"Hal itu sudah saya pikirkan pak,"
"lalu"
"Saat ini negeri Liam juga angkat tangan, karena menghadapi perang melawan sekutu Kekaisaran Domus yaitu negri Siriyu. Negri Liam memang musuh besar Domus, tetapi tidak berani mengancam Domus saat ini karena sadar bahwa ia sendiri butuh konsentrasi untuk melawan musuh bebuyutannya itu. Mereka hanya bisa membantu kita untuk penyediaan senjata dan logistik untuk saat ini."
"Tapi kita butuh serangan pendukung dari mereka. Kini seluruh pantai diblokade oleh angkatan laut Kekaisaran Domus. Demikian juga udara, dimata-matai secara ketat oleh patroli angkatan udara kaisar yang tangguh. Bantuan itu tak ada faedahnya, malah dapat saja dimanfaatkan oleh angkatan laut kaisar untuk balik menghantam kita."
"Jika demikian, kita tidak ada jalan lain. Kita harus melawan kaisar dengan kekuatan kita sendiri."
Kemah pemantau milik kekaisaran, Lima minggu setelah pecah perang...
 "Sebagian besar kekuatan artileri pemberontak telah kita lumpuhkan, tetapi mereka belum mundur. Sementara itu kita telah kehilangan banyak prajurit, " lapor Franzin, jendral tertinggi pasukan kaisar pada Kaisar Wagsta di kemah pemantaunya saat itu.
"Apa yang kau pikirkan Jendral? Menyerah? Kita tidak mungkin akan menghentikan operasi ini begitu saja. Nyawa sejuta ksatria kita telah melayang sia-sia."
"Apakah perang mengerikan ini harus tetap diteruskan, meski kita harus mengorbankan sejuta prajurit lagi?" kata sang jendral lirih.
"Baginda, saya juga takut akan serangan dari Liam, sekutu Frogsta." Seorang marsekal menambahkan.
Kaisar menoleh kepada ajudannya yang betugas sebagai intel; "Bagaimana pendapatmu Hermutz?"