"Tidak ada yang pernah melihat kapal terbang seperti ini," Lukman mengkoreksi.
Dyah tiba-tiba berkata, "Kita harus masuk ke pesawat itu sekarang!"
Aryo menggeleng. "Terlalu berbahaya. Kurasa lebih baik..."
"Kurasa kita tidak punya pilihan!"
Ada sesuatu dalam nada bicara Dyah yang membuat Aryo cepat-cepat menoleh padanya. Gadis itu sedang menatap ke belakang mereka. Matanya terbelalak. Seperti melihat hantu. Atau sesuatu yang lebih buruk.
Aryo berpaling - dan nafasnya tersentak.
Mayat-mayat serdadu itu bangkit. Satu demi satu. Gerakannya lambat dan terhuyung-huyung. Mungkin akan nampak lucu, jika tubuh mereka tidak setengah hancur.
Para gerilyawan itu terkesiap. Menahan nafas. Tapi mayat-mayat hidup itu seperti tidak melihat kehadiran mereka. Semuanya hanya terhuyung-huyung tak tentu arah.
Sampai kemudian terjadi sesuatu yang konyol. Dengan polos, Tedjo bertanya, "Kok orang mati masih bisa jalan-jalan sih?"
"Ssst...diam!" tukas Lukman.
Terlambat. Mendengar suara Tedjo, mayat-mayat itu serempak menoleh ke arah para gerilyawan. Seolah baru menyadari keberadaan mereka.