Hujan peluru saling serang antara meriam-meriam ini akhirnya berhenti satu jam kemudian. Serangan meriam anti serangan udara milik pemberontak hanya mampu mencegah agar jangan sampai semua peluru meriam raksasa milik tentara pemerintah itu jatuh ke atas tanah bukit Lorenz.
Hasilnya, tak satu pun meriam raksasa itu yang hancur sementara hampir setengah bunker pertahanan utama milik tentara pemberontak di lereng bukit Lorenz luluh lantah. Bagaimanapun, setengah bunker lainnya masih bertahan berkat pertahanan dari meriam anti serangan udara itu. Dengan demikian, basis kekuatan tentara pemberontak masih bercokol di lereng-lereng bukit itu, walau kekuatannya mulai melemah.
Merasa penasaran, para jenderal kaisar mengerahkan kekuatan infantrinya untuk menyisir perbukitan. Sebanyak tiga juta infantri berbaju loreng hijau cokelat itu pun merangsek memasuki hutan sekitar bukit, dipandu dan didukung pula oleh serangan jet-jet yang meraung-raung di angkasa. Di pihak seberang, pasukan berbaju abu-abu milik para pemberontak juga bergerak mengisi parit parit pertahanan yang melingkari sisi Barat bukit.
Kaisar tidak main-main. Kali ini ia mempertaruhkan seluruh kekuatan kekaisaran untuk mendapatkan kembali bekas provinsi yang paling kaya itu. Perang darat yang dahsyat tak terhindarkan. Didukung oleh tank-tank andalannya, tentara kaisar merangsek memasuki hutan yang lebat. Mereka menembakkan peluru dari moncong tank-tank itu secara membabibuta. Dengan segera pepohonan yang berbaris rimbun luluh rata dengan tanah.
Dari arah berlawanan, berbagai tembakan mortir dan senapan mesin bermunculan bagai panah api yang mendesing menghantam ribuan tank kaisar yang mulai mendaki bukit. Namun gerak maju tentara kekaisaran tidak mudah. Tentara pemberontak juga melengkapi pertahanan mereka dengan hadirnya tank-tank yang jauh lebih superior walau jumlahnya lebih sedikit.
Desingan jutaan peluru tak terhindarkan ketika kedua kekuatan ini berhadap-hadapan secara frontal. Tentara kaisar yang tidak terbiasa dengan medan tempur yang lebat mencoba maju dan menembak apa saja yang bergerak, sementara pasukan pemberontak menyasar satu per satu tentara kaisar yang seakan berjalan tanpa arah itu. Hasilnya banyak tentara pemerintah yang tertangkap dan tertembak. Sementara itu, arah tembakan tentara pemberontak tetap tak bisa ditebak secara pasti.
Menjelang siang, Langit Frogsta menjadi merah. Pertempuran dahsyat di udara tak terelakkan. Ratusan pesawat tempur dari kedua belah pihak bertemu di udara. Pesawat-pesawat tempur dengan warna loreng hitam putih hitam milik kekaisaran bertemu dengan pesawat berwarna abu-abu milik pihak pemberontak. Bola api dari moncong senapan pesawat kedua belah pihak saling mendesing. Mereka meraung berputar-putar sambil saling menyambar.
Para pilot udara kekaisaran yang telah terbiasa mengendarai burung perang itu dengan mudahnya menyapu skuadron pesawat milik pemberontak. Mereka berhasil ditepuk bagai lalat yang dihantam elang. Skuadron udara pemberontak masih terlalu lemah untuk menghadang burung-burung perang milik sang kaisar. Walaupun demikian, seperenam kekuatan udara kaisar berhasil dihancurkan oleh para pemberontak yang masih pemula itu.
Walaupun menang di udara dan berhasil mendukung serangan darat dengan mengebom posisi-posisi pemberontak, pihak militer kaisar mengalami kesulitan untuk mendesak para pemberontak  untuk mundur dan menyerahkan diri.
Sebaliknya banyak sekali tank andalan pihak kekaisaran yang hancur lebur dalam baku hantam dengan tank-tank milik pemberontak yang bermanuver lebih cepat dan lebih baik dalam membidik lawan. Tank pemerintah umumnya adalah tank "Macan-tutul" dengan garis tengah laras meriam berukuran 12 sentimeter. Kecepatannya hanya mencapai 78 Km/jam.Â
Sementara itu, tank pemberontak yang diberi nama "Cakrabirawa" memiliki garis tengah laras meriam berukuran 15 sentimeter, serta kecepatan mencapai 120 Km/jam. Dengan kemampuan ini, dibutuhkan lima tank Macan-tutul sekaligus untuk membungkam satu tank Cakrabirawa saja.Â