Sambil berkata demikian, Dyah tiba-tiba berkelebat. Bergerak dengan kegesitan yang sama dengan makhluk raksasa tadi. Pistol di tangan Lukman ditepis dengan mudahnya. Dan dalam satu gerakan, kakinya menendang ke depan.
Lukman terdorong ke tepi lubang. Tubuhnya terkatung-katung mau jatuh. Tapi sebelum benar-benar jatuh, Dyah sempat memegang bagian depan bajunya.
Lelaki itu tergantung miring di tepi lubang. Hanya tertahan oleh pegangan tangan perempuan di hadapannya. Kedua orang itu saling berpandangan tanpa berkata-kata.
"Aku hanya setuju dengan salah satu perkataanmu," Dyah memecah keheningan. "Pengkhianat harus dihukum mati."
Gadis itu pun melepaskan pegangannya.
Disertai jerit ketakutan, Lukman jatuh ke dalam lubang. Mayat-mayat hidup di bawah menyambutnya dengan desis suka-cita. Hanya sekejab saja tubuhnya sudah tercabik-cabik oleh mereka.
Dyah tak membuang waktu lagi. Dia memainkan papan kendali untuk terakhir kalinya. Dua hal segera terjadi sekaligus. Pesawat itu mulai membumbung dan salah satu jendela kokpit itu terbuka.
Tanpa ragu Dyah melompat keluar jendela. Membiarkan tubuhnya meluncur sepanjang dinding luar pesawat yang melandai ke bawah. Sampai akhirnya menjejak tanah. Tepat di tepi kawah.
Gadis itu tidak berhenti. Terus berlari. Sekencang mungkin. Sementara pesawat antariksa di belakangnya terus membumbung. Semakin tinggi. Dan terus meninggi.
Persis ketika Dyah sudah menyuruk di balik satu beringin yang tumbang, pesawat itu meledak. Menjelma menjadi supernova yang menyilaukan. Langit malam seolah menjelma siang bolong selama beberapa saat.
Sebelum kegelapan kembali berkuasa.