Aryo melepaskan rangkulannya. Dia berbaring terlentang dengan nafas tersengal. Luka-lukanya sudah parah. Tapi dia tersenyum menatap Diah yang menitikkan air mata.
"Aku...sudah menyelamatkan...dua wanita yang kucintai," kata lelaki itu dengan susah payah. "Kuharap...cukup....menebus pengkhianatanku."
Dyah mengecup kening Aryo. Dan lelaki itu pun menghembuskan nafas terakhirnya.
Lukman melangkah mendekat. Canggung. "Uh..aku harus mengakui bajingan ini berani sekali. Kutarik semua serapahku tadi. Aku pasti sudah mampus kalau dia tidak....ada apa lagi ini?"
Cahaya kehijauan yang berpendar dari sekujur dinding ruangan tiba-tiba padam. Seolah kematian makhluk raksasa tadi juga mematikan sumber cahayanya.
"Bahaya!" desis Dyah.
Dan memang demikian. Pintu keluar yang semula tertutup tadi mendadak terbuka. Mayat-mayat hidup yang semula di luar sekarang menyerbu masuk. Beberapa di antaranya sudah tidak utuh. Hanya tersisa tubuh bagian atas. Merayap-rayap dengan kegesitan yang mencengangkan.
Sejenak mereka mengacuhkan Dyah maupun Lukman. Semua lebih tertarik pada tiga mayat yang ada. Seperti kawanan piranha kelaparan, mereka merobek-robek ketiga mayat itu dengan gigi dan jari.
Dyah menarik tangan Lukman. "Ikuti aku!"
Lukman kaget. "Ke mana?"
Tak ada waktu menjelaskan. Dyah berlari ke seberang ruangan. Ternyata ada pintu di sana. Dyah menggesernya dengan mudah. "Masuk, cepat!"