannya untuk mengadakan gencatan senjata selama lima minggu, serta meminta kaum pemberontak untuk menyetujui keputusan ini. Keputusan untuk mengadakan gencatan senjata disambut baik oleh para pemberontak, namun tetap saja dilihat sebagai taktik dari sang kaisar untuk kembali membangun kekuatan baru untuk menyerang.

Kaisar sendiri menjelaskan bahwa ini hanyalah jeda dalam perang, untuk memberi kesempatan bagi kedua pihak untuk memulihkan diri. Dalam waktu itu ia sendiri akan memutuskan apakah perang akan dilanjutkan ataukah diakhiri. 

Para pemberontak sendiri sangat mengharapkan bahwa kaisar bisa berubah pikiran melihat berbagai kegagalan dan korban yang dialaminya, sementara itu kaisar sendiri nampak masih mengeraskan diri untuk tetap pada pendiriannya yang pertama untuk menguasai kembali tanah Frogsta.

Bunker pertahanan kaum pemberontak, sehari setelah perang dihentikan untuk semetara...

"Pak, kekuatan kita memang masih kokoh di lereng-lereng bukit Lorenz, tetapi personel infantri kita telah berkurang jauh, begitu juga berbagai alutsista kita. Para ksatria kita di garis depan telah kelelahan menghadapi gempuran jutaan pasukan kekaisaran. Saya takut kalau kaisar tetap memutuskan untuk memulai perang lagi dan mengorbankan pasukan cadangan mereka, maka habislah kita," lapor Jendral tertinggi pasukan pemberontak siang itu.

Abner, pemimpin tertinggi negeri Republik Demokratik Domus hanya tersenyum mendengar penuturan sang jendral.

"Tak perlu cemas, Tristan. Kita akan meminta negara sekutu kita untuk meneror Kekaisaran dari belakang. Kaisar pasti akan berpikir dua kali untuk mengerahkan pasukan cadangan."

"Hal itu sudah saya pikirkan pak,"

"lalu"

"Saat ini negeri Liam juga angkat tangan, karena menghadapi perang melawan sekutu Kekaisaran Domus yaitu negri Siriyu. Negri Liam memang musuh besar Domus, tetapi tidak berani mengancam Domus saat ini karena sadar bahwa ia sendiri butuh konsentrasi untuk melawan musuh bebuyutannya itu. Mereka hanya bisa membantu kita untuk penyediaan senjata dan logistik untuk saat ini."

"Tapi kita butuh serangan pendukung dari mereka. Kini seluruh pantai diblokade oleh angkatan laut Kekaisaran Domus. Demikian juga udara, dimata-matai secara ketat oleh patroli angkatan udara kaisar yang tangguh. Bantuan itu tak ada faedahnya, malah dapat saja dimanfaatkan oleh angkatan laut kaisar untuk balik menghantam kita."

"Jika demikian, kita tidak ada jalan lain. Kita harus melawan kaisar dengan kekuatan kita sendiri."

Kemah pemantau milik kekaisaran, Lima minggu setelah pecah perang...

 "Sebagian besar kekuatan artileri pemberontak telah kita lumpuhkan, tetapi mereka belum mundur. Sementara itu kita telah kehilangan banyak prajurit, " lapor Franzin, jendral tertinggi pasukan kaisar pada Kaisar Wagsta di kemah pemantaunya saat itu.

"Apa yang kau pikirkan Jendral? Menyerah? Kita tidak mungkin akan menghentikan operasi ini begitu saja. Nyawa sejuta ksatria kita telah melayang sia-sia."

"Apakah perang mengerikan ini harus tetap diteruskan, meski kita harus mengorbankan sejuta prajurit lagi?" kata sang jendral lirih.

"Baginda, saya juga takut akan serangan dari Liam, sekutu Frogsta." Seorang marsekal menambahkan.

Kaisar menoleh kepada ajudannya yang betugas sebagai intel; "Bagaimana pendapatmu Hermutz?"

"Menurut informasi yang didapat oleh pihak mata-mata kita di Liam, negeri itu tidak akan menyerang kita. Mereka pun saat ini sedang terlibat dalam perang sengit melawan sekutu kita Siriyu. Kabarnya mereka hanya bersedia untuk mengerahkan bantuan logistik kepada para pemberontak."

Informasi itu bagai nyanyian di telinga kaisar. Ia tersenyum puas.

"Lakukan apa saja demi kemenangan kita, walau itu berarti seluruh prajurit kita menjadi timbunan tulang belulang. Ini takdir kita. Saatnya kita satukan kembali Frogsta!!!" tukas sang kaisar penuh semangat.

Kata-kata sang kaisar membuat sang jendral terpaku. Dengan wajah tegang dan tertunduk lemas, sang jendral berlutut hormat di hadapan manusia setengah dewa itu sambil menyahut: "Baik, tuanku yang agung. Sabdamu adalah perintah bagiku."

Jendral Franzin sangat menyadari kekuatan pertahanan pemberontak. Untuk menguasai bukit Lorenz, pengorbanan besar harus diderita pasukan kaisar. Walaupun berat dan melawan nuraninya, Jendral Franzin tak mampu melawan titah sang kaisar. 

Keputusan baru telah diambil. Kini pasukan cadangan harus dikerahkan. Perang kembali menggelora. Sekali lagi sejuta infantri kekaisaran merambah kawasan hutan gundul di sekitar bukit itu. 

Berkat pengorbanan jutaan prajurit sebelumnya, kini tank-tank mereka dengan leluasa bergerak dan menyasar posisi pemberontak. Begitu pun para infantri mampu bergerak dengan aman di belakang tank-tank yang melenggeng mulus menuju ke arah bukit.

Sementara itu, sumber daya kekuatan infantri maupun alutsista di pihak pemberontak tak bertambah. Secara perlahan, kekuatan artileri mereka pun berhasil digulung oleh serbuan tank-tank kaisar yang ganas. 

Walaupun kekuatan pemberontak masih begitu kuat untuk bertahan, namun posisi mereka mulai terdesak karena banyaknya kekuatan militer pemerintah yang seolah tak ada habisnya. Pasukan Kekaisaran telah merebut berbagai posisi di sekitar bukit itu dan hanya menyisakan jarak dua kilometer sebelum mencapai kaki bukit.

Melihat peluang untuk kembali bertahan sangat tipis kali ini, para komandan lapangan pemberontak meneriakkan perintah untuk mundur. Kesempatan ini digunakan sebaik-baiknya bagi pihak militer kaisar untuk mengambil alih bukit Lorenz.

Walau akhirnya berhasil merebut puncak bukit Lorenz, kerugian yang tidak sedikit juga dialami oleh pihak militer kaisar. Dua juta  dari empat juta infantrinya telah menemui ajalnya, hanya untuk mendesak sekitar setengah juta militan pemberontak berbaju abu-abu itu ke pedalaman. Sementara itu dari tiga ribu tank, pihak kekaisaran harus mengorbankan seribu di antaranya.

Walaupun memenangkan duel udara, dari seribu pesawat yang ada, pihak pemerintah telah kehilangan setengahnya. Hanya lima ratus yang selamat dari hantaman meriam antipesawat dan hantaman kekuatan udara pihak pemberontak.

Pihak pemberontak sendiri, dapat terpukul mundur setelah kehilangan 400.000 dari 900.000 tentara infantrinya.  Sementara itu tank yang hilang sebanyak 300 tank, dari 500 tank yang dimilikinya. Kekuatan udara pihak pemberontak telah lumpuh sama sekali. 300 pesawat yang dimiliki pihak pemberontak ditembak jatuh atau dilaporkan telah hilang.

Perang kini telah mencapai ambang perhentiannya. Kaum pemberontak mungkin memenangkan pertempuran, tetapi mereka telah kalah perang. Kemunduran pihak pemberontak akhirnya dilaporkan kepada sang Kaisar.

"Bantai saja mereka sampai habis. Pastikan bahwa negeri Frogsta kembali menjadi bagian Kekaisaran Domus yang mulia," ujar sang kaisar dengan nada angkuh siang itu di kemah pemantau, demi mendengar kabar gembira itu.

Kaisar tidak pernah menyadari betapa semua orang yang bertempur habis-habisan ini sudah begitu letih dengan semua idealismenya. Para prajurit yang kelelahan sudah begitu muak dengan bau amis darah. Mereka terluka oleh kengerian. Para staf militer kekaisaran juga sudah begitu letih meneruskan perang haus darah ini.

Sebulan setelah peperangan, bukit Lorenz dikuasai sepenuhnya. Bendera Kekaisaran Domus; hitam putih hitam,  dikibarkan di atas bukit.

Dengan dikuasainya bukit Lorenz, maka pasukan kekaisaran telah menghancurkan benteng terkuat kaum pemberontak, yang selama ini melindungi negeri Forgsta. Mereka kini dapat melanggeng masuk ke batas negeri pemberontak itu dan menguasai kota-kota serta desa-desa penting di Frogsta. 

Bahkan ibukota Forgsta: kota Lorenz, dapat direbut dengan mudahnya karena para anggota militer pemberontak telah mundur ke pedalaman, demi mencegah perang dalam kota. Secara de facto (secara faktual/dalam kenyataannya), negara Republik Demokratik Domus telah jatuh, namun secara de jure (Secara hukum/konstitusional), pemerintahan negara itu tetap ada, sampai presiden kaum pemberontak berhasil ditangkap dan digulingkan.

Hari itu bukit Lorenz kembali direbut di atas bangkai jutaan mayat dari kedua belah pihak. Namun para pemberontak masih bertahan dibalik kota-kota berkubu baja yang mereka bangun dengan bantuan negri Liam.

Untuk merayakan keberhasilannya yang gemilang, kaisar memerintahkan pihak militer untuk berparade memasuki kota Lorenz, ibukota Frogsta, yang terletak hanya sekitar seratus kilometer di sebelah Timur perbukitan itu. Infantri kekaisaran berbaris berderap dengan angkuhnya membelah jalan raya yang sepi dan membisu. 

Deru tank, panzer serta truk militer yang membawa roket dan rudal juga ikut serta dalam pawai kemenangan yang sepi penonton itu. Rakyat kota Lorenz telah mengungsi ke pedalaman. Sementara rakyat yang memutuskan untuk tetap tinggal, mengunci diri mereka dalam rumah dalam keadaan ketakutan. Mereka hanya mengintip pergerakan tentara kekaisaran lewat balik jendela rumah mereka yang terkunci rapat.

Kaisar yang tak dapat menyembunyikan kegembiraannya yang meluap-luap melangkah bersama beberapa pejabat memasuki istana negara Republik Demokratik Domus, yang sebelum perang sempat menjadi gedung gubernur provinsi Forgsta. Kini nampaknya fungsi gedung itu akan dikembalikan pada fungsi semula.

"Yang mulia. Saya khawatir bahwa perang yang kita lancarkan ini hanya akan membawa malapetaka bagi segenap negeri kita," tukas  Jenderal Franzin sambil tertunduk di hadapan kaisar.

"Apa yang kau kahwatirkan jenderal? Siang ini kita merebut kota Lorenz, apakah kamu masih sangsi dengan kekuatan tentara kita?"

"Sama sekali tidak yang mulia. Tentara kita telah berjuang dengan gagah berani. Ksatria-ksatria Domus telah melakukan aksi kepahlawanan yang tiada taranya di muka bumi ini. Hanya saja...," kata-kata sang jendral tertahan. Dengan segenap keberanian ia memandang wajah sang kaisar muda itu.

"Apa yang kau ragukan?" tanya sang kaisar.

"Kita telah melangkah terlalu jauh. Kita telah melangkahi kemanusiaan demi negara. Negara ada untuk manusia dan bukan sebaliknya. Saya takut, kita telah berlagak pongah dan angkuh melawan Tuhan. Saya takut dan merasa tak patut melawan mereka. Para prajurit yang kau sebut pemberontak itu saya sebut sebagai pejuang hak asasi. Sedangkan para prajurit yang berderap-derap yang kupimpin dengan seragam kebesaran Domus, ternyata hanyalah para budak ambisi imperialisme seorang tiran! Saya mohon, segera akhiri semua kengerian ini. Jangan lagi ada pertumpahan darah," kata sang jendral dengan suara bergetar. Sambil berani menuding sang kaisar, ia melanjutkan: "Kemenangan ini berharga sangat mahal. Aku tidak sudi untuk mengerahkan para prajurit lagi demi ambisimu!"

 Sang kaisar terkejut dan ia menggelapar dalam kemarahan. "Bedebah kau Franzin!" seru sang kaisar meluapkan amarahnya pada jendral senior itu. "Tarik dia keluar dan penjarakan dia!" perintah kaisar dalam kemarahannya.

Teriakan dan perintah sang kaisar membuat sang jendral diseret saat itu juga oleh para pengawal kaisar. Atas perintah kaisar, sang jendral dipenjara saat itu juga. Jendral Fanzin kemudian digantikan oleh jendral Rubix yang lebih penurut pada kemauan sang kaisar.

***

Beberapa hari selanjutnya, kaisar mengancam akan terus melakukan pembantaian jika pemimpin pemberontak, Presiden Abner tidak mau menyerahkan dirinya. Beberapa hari telah berlalu sejak bukit Lorenz direbut dan tidak ada tanda-tanda bahwa kaum pemberontak menyerah. Sebaliknya bukit Lorenz yang telah diduduki militer Kaisar diteror terus selama seminggu setelah penguasaan itu. Siang malam sering terdengar ledakan mortir dan serangan roket udara terhadap kemah-kemah pemantau di atas bukit itu.

Bukan saja pihak pemberontak tetap melakukan serangan bersifat sporadis, tetapi tempat tinggal sang pemimpin mereka, Presiden Abner masih dalam tanda tanya besar. Ia sendiri bukanlah seorang yang mudah ditaklukkan. 

Sebenarnya dahulu ia adalah pemimpin pasukan khusus tentara Domus yang ditugaskan di provinsi Frogsta. Awalnya dia ditugaskan untuk memimpin serangan dan penumpasan terhadap sebuah kelompok yang dituduh kaisar sebagai pemberontak namun akhirnya dia menyadari bahwa selama ini publik telah tertipu. 

Orang-orang yang disebut sebagai pemberontak itu ternyata adalah korban ketidakadilan sang Kaisar. Sejak ia menyadari hal itu, ia bergabung dengan kelompok pemberontak dan malah mengobarkan perlawanan menghadapi bekas kawan dan sahabatnya di ketentaraan.

***

Sementara itu di kemah tentara pemberontak...

"Lapor pak. Kota Lorenz telah jatuh ke tangan kaisar. Sang kaisar sendiri mengancam akan membantai seluruh masayarakat yang ia dapati dalam kota itu dan dalam desa-desa sekitar, jika tuan tidak segera menyerahkan diri. Saat ini, sudah sekitar seribu penduduk kota Lorenz yang disandera. Mereka umumnya terdiri dari Lansia dan para wanita yang menolak untuk mengungsi ke pedalaman. Sementara itu pasukan loreng cokelat hitam juga sedang menyisir desa-desa di sekitar kota untuk mendapatkan penduduk lainnya sebagai tawanan."

Laporan seorang kopralnya itu membuat Abner tercenung. Ia berdiri menghadapi para teman seperjuangan yang telah menemaninya selama bertahun-tahun itu.

"Jika nyawaku yang mampu memberikan keselamatan bagi rakyat kita di desa-desa tersebut, mengapa tidak? Aku rela mereka tangkap, asal saja rakyat kita selamat."

"Tidak Abner! Kau tidak boleh pergi! Kami tidak bisa bergerak tanpamu. Revolusi ini akan terhenti jika kau ditangkap. Apalagi, kita tidak bisa menjamin bahwa kaisar dapat sungguh-sungguh berpegang pada kata-katanya," seorang temannya segera mencegah Abner.

"Mousa, aku sungguh terpukau akan perjuangan kita selama ini. Seluruh Kekaisaran melihat apa yang kita perjuangkan. Kita sekarang telah terdesak. Tak ada gunanya lagi aku bersembunyi. Kekuatan kita semakin tergerus. Kita harus menerima kenyataan. Menurutku kita sudah harus menyerah sebelum darah yang tertumpah kian membanjir. Setidaknya kita telah berjuang demi kebenaran. Dunia telah melihat perjuangan kita."

Kata-kata Abner ini membuat seluruh punggawa yang menyertainya menundukkan kepala sambil berlinang air mata.

"Tapi, jangan bersedih! Aku selalu memikirkan hal yang terbaik untuk kita dan republik yang kita impikan. Aku tidak menyerah dengan konyol begitu saja. Sebaliknya, aku akan menunjukkan kepada kalian bahwa perjuangan yang sesungguhnya baru saja dimulai. Mungkin kita menyerah dalam perjuangan senjata, tetapi aku akan menunjukkan suatu perlawanan dahsyat yang sebelumnya tak mampu dilakukan dengan kekuatan senjata."

Dengan perkataan itu, Abner setuju bahwa ia akan menyerahkan dirinya sendiri, dengan syarat bahwa kekuatan militer sang kaisar mundur dari desa-desa yang dikuasainya. Kaisar begitu senang dan bersemangat sehingga langsung menuruti syarat itu. Tentara kaisar yang menunggu di istana akhirnya melihat sang buronan politik yang paling dicari dalam beberapa dekade itu ketika tengah hari tiba. Ia datang sambil mengangkat bendera putih di tangan kirinya, lengkap dengan pakaian abu-abu cokelat khas militer Frogsta.

Melihat itu para tentara kekaisaran bersorak. Dengan ditangkapnya Abner, secara resmi Negara Republik Demokratik Domus secara resmi bubar. Frogsta kembali ditetapkan sebagai bagian dari Kekaisaran Domus. Walaupun demikian, perlawanan masih dilakukan secara sporadis. Para punggawa pemberontak kaisar menyingkir ke pedalaman menghindari kejaran tentara kekaisaran.

***

Kaisar muda menyelenggarakan sebuah pesta di stadion nasional untuk merayakan perebutan kembali provinsi Frogsta yang kaya hasil alam itu. Memang usaha untuk merebut kembali Frogsta selalu kandas dilakukan oleh ayah dan kakek sang kaisar muda itu. Alasannya sederhana, mereka lebih memilih kehilangan provinsi kaya itu daripada harus mengorbankan jutaan nyawa prajurit. Tetapi apa yang diperbuat oleh kaisar muda ini memang berbeda. Ia adalah maniak kekuasaan kalau bukan seorang psikopat.

Satu juta penduduk dan undangan dari negara sahabat berkumpul di stadion nasional pada pesta yang diberi tajuk "pesta perayaan pembebasan Frogsta." Kaisar duduk di takhta kebesarannya dikelilingi oleh deretan ajudan dan tentara pengawal Kaisar. Sementara itu Abner, sang pemberontak dirantai dan digiring ke tengah lapangan, sambil bertelanjang dada. Badannya dipenuhi noda tanah dan lecut, menandakan bahwa pria berbadan kekar itu telah mengalami suatu penderaan keji.

Rakyat yang menonton mulai bersorak. Kaisar berdiri di hadapan rakyat sambil memegang microphone. Tangan kanannya diancungkan ke atas, memberi komando kepada rakyat untuk tenang. Setelah keadaan menjadi lebih tenang, Ia menyampaikan orasinya:

            "Wahai rakyatku, pada hari ini kita saksikan suatu tontonan yang bersejarah. Abner, sang pemberontak nomor satu, yang selama ini menghina kemuliaan negeri Domus, akhirnya berdiri dihadapan kalian semua sebagai seorang pesakitan. Kemenangan telah kita rebut. Tidak ada lagi keraguan.  Tak ada kekuatan yang sanggup menghentikan kita. Hidup Domus selamanyaaaaa!"

Orasi singkat itu ditanggapi dengan standing aplaus oleh seluruh kerumunan. Tetapi sebuah teriakan menggelegar membuat seisi stadion bungkam. Dengan segenap kekuatannya, Abner berpekik nyaring: "Warga Domus dengarkan aku!!!... Warga Domus dengarkan aku!!!..."

Sang kaisar merasa risih dengan tindakan tahanan politiknya itu. Ia memberi tanda kepada para prajuritnya untuk segera membungkam narapidana itu. Beberapa tentara maju sambil meninju dan memukulinya dengan tongkat. Tetapi ia tak bergeming sama sekali. Sebaliknya ia makin bersuara keras.

Menyaksikan hal itu, secara tiba-tiba para penonton berbalik menjadi simpatik padanya. Mereka mulai meneriakan dukungan kepadanya:

"Bicaraaaaaa!!! Bicaraaaaaa!!! Bicaraaaaaaa!!!

Melihat tanggapan  rakyat, sang kaisar tersenyum sinis.  Ia kembali mendekatkan bibirnya pada  tepi microphone. "Baik wargaku. Aku akan membiarkan bajingan ini berbicara sebelum ia kukirimkan ke alam baka."

Walaupun tak menganggap hal ini sebagai tindakan yang bagus, sang kaisar akhirnya memberi izin kepada musuh besarnya ini untuk berbicara. Ia memberi tanda kepada para pembantunya untuk undur dari sang tahanan yang terbelenggu itu dan memberinya sebuah microphone. Sang kaisar sendiri kembali duduk di takhtanya. Abner tetap berusaha berdiri tegak, menyapukan pandangannya ke sekelilingnya dan siap berbicara.

"Para warga Domus yang mulia. Jangan mengira bahwa aku adalah seorang anti kekaisaran. Sebaliknya, aku sama seperti kalian, bahkan aku adalah seorang pejuang sejati Kekaisaran Domus. Sepuluh tahun aku berada di tengah-tengah warga Frogsta sebagai seorang prajurit yang setia kepada kaisar, yang ditugaskan sebagai pemberantas pemberontak. Tetapi akhirnya aku sadar, bahwa kaum pemberontak itu sebenarnya adalah para pesakitan korban ambisi kaisar. Selama ini tanah mereka dirampas, dan mereka dijadikan budak di tanah sendiri demi memperkaya kaisar dan warga Kotaraja. Hingga saat ini, mereka adalah kaum termiskin di antara seluruh kalangan rakyat. Mereka berdemonstrasi meminta keadilan, tetapi selalu ditanggapi dengan kekerasan. Tidakkah masuk akal jikalau mereka memberontak untuk mempertahankan diri? Tidakkah adil jika mereka menuntut apa yang mereka mesti dapatkan?"

Mendengar itu sang kaisar berdiri dalam murkanya. Ia menyuruh para prajuritnya menyeret Abner keliling stadion dengan kereta kuda. Pemandangan itu sangat mengerikan. Setelah mengalami kekejian itu, Abner diikat pada sebuah tiang dan dicambuk dengan cambuk bersimpul besi di depan semua rakyat. Sekujur tubuhnya bersimbah darah.

Suara kesakitan dan derita yang terdengar pilu segera memenuhi stadion dengan kengerian. Rakyat yang menonton itu menjadi terbuka mata hatinya, menjadi tak simpatik lagi pada sang kaisar, dan balik bergemuruh dalam suara gerutu.

"Di depan kalian semua, aku akan menghabisi keparat ini, biar semua tahu bahwa melawan negara berarti kematian!"  Pekik sang kaisar.

Sebuah regu tembak yang terdiri dari delapan orang telah berdiri di depan Abner yang tengah diikat pada sebuah tiang. Ia tak nampak sebagai manusia lagi karena bersimbah darah dan debu.

"Dorrr!!!...dorrr!!!...dorrr!!!..."  Beberapa bunyi tembakan pecah. Peluru menembusi tubuh sang pesakitan. Darah segar mengucur memenuhi tanah stadion yang berumput hijau itu.

Melihat itu sang kaisar tertawa keras-keras. Tapi di luar dugaannya, tindakan itu sama sekali tidak direspon positif oleh rakyat. Mereka terhenyak, sibuk dengan pikiran mereka masing-masing.

***

            Abner telah mati sebagai martir bagi perjuangan kaumnya. Darahnya telah menjadi benih bagi perjuangan kaumnya. Berita kematian Abner mengejutkan seisi Kekaisaran dan dunia internasional. Kaisar sendiri tak menduga bahwa ia ditangisi bukan saja oleh para pejuang Frogsta, tetapi oleh seluruh kekaisaran dan simpatisannya di seluruh dunia. Di mana-mana timbul spanduk dan karangan bunga yang mendukung secara terang-terangan kepahlawanan Abner.

Sudah ratusan kali prajurit kekasiaran  bekerja ekstra keras untuk menurunkan berbagai spanduk dan karangan bunga dukungan kepada Abner serta memburu para simpatisannya. Hal ini tidak hanya terjadi di daerah-daerah pinggiran kekaisaran, tetapi justru terjadi juga di depan mata kaisar sendiri, di Kotaraja. Di mana-mana, di seluruh penjuru kekaisaran muncul gerakan untuk memperjuangkan keadilan dan konspirasi untuk menggulingkan kaisar. Di mana-mana tuntutan itu makin keras. Kaisar harus mundur! Itulah tuntutan segenap warga negeri.

Semakin keras Kaisar menindas para pembangkang, semakin deras juga perlawanan yang mengancam sang Kaisar. Hal ini membuat hidup pria yang paling berkuasa di Domus itu menjadi tidak tenang dan penuh dengan kecemasan. Ia bahkan berubah menjadi orang yang paranoid.

                                                                        ***

Balairung Istana, sebulan setelah kematian Abner...

"Lapor Baginda, Kotaraja sedang diserang dari berbagai penjuru. Gubernur dari dua-belas provinsi ingin bertemu anda sekarang juga.!"

"Apa? Siapa yang menyuruh dan mengatur mereka untuk menemuiku? Lalu di mana semua prajuritku? Apa yang meraka lakukan? Apa mereka tidur saja?" sergah sang kaisar dalam kepanikannya.

"Maaf baginda, militer juga sedang terbagi. Beberapa jendral sudah membelot. Baginda tidak punya pilihan lain selain menemui para guberunur dari dua belas-provinsi ini."

Kali ini sang kaisar hanya terdiam. Ia memandang ke kejahuan sana dengan tatapan keputusasaan. Baru kali ini ia melihat asap hitam mengepul dari dalam dinding Kotaraja, menandakan bahwa bahaya itu sudah sangat dekat, tepat di hadapan matanya sendiri.

Walaupun sempat menolak, sang Kaisar akhirnya tidak punya pilihan lain selain menemui dua-belas gubernur yang memanggilnya saat itu. Ia menemui para pemimpin provinsi itu dengan pengawalan ketat para prajurit pribadinya.

"Kami meminta anda untuk mundur dari jabatan anda sebagai kaisar!"  kata gubernur Kotaraja tanpa basa-basi.

"Bedebah. Kalian semua di sini adalah pengkhianat! Kalian semua saya pecat! Kalian semua akan saya bunuh!" seru sang kaisar panik.

"Coba saja kalau kau mau. Sekarang kau hanya berkuasa atas para pengawal pribadimu ini. Tapi ingat, kau tak memiliki kuasa apapun pada ratusan juta orang di luar sana, dan pada selaksa tentara yang sedang mengepung istana ini." Seorang gubernur lain melanjutkan dengan nada santai. Sepeleton tentara yang membelot datang dan mengurung kaisar beserta para pengawalnya. Mereka menodongkan senjatanya, siap menerjang dengan tembakan. Kaisar bertambah gugup. Wajahnya pucat pasi.

"Anda tidak punya pilihan lain. Kami memberi waktu sampai besok untuk mengemasi barang-barang anda. Karena sejak besok, kami akan mengangkat gubernur Frogsta sebagai pemimpin yang baru. Anda tidak memiliki hak untuk tinggal di negeri ini. Kalau anda menolak, maka kami akan menghukum anda di penjara seumur hidupmu," ujar salah seorang gubernur yang lain.

Kaisar segera menyadari bahwa kejatuhannya telah tiba. Ia memandang geram pada jajaran kedua-belas gubernur itu. Ia tak pernah menyangka bahwa kekuasaannya akan dilucuti dengan cara memalukan seperti ini. Akhirnya penguasa angkuh itu menyerah tanpa syarat dan digiring keluar istana. Karena tak mendapat tempat lagi dalam negeri Domus, ia mencari suaka kepada negara-negara tetangga. 

Sebagian besar negara lain menolak, kecuali negeri Siriyu yang dulu bersekutu dengan dia. Bagaimanapun, karena desakan rakyat di negara itu, mantan kaisar ini tidak mendapat perlakuan khusus dan malah dipenjarakan demi menghindari kekacauan publik. 

Di sana mantan kaisar itu hidup sampai masa tuanya, dalam keterbelengguan sebagai rakyar jelata yang menderita kekurangan. Ia menyaksikan dari jauh perkembangan negeri yang dulu ia pimpin, yang kini telah dipimpin oleh orang-orang yang dulu dicapnya sebagai pemberontak.

Negeri Domus berubah bentuk menjadi republik, dipimpin oleh teman seperjuangan Abner, Mousa si pemberani. Sejak saat itu, negeri itu memperoleh masa-masa keemasan, masa penuh kedamaian, suatu masa ketika keadilan, toleransi dan kebebasan bertumbuh secara beriringan. Kaum yang tertindas, yang memberontak itu kini memperoleh mimpi mereka. Semua itu dimulai dari kematian seorang martir bernama Abner.

                                                                                                            (Manado, Februari 2017).

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
  11. 11
  12. 12
  13. 13
  14. 14
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun