Berdasarkan ketentuan SE-132/PJ/2010, Faktur Pajak yang tidak sah sebagai berikut:
- Faktur Pajak yang tidak berdasarkan transaksi sebenarnya.
- Faktur Pajak yang diterbitkan oleh Pengusaha yang belum dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak (PKP).
- Faktur pajak yang terbitkan oleh WP yang alamatnya tidak diketahui atau tidak dikenal.
- Faktur pajak yang diterbitkan oleh WP yang mengunakan nama.
- NPWP dan NPPKP memiliki orang pribadi atau badan lainya.
2.1.9 Perkreditan Pajak Masukan
Dalam menentukan besarnya Pajak Pertambahan Nilai yang terutang dalam satu masa pajak, perlu diperhatikan Pajak Masukannya terlebih dahulu Berdasarkan Pasal 1 ayat (24) UU PPN, Pajak Masukan adalah Pajak Pertambahan Nilai yang seharusnya sudah dibayar oleh Pengusahan Kena Pajak karena perolehan Barang Kena Pajak dan atau penerimaan Jasa Kena Pajak dan atau pemanfaatan Jasa Kena Pajak dari luar Daerah Pabean dan atau impor Barang Kena Pajak.
Mekanisme pengkreditan Pajak Masukan menurut UU Pajak Pertambahan Nilai (PPN) No. 42 Tahun 2009 adalah sebagai berikut:
2.1.9.1 Prinsip Pengkreditan Pajak Masukan
Pajak Masukan dalam satu masa pajak dikreditkan dengan Pajak Keluaran untuk masa pajak yang sama (Pasal 9 ayat 2 ).
Dalam hal belum ada Pajak Keluaran dalam suatu masa pajak, maka pajak masukan tetap dapat dikreditkan (Pasal 9 ayat 2a).
Apabila dalam suatu masa pajak, jumlah Pajak Keluaran lebih besar daripada jumlah pajak masukan, maka selisihnya merupakan Pajak Pertambahan Nilai yang wajib dibayar oleh Pengusaha Kena Pajak (pasal 9 ayat 3).
Apabila dalam suatu masa pajak, jumlah Pajak Masukan lebih besar daripada jumlah Pajak Keluaran, maka selisihnya merupakan kelebihan Pajak Masukan yang dapat diminta kembali atau dikompensasikan ke masa pajak berikutnya (Pasal 9 ayat 4).
Pajak Masukan yang dapat dikreditkan adalah Pajak Masukan untuk perolehan Barang Kena Pajak dan atau Jasa Kena Pajak yang berhubungan langsung dengan kegiatan usaha melakukan penyerahan Barang Kena Pajak (Pasal 9 ayat 5 jo ayat 8 huruf b).
- Meskipun berhubungan langsung dengan kegiatan usaha menghasilkan penyerahan Kena Pajak, dalam hal-hal tertentu tidak kemungkinan Pajak Masukan tersebut tidak dapat dikreditkan (Pasal 9 ayat (8) dan Pasal 16 b ayat (3)).
Pengkreditan Pajak Masukan terdiri atas (Gustian, 2020):