Mohon tunggu...
Dara Ginanti
Dara Ginanti Mohon Tunggu... Jurnalis - Sampoerna University - The University of Arizona

A Beginner in Writing

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

Naskah Drama "Mentari Warna-Warni"

3 November 2017   07:19 Diperbarui: 16 Juli 2020   19:56 82509
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Simbok Uti        : Neng Mentari! (Suara terisak.)

Mentari              : Akan ku suruh dia berhenti melacur, mbok. Akan ku suruh dia pulang! (Terdengar suara langkah kaki)

Simbok Uti        : Jangan neng, lingkungan tempat nyonya tinggal itu jauh dan keras, jangan pergi!

Mentari              : Mentari bisa pergi sendiri, mbok. Sudah biar, lepaskan Mentari untuk pergi ke sana! (Suara sedikit marah dan depresi, lalu terdengar lagi suara langkah kaki.)

Simbok Uti        : Tapi neng! Neng! Neng Mentari! (Suara keras memanggil.)

Setelah rekaman suara selesai diputar, lampu menyala. Lampu menyorot ke arah panggung sebelah kanan dengan sebuah kursi panjang tersusun tegak. Saat lampu menyala, Lulay sedang duduk di kursi panjang dengan pakaian ketat dan rok mini berbicara dengan genit di telepon. Mentari masuk ke panggung, dia menengok ke sekeliling mencari sesuatu masih dengan seragam SMAnya

"Iya mas, iya jadi itu biaya per malam, bukan per jam. Oh iya, saya bisa dijemput di Kalijodo. Ahh... Tapi malam ini saya sudah ada pelanggan. Kalo untuk Minggu malam saya belum ada kencan (Mentari mulai masuk panggung), saya bisa bekerja untuk Minggu malam. Biayanya tunai dibayar malam itu juga setelah kencan. Iya... Iya mas... Pasti..."

Mentari mendengar pembicaraan Lulay di telepon, dia berhenti berjalan. Wajahnya mulai sedih lagi. Suara teriak Mentari terdengar keras saat monolog Lulay selesai.

Mentari           : Ibu! (Lari kearah Lulay sambil meneteskan air mata lalu melempar telepon genggam yang sedang dibawa ibunya.)

Lulay Ardianti            : Mentari, apa yang kamu lakukan di sini?

Mentari           : Ibu, kenapa ibu masih melakukan pekerjaan ini? Hentikan, bu!

HALAMAN :
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun