Mohon tunggu...
Nirwana
Nirwana Mohon Tunggu... Psikolog - Pelajar/ mahasiswa

Nama:Nirwana Hobi: membaca buku

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Hambatan Guru Berlatar Pendidikan Non Bimbingan Konseling sebagai Pelaksana Program Bimbingan dan Konseling di Sekolah Dasar

26 Juni 2024   12:02 Diperbarui: 26 Juni 2024   12:16 108
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Abstrak

Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan: 1) Pelaksanaan program bimbingan dan konseling di sekolah dasar; 2)

Hambatan guru berlatar belakang pendidikan non bimbingan konseling sebagai pelaksana program bimbingan dan

konseling di sekolah dasar; 3) Solusi guru berlatar pendidikan non bimbingan konseling dalam melaksanakan program

bimbingan dan konseling di sekolah dasar. Jenis penelitian ini adalah penelitian kualitatif dengan desain deskriptif. Teknik

pengumpulan yang digunakan adalah wawancara, observasi, dan dokumentasi serta validitas data dilakukan dengan

triangulasi sumber dan teknik. Hasil penelitian ini adalah: 1) Pelaksanaan program bimbingan dan konseling dilaksanakan

oleh guru kelas dalam bimbingan pribadi, karier, dan belajar; 2) Hambatan yang dialami guru kelas lulusan non bimbingan

konseling adalah belum mampu menguasai kompetensi profesional, pengalaman yang masih kurang, pemberian layanan

kepada peserta didik masih secara instan tidak menggunakan mekanisme yang sesuai, serta program bimbingan konseling

yang belum terstruktur dan terorganisir; 3) Solusi yang didapatkan dari guru kelas lulusan non bimbingan konseling adalah

harus diberikan pembelakan kompetensi-kompetensi yang harus dimiliki sebagai seorang pelaksana program bimbingan

konseling dari tenaga ahli profesional, selalu berkomunikasi dengan orang tua untuk bekerja sama terkait perkembangan

dan masalah anak, serta kemampuan guru kelas yang masih kurang akan bertambah dari hasil pengalaman yang dilalui.

Kata Kunci: bimbingan konseling, hambatan guru, pelaksana program

Abstract

This research aims to describe: 1) Implementation of the guidance and counseling program at elementary school; 2) Nonguidance and counseling educational teacher's barriers in implementing guidance and counseling programs at elementary

school; 3) Solutions for non-guidance and counseling education teachers in implementing the guidance and counseling

program at elementary school. This research types is qualitative with descriptive design. The collection techniques used

are documentation, observation, interview and the data's validity is done by triangulation of sources and techniques. The

results of this study are: 1) Guidance and counseling program implemetation's done by classroom teachers in personal,

career, and study guidance; 2) Obstacles experienced by non-counseling graduate teachers are unable to master

professional competence, lack of experience, instant service delivery to students does not using appropriate mechanisms,

and counseling guidance programs are not structured and organized; 3) The solution is that they must be given defense of

the competencies that must be possessed as an executor of the counseling guidance program from professional experts,

always communicate with parents regarding to the development and problems of children, and the lack ability of the

teachers will increase from the results of the experience they passed.

Keywords: counseling guidance, teacher barriers, program implementers

PENDAHULUAN

Menurut keberadaan seorang konselor di dalam tatanan sistem pendidikan sama-sama memiliki

pekerjaan yang sama halnya dengan fasilitator, instruktur, tutor, widyaiswara, pamong belajar, konselor,

dosen, guru, maupun istilah lainnya yang atur dalam Undang-Undang Republik Indonesia Tentang Sistem

Pendidikan Nasional No. 20 Tahun 2003 Pasal 1 Ayat 6. Pada dasarnya seorang guru pada bidang bimbingan

dan konseling adalah guru yang memiliki kemahiran serta kompetensi khusus yang tidak dimiliki guru lain.

Menjadi guru bimbingan dan konseling sudah pasti harus mahir dalam beberapa kemampuan dasar tahapan

belajar serta pengaplikasian aktivitas pendukung, metode, serta pendekatan dalam layanan konseling

(Nurrahmi, 46:2015). Keahlian professional konselor mencakup kapabilitas tingkah laku profesi, kapabilitas

keterampilan/keahlian, serta kapabilitas pengetahuan. Sesuai dengan pernyataan Permendiknas No. 27 tahun

2008 bisa ditarik kesimpulan bahwa seseorang yang berprofesi sebagai konselor wajib mempunyai 4 (empat)

kemampuan yakni, kompetensi pedagogik, professional, sosial, serta kepribadian pada saat melakukan proses

bimbingan dan konseling. Pada lingkup konseling terdapat 2 individu yang terlibat yaitu konselor dan konseli.

Kesenjangan yang terjadi adalah kegiatan pelaksanaan program layanan konseling maupun bimbingan

di sekolah dasar belumlah ditangani oleh tenaga profesional lulusan pendidikan bimbingan dan konseling.

Kemudian Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia juga belum memberikan peraturan

yang berisi kewajiban setiap sekolah dasar harus ditangani oleh tenaga profesional lulusan Sarjana Pendidikan

(S-1) dari jurusan Bimbingan dan Konseling dalam pelayanan program terkait. Hal ini dijelaskan pada

Permendiknas Nomor 111 Tahun 2014 Pasal 11 Ayat 1, dimana konselor pada peranan yang tidak mempunyai

kapabilitas dari segi akademis (S1) di jurusan bimbingan serta konseling serta kemampuan konselor, dengan

berkala akan dimaksimalkan kemampuannya seturut dengan kebijakan undang-undang. Maka dari itu

pemberian bimbingan konseling di SD yang masih ditangani oleh guru kelas akan menjadi tidak optimal

terutama dalam kompetensi profesional, apabila mengacu pada Permendiknas Nomor 111 Tahun 2014 Pasal

11 Ayat 1 dapat disimpulkan bahwa guru kelas yang memberikan pelayanan program bimbingan konseling

akan mendapatkan kompetensi secara bertahap dari pengalaman selama menjadi guru kelas dan menjadi guru

bimbingan dan konseling di sekolah dasar.

Permasalahan yang terjadi pada tenaga pendidik berlatar belakang lulusan non bimbingan konseling

adalah rendahnya wawasan pengetahuan yang tidak dibekali sewaktu menempuh pendidikan. Sehingga ketika

pendidik berlatar belakang non bimbingan konseling tersebut membantu memecahkan masalah dari konseli

hasilnya tidak akan maksimal, bahkan tidak jarang ditemukan saat membantu memecahkan masalah pendidik

tersebut mengalami kesulitan dan tidak menemukan karakteristik sebagai seorang konselor. Menurut

(Sapriandi 2018) Perbuatan itu tidak menggambarkan individu seorang guru bimbingan konseling dimana ciri

khas dirinya tidak maksimal yang bisa memunculkan masalah baru seperti kurangnya minat siswa dalam

menggunakan atau memanfaatkan fasilitas layanan bimbingan konseling tersebut. Pemerintah mengeluarkan

peraturan dan kebijakan dan perlu untuk menyediakan konselor untuk sekolah dasar dan membantu dengan

fasilitas yang dibutuhkan dalam melangsungkan pembinaan sekolah serta layanan dari konselor (Fathoni

2021).

Kemampuan yang wajib individu konselor miliki yakni kemampuan professional serta akademis yang

menjadi sebuah kesatuan. Kemampuan akademis akan menjadi sebuah acuan ilmiah dari tujuan

dilaksanakannya layanan professional konseling serta bimbingan tersebut. Kemampuan akademis tersebut

dibagi menjadi 4 (empat) bagian, yaitu: 1) Pengembangan professionalitas serta kepribadian pembimbing

dengan berkesinambungan, 2) Penyelenggaraan layanan bimbingan serta konseling yang membuat mandiri, 3)

Penguasaan dasar serta rangka teoritis bimbingan serta konseling, serta 4) Pemahaman yang menyeluruh atas

individu yang dibimbing 

Menurut (Zuchdi. 3: 2014) menyatakan, tingkatan pendidikan di Indonesia memiliki 3 (tiga) kategori

utama yakni informal, nonformal, serta formal dan tingkatan yakni anak usia dini, dasar, menengah, serta

tinggi yang meliputi yang meliputi pendidikan dasar (SD dan SMP) dan pendidikan menengah (SMA dan

SMK). Namun dari 4 (empat) jenjang tersebut hal yang paling banyak menemui kendala atau masalah dalam

bidang bimbingan dan konseling terdapat di tahap sekolah dasar (SD/MI). Hal tersebut bisa terjadi

dikarenakan bimbingan dan konseling yang dilakukan pada jenjang tersebut dilakukan oleh guru mata

pelajaran atau guru pamong. Pada jenjang sekolah dasar masih banyak bidang bimbingan yang tidak diatasi

atau dikelola oleh tenaga lulusan murni dari pendidikan bimbingan dan konseling.

Pada saat ini, banyak penelitian tentang "Perbandingan Kompetensi Kepribadian Guru Bk Antara

Lulusan Pendidikan Bimbingan Konseling dengan Non Bimbingan Konseling", Studi Riska Amelia dan Abu

Bakar (2018) menjelaskan, dimana penanggungjawab Bimbingan dan Konseling (BK) yang mempunyai latar

belakang lulusan jurusan BK memiliki keunggulan pada kemampuan sikap dan perilaku daripada pembimbing

bimbingan konseling yang latar belakang Lulusan Pendidikan Non Bimbingan Konseling. Dari hasil tersebut,

ada beberapa permasalahan yaitu diidentifikasi bahwsanya SDN di daerah itu tidak mempunyai pembimbing

khusus dalam mendukung wali kelas untuk mengatasi persoalan murid-murid.

Pada saat ini, banyak penelitian tentang "Tata laksana pelayanan BK Oleh Guru Kelas Di Sekolah

Dasar Negeri Kecamatan Pecalungan Kabupaten Batang", Penelitian Pranoto (2015) menjelaskan, guru kelas

sebaiknya senantiasa mengoptimalkan mutu tata laksana pelayanan Bimbingan dan Konselng (BK) untuk

murid-murid yang dibimbingnya dengan memaksimalkan kemampuan diri melalui metode memperkaya

wawasan tentang tata laksana BK di SD. Dari hasil tersebut, ada beberapa permasalahan yaitu bagaimana guru

lulusan non bimbingan konseling yang tidak memiliki kompetensi khusus dalam menghadapi masalahmasalah siswa sehari-hari.

Kebaruan dari penelitian ini yaitu untuk memperluas dan mengkolaborasikan dengan studi yang sudah

dilangsungkan terdahulu. Pada studi terdahulu lebih mengarah terhadap aspek pelayanan, namun penelitian ini

mengarah pada aspek hambatan yang dialami oleh guru lulusan non bimbingan konseling dan penelitian yang

sebelumnya mengarah pada jenjang pendidikan yang luas, namun penelitian ini hanya tertuju pada jenjang

Sekolah Dasar (SD).

Dari banyaknya sekolah dasar yang tidak memiliki tenaga pendidik dari lulusan pendidikan bimbingan

konseling (non Bimbingan Konseling) memberikan efek yang kurang maksimal pada saat memberikan

masukan kepada konseli sebagai individu yang membutuhkan perkaitan berkaitan dengan persoala yang

dialami serta memerlukan pertolongan dari konselor dalam menyelesaikannya. Maka cara alternatif yang bisa

dilaksanakan yakni melalui metode meningkatkan kompetensi dari guru tersebut dan menempatkan tenaga

profesional berlatar pendidikan bimbingan konseling agar dapat memberikan pelayanan bantuan dengan

maksimal.

METODE PENELITIAN

Studi ini memanfaatkan metode kualitatif. Sugiyono (9:2017) menyatakan, studi kualitatif merupakan

metode riset yang didasaro oleh konsep postpositivisme, dimanfaatkan dalam penelitian untuk keadaan objek

alami dimana penulis adalah selaku komponen utama. Metode perolehan data dilaksanakan dengan

gabungan/triangulasi, sementara analisa data memiliki sifat kualitatif/induktif, dimana hasil penelitian

kualitatif lebih mengutamakan arti dari pada asumsi. Desian studi yang dimanfaatkan yakni studi kasus.

Pendekatan kualitatif diharapkan bisa memberikan hasil penjelasan menyeluruh mengenai tingkah laku,

tulisan, maupun ucapan yang bisa ditinjau dari seseorang, komunitas, penduduk, hingga instansi tertentu.

Peneliti mengedepankan pencatatan dengan penjelasan yang menyeluruh, dalam, serta lengkap untuk

mengilustrasikan kondisi yang sesungguhnya demi memperkuat data yang ditampilkan (Nugrahani, 96:2014).

Lokasi riset ini di SDN 01 Dersono yang berlokasi di Dusun Dlisen, Desa Dersono, Kecamatan

Pringkuku, Kabupaten Pacitan, Jawa Timur. Sasaran penetian ini tertuju kepada kepala sekolah, guru kelas

bawah dan kelas atas, serta peserta didik SDN 01 Dersono. Metode perolehan yang dimanfaatkan yakni

dokumentasi, observasi, wawancara, dan analisis data yang dilaksanakan yaitu perolehan informasi, reduksi

informasi, penyajian informasi serta pengambilan simpulan. Keabsahan data yang memanfaatkan triangulasi

metode serta sumber. Kemudian untuk metode analisa data adalah mengumpulkan data, penyajian data,

reduksi data, serta pengambilan kesimpulan (verifikasi).

HASIL DAN PEMBAHASAN

Kehadiran konselor pada tatanan edukasi nasional disebut-sebut menjadi contoh alasan yang sejalan

dengan mutu pengajar, yang setara dengan persyaratan dosen, guru, instruktur, fasilitator, widyaiswara, tutor,

serta pamong belajar pada Undang-Undang nomor 20 Pasal 1 Ayat 6 Tahun 2003. Tetapi terdapat berbagai

tantangan yang konselor hadapi saat memberikan pelayanan BK (Nurrahmi, 2015). Pada dasarnya di sekolah

dasar, guru bukan hanya sebagai pengajar tetapi juga menjadi seorang konselor. Hasil pengamatan yang

diperoleh dari dokumentasi, observasi, maupun wawancara. Hasil penelitian diperoleh dari wawancara dengan

kepala sekolah, satu guru kelas atas, dan satu guru kelas bawah.

Pelaksanaan program Bimbingan dan Konseling (BK) di Sekolah Dasar

1. Guru lulusan non bimbingan konseling sebagai pelaksana program BK

Pada dasarnya, semua sekolahan dasar di Indonesia mayoritas yang melakukan program BK adalah wali

kelas yang sudah pasti bukan tenaga ahli profesional lulusan bimbingan konseling. Berdasarkan pada hasil

observasi, wawancara serta dokumentasi di SDN 01 Dersono, guru kelas selain menjadi pendidik juga turut

adil sebagai pelaksana dalam pemberian pelayanan BK bagi murid-murid di sekolah terkait. Hal itu

dikarenakan belum adanya guru murni lulusan bimbingan konseling. Pengajar yang juga berperan menjadi

guru BK itu mengatakan belum pernah menempuh pendidikan mengenai tata laksana program bimbingan

dan konseling, maka dari itu akan berdampak atas kualitas pelayanan BK (Batubara & Ariani 2018).

2. Bidang pelayanan yang diberi guru lulusan non Bimbingan Konseling (BK) untuk murid-murid

Menurut penelitian Nasution & Abdillah (65:2018) dan Handaka & Maulana (229:2017) menyatakan,

bahwa bidang layanan BK mencakup 4 macam layanan, yakni: bidang bimbingan konseling pribadi, bidang

bimbingan konseling sosial, bidang bimbingan konseling belajar, serta bidang bimbingan konseling karier.

Dari hasil wawancara yang diperoleh dari satu pendidik kelas atas, satu pendidik kelas bawah, dan kepala

sekolah, empat macam bidang layanan tersebut semuanya diberikan kepada peserta didik, yaitu: 1) Bidang

layanan pribadi yang bertujuan untuk menekankan pada pendidikan karakter dan kedisiplinan masingmasing peserta didik, 2) Bidang layanan sosial yang bertujuan untuk menekankan pembekalan kehidupan

bersosial yang sehat dan positif, sehingga anak memiliki bekal untuk mampu memilih kehidupan sosial yang

baik, 3) Bidang layanan belajar yang bertujuan untuk mendukung murid-murid supaya meraih pertumbuhan

yang pesat dalam perkembangan kognitif, agar tidak memberikan hambatan untuk tumbuh kembang siswa

untuk mencapai sebuah tujuan pendidikan dari materi yang diberikan, dan 4) Bidang layanan karier yang

bertujuan guna mendukung pertumbuhan pengertian serta penerimaan atas individu pribadi dalam

menumbuhkan kesadaran akan dampak dari perbuatan, jadi anak dibiasakan untuk memikiran dengan baik

atas keputusan yang diambil. Contohnya seperti menentukan jenjang pendidikan setelah lulus dari sekolah

dasar, menentukan cita-cita, dan lain-lain

Hambatan guru dengan latar belakang edukasi non Bimbingan Konseling (BK) sebagai pelaksana
program BK di Sekolah Dasar
1. Program BK belum terstruktur serta terprogram
Dalam tahap program BK di SD Negeri 01 Dersono yang dilakukan oleh wali kelas (lulusan non
bimbingan konseling), diperoleh hasil bahwa pelaksanaan program tersebut kurang terprogram, terstruktur,
dan belum optimal. Sejalan dengan penelitian dari Amala & Kaltsum (2021) menyatakan bahwa, guru kelas
tidak melakukan tanggung jawabnya secara maksimal sebab banyaknya pekerjaan wali kelas serta
kurangnya durasi dalam tindak lanjut atas masalah siswa. Sedangkan menurut Djehaut (88:2013)
menyatakan, bahwa jenis program yang harus dibuat oleh guru bimbingan konseling yaitu ada lima macam,
dari kelima program tersebut saling terkait atau terikat, yaitu: 1) Program per hari, 2) Program per minggu,
3) Program per bulan, 4) Program per semester, dan 5) Program per tahun. Sejalan dengan penelitian
Penelitian Agustin, Setiyadi, dan Puspita (2020) menyatakan, sebaiknya segera ditindak lanjuti dalam
merancang program program BK yang tepat untuk murid SD.
2. Mekanisme pemberian layanan BK belum mumpuni
Dalam sebuah pelaksanaan kegiatan pasti akan menggunakan mekanisme kegiatan agar tujuan yang
direncakan dan diinginkan akan dapat tercapai. Dalam pelaksanaan bimbingan dan konseling juga ada
mekanisme pelaksanaan kegiatan. Menurut Saring Marsudi (102-1172018) dan Murfiah D. Wulandari
(2018) menyatakan, bahwa tata laksana dilangsungkannya program BK mencakup enam macam, yaitu:
analisa keperluan, perancangan, tata laksana, penilaian, pelaporan, serta penindaklanjutan. Akan tetapi, hasil
pengamatan yang diperoleh menyimpulkan bahwasanya wali kelas lulusan non bimbingan konseling tidak
menggunakan mekanisme yang tepat saat memberikan pelayanan kepada peserta didik, melainkan hanya
menggunakan cara instan saja. Hal tersebut dikarenakan minimnya pengalaman yang dimiliki.
3. Kompetensi yang wali kelas lulusan non bimbingan konseling miliki masih kurang
Kompetensi yang wali kelas lulusan non bimbingan konseling miliki masih kurang. Kembali lagi bahwa
guru kelas bukanlah tenaga profesional atau guru yang murni lulus dari pendidikan bimbingan konseling.
Berdsarkan hasil wawancara dua guru kelas atas dan bawah disekolah tersebut, kurangnya kompetensi yang
dimiliki dikarenakan tidak adanya pembekalan sewaktu pendidikan dan beliau juga mengakui bahwa
dulunya hanya lulusan dari Sekolah Pendidikan Guru (SPG), kecuali kepala sekolah. Sekolah Pendidikan
Guru (SPG) adalah sekolah menengah kejuruan yang melatih calon guru untuk memenuhi kebutuhan guru di
sekolah yang didirikan baik oleh pemerintah maupun yayasan. Kemudian kompetensi yang wajib dimiliki
oleh tenaga ahli bimbingan konseling adalah aspek tingkah laku profesi, aspek keterampilan/kemahiran,
aspek ilmu pengetahuan (Nurrahmi, 46:2015).
Solusi guru berlatar pendidikan non bimbingan konseling dalam melaksanakan program BK di
Sekolah Dasar
1. Membenahi pelaksanaan program BK secara terstruktur dan terprogram
Solusi pertama yang menjadi solusi adalah dengan membenahi manajemen tata laksana layanan BK
dengan terstruktur serta terprogram. Penjelasannya adalah walaupun tata laksana program BK di SDN 01
Dersono masih dilakukan oleh wali kelas lulusan non bimbingan konseling, setidaknya program ini
mendapatkan perhatian khusus dengan cara membuat program-program per hari, per minggu, per bulan, per
semester, hingga per tahun. Agar perencanaan pemberian layanan BK bisa terjadwal serta terstruktur dengan
baik sejalan dengan hal yang diperlukan oleh murid-murid. Selain itu, walaupun telah membuat program
kegiatan serta mampu memanajemen dengan baik seharusnya tetap ada evaluasi kegiatan agar
mengidentifikasi efektivitas pelayanan dari pelaksanaanya, mengidentifikasi efektivitas pelayanan dari hasil,
dan mengetahui program tersebut memberikan hasil yang menjanjikan atau tidak ada perbedaan. Hal
tersebut sejalan dengan opini (Wihyanti, Subiyantoro, dan Fadhilah et al (2019) yang menjelaskan. bahwasanya program pelayanan BK haruslah terstruktur dan berurutan agar tata laksananya berlangsung

dengan sesuai dan teratur.

2. Menggunakan mekanisme yang benar pada pengadaan program BK

Berikutnya yakni dengan menggunakan mekanisme yang benar dalam memberikan bimbingan kepada

peserta didik. Mekanisme yang semestinya yaitu menganalisis keperluan, perancangan, tata laksana,

penilaian, pelaporan, serta penindaklanjutan. Dengan kekurangan yang ada, setidaknya jika melakukan

program sesuai dengan teori yang ada maka bisa mempermudah menemukan jalan keluar dari persoalan

yang dialami oleh murid. Agar pemberian program BK kepada murid-murid bisa mewujudkan target serta

fungsi bimbingan konseling yang semestinya. Hal tersebut sejalan dengan pendapat dari Ngalimun

(140:2014) menyatakan, bahwa layanan BK mengharapkan agar instansi pengelola dapat mengusahakan

pencapaian keefektivan serta keefisienan target yang sudah ditentukan.

3. Meningkatkan kompetensi guru lulusan non bimbingan konseling

Sebagai salah satu cara peningkatan kompetensi guru kelas (lulusan non bimbingan konseling) yaitu,

dengan mengikuti pelatihan, workshop, penelitian, dan lain-lain. Menurut penelitian Finishia (2020)

menyatakan, diadakan pelatihan bagi guru kelas yang mengikuti pelatihan untuk melaksanakan program BK

di SD dan memiliki sertifikat guna memaksimalkan keterampilan menghadapi permasalahan siswa. Dengan

tujuan, guru mampu memiliki pengalaman dan komptensi dari hasil ikut serta dalam kegiatan tersebut.

Sesuai dengan pendapat Widodo (2019) menjelaskan bahwasanya layanan BK adalah aspek kesatuan dengan

edukasi, selaku sistem pendukung dalam membantu siswa mencapai keberhasilan belajarnya di sekolah,

menyelesaikan perkembangan, serta mempersiapkan masa depan dan kariernya sehingga para peserta didik

bisa mencapai keberhasilan hidup yang bermakna.

4. Bekerjasama serta melakukan komunikasi dengan orang tua murid

Menurut Djehaut (2013) menyatakan, bahwa program BK merupakan subsistem edukasi (Guidance as

a sub system of education) yang memiliki kaitan satu sama lain serta berlangsung simultan dalam

mewujudkan target edukasi yang lebih menyeluruh. Dalam pelaksanaanya guru tidak hanya melaksanakan

tugas sendiri, melainkan melibatkan pihak lain. Contohnya di sekolah, kepala sekolah juga menyatakan

bahwa beliau juga turut serta membatu guru kelas memberikan pelayanan bimbingan konseling kepada

peserta didik. Kemudian agar bimbingan lebih efektif, maka bimbingan tidak hanya dilakukan di lingkup

sekolah saja, saat di rumah mereka juga harus mendapat bimbingan dari masalah yang sedang dialami

melalui bantuan dan peranan aktif dari orangtua atau perwakilan murid. Pada hal ini guru kelas wajib

senantiasa melakukan komunikasi serta koordinasi dengan wali dari peserta didik, berkonsultasi atas

masalah yang dialami, dan saling bertukar pendapat agar masalah terselesaikan.

KESIMPULAN

Menurut hasil penjabaran mengenai hambatan guru berlatar pendidikan non bimbingan konseling

sebagai pelaksana program BK di Sekolah Dasar Negeri 01 Dersono, dapat ditarik kesimpulan bahwa masih

perlu diperhatikan dan direncanakan dengan dengan baik agar program BK mampu memberikan hasil yang

optimal untuk pelaksanaan program tersebut dan juga untuk peserta didik. Dari bermacam rintangan serta

permasalahan yang dialami guru kelas lulusan non bimbingan konseling saat memberikan layanan BK, seperti

bimbingan konseling yang belum terstruktur serta terprogram, mekanisme pelaksanaan program BK kepada

peserta didik yang belum mumpuni, dan kompetensi yang dimiliki guru belum mumpuni dapat diselesaikan

dengan meningkatkan kompetensi guru, merencanakan program dengan matang, serta selalu berkoordinasi

melalui bantuan orang tua. Selain itu guru yang berlatar belakang lulusan non bimbingan konseling

melakukan kerja sama untuk menyukseskan program bimbingan konseling di Sekolah Dasar Negeri 01

Dersono. Solusi lainnya adalah dengan mengadakan sosialisasi dengan tenaga ahli untuk menambahkan 

pengalaman, pembekalan, dan kemampuan kepada guru kelas lulusan non bimbingan konseling. Dengan

tujuan akhir guna mewujudkan target pendidikan serta target program BK yang telah direncanakan.

DAFTAR PUSTAKA

Agustin, M., Setiyadi, R., & Puspita, R. D. (2020). Burnout Profile of Elementary School Teacher Education

Students (Estes): Factors and Implication of Guidance and Counseling Services. PrimaryEdu - Journal

of Primary Education, 4(1), 38. https://doi.org/10.22460/pej.v4i1.1640

Amala, A. K., & Kaltsum, H. U. (2021). Peran Guru sebagai Pelaksana Layanan Bimbingan dan Konseling

dalam Menanamkan Kedisiplinan Bagi Peserta Didik di Sekolah Dasar. Jurnal Basicedu, 5(6), 5213--

5220. https://doi.org/https://doi.org/10.31004/basicedu.v5i6.1579

Djehaut, S. H. (2013). Pengantar Bimbingan Konseling di Sekolah Dasar (Asnawan (ed.); Cetakan II).

Absolute Media.

Fathoni, A., Muhibbin, A., Arifin, Z., Habiby, W. N., & Ismail, M. E. (2021). Implementation of guidance and

counselling services to Muhammadiyah elementary schools, Surakarta, provincial central Java,

Indonesia.

Kasetsart Journal of Social Sciences,

42(1), 177--184.

https://doi.org/10.34044/j.kjss.2021.42.1.28

Finishia, F. T., Hidayah, N., & Rahman, D. H. (2020). The Urgency of Guidance and Counseling at the

Elementary School. Advances in Social Science, Education and Humanities Research, 501(Icet), 162--

166. https://doi.org/10.2991/assehr.k.201204.028

Hamdan Husein Batubara, D. N. A. (2018). Penyelenggaraan Bimbingan dan Konseling di Sekolah Dasar.

Jurnal Bimbingan Dan Konseling Sekolah Dasar,

3(April 2018), 447--452.

https://doi.org/10.17977/jptpp.v3i4.10744

Henni Syafriana Nasution, A. (2018). Bimbingan Dan Konseling. Konsep,Teori, dan Aplikasinya (M. Dr.

Rahmat Hidayat (ed.)). Lembaga Peduli Pengembangan Pendidikan Indonesia (LPPPI).

Irvan Budhi Handaka, C. M. (2017). Peran Guru Bimbingan dan Konseling dalam Implementasi Gerakan

Literasi Nasional. Prosiding Seminar Bimbingan Dan Konseling, 1, 227--237. https://doi.org/Tersedia

Online di http://pasca.um.ac.id/conferences/index.php/snbk ISSN 2579-9908

Murfiah D. Wulandari, S. M. (2018). Layanan Konseling SD (Cetakan I). Surakarta Muhammadiyah

University Press.

Ngalimun. (2014). Bimbingan Konseling di SD/MI Suatu Pendekatan Proses (Juairiah (ed.)). CV. Aswaja

Pressindo.

Nugrahani, F. (2014). Metode Penelitian Kualitatif dalam Penelitian Pendidikan Bahasa (Vol. 1, Issue 1).

Nurrahmi, H. (2015). Kompetensi Profesional Guru Bimbingan dan Konseling. Jurnal Dakwah Alhikmah, 45--

55.

Pranoto, W. H. (2015). Pelaksanaan Layanan Bimbingan Dan Konseling Oleh Guru Kelas Di Sekolah Dasar

Negeri Kecamatan Pecalungan Kabupaten Batang. Universitas Negeri Semarang.

http://lib.unnes.ac.id/21724/1/1401411583-s.pdf

Riska Amelia, Abu Bakar, F. (2018). Perbandingan Kompetensi Kepribadian Guru Bk Antara Lulusan

Pendidikan Bimbingan Konseling dengan Non Bimbingan Konseling (Suatu Penelitian di SMA Negeri

Kota Banda Aceh). (JIMBK) Jurnal Ilmiah Mahasiswa Bimbingan Dan Konseling), 3(April), 105--112.

http://www.jim.unsyiah.ac.id/pbk/article/view/3594

Sapriandi, Amri, A., & Nurdin, S. (2018). Kesulitan yang Dihadapi Guru BK Berlatar Pendidikan Non BK

dalam Menangani Masalah Siswa. (JIMBK) Jurnal Ilmiah Mahasiswa Bimbingan Dan Konseling, 3, 8--

15. http://www.jim.unsyiah.ac.id/pbk/article/view/361

HALAMAN :
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun