Lukman mengerang, "Ya ampuuun..!"
Apa yang terjadi kemudian seperti mimpi buruk. Mayat-mayat hidup itu berubah ganas. Mendesis seperti kucing yang marah, lantas menyerbu dengan gerakan gesit. Tak lagi terhuyung-huyung seperti sebelumnya.
"Tembak!" seru Aryo spontan.
Keempat gerilyawan itu beraksi. Senapan Owen di tangan mereka menyalak keras, memuntahkan rentetan peluru. Mayat-mayat itu bertumbangan kena tembakan. Tapi bangkit lagi.
"Mundur!" teriak Aryo. "Masuk ke pesawat itu!"
Sambil berlari, dia melemparkan granat ke arah mayat-mayat hidup yang mengejar. Ledakan yang ditimbulkan memberi waktu bagi mereka untuk menyusup masuk ke dalam pesawat.
Mereka sekarang berada dalam sebuah ruangan berbentuk segi-empat yang remang-remang. Cahaya kehijauan berpendar dari permukaan dinding. Cahaya itu temaram dan berdenyut. Seperti hidup.
Aryo buru-buru memperhatikan sekeliling. "Kita harus mencari sesuatu untuk mencegah mereka masuk."
"Tidak perlu," kata Dyah. "Lihat!"
Aryo menoleh. Entah bagaimana, pintu masuk tadi sudah tertutup rapat. Tak ada celah sama-sekali.
Dan itu suatu keberuntungan. Karena sebentar kemudian terdengar pintu itu digedor-gedor. Tapi nampaknya pintu itu cukup kuat menahan serbuan dari luar.