"Gimana sih? Kalo kayak gini kapan kita bisa patungan beli bola?!"
Serentak sahutan-sahutan lain bak dengungan suara lebah mengantup.
"Iya, Man. Payah lo!"
"Ga asyik ah!"
"Huu...maennye aje lo mau, Man. Giliran patungan, ogah!"
Tepat menyengat hati Aman. Bocah sembilan tahunan itu tersengguk. Hatinya remuk.
Jika bapaknya memang benar tukang batu, seperti cerita Emak, ia ingin agar Bapak sendiri yang memperbaiki hatinya saat ini. Tapi ia anak yatim. Setidaknya itu kata Emak. Itu yang bikin hatinya kian berkeping-keping.
Berlarilah Aman membawa serpihan hatinya yang rontok. Berlari, berlari hingga hilang pedih peri...
***
Di kamar sebuah rumah megah.
"Ning, sedang apa? Sibuk ya?"