Nama: Muhammad Naufal Alfauzi
Nim: 212111333
Prodi: Hukum Ekonomi Syariah (6B)
Identitas Buku
Judul Buku: ASURANSI SYARIAH TINJAUAN ASAS-ASAS HUKUM ISLAM
Penulis: Kuat Ismanto, S.H.I., M.Ag.
Tahun Terbit: 2009
Penerbit: Pustaka Pelajar
Kota Terbit: Yogyakarta
ISBN: 978-602-8300-85-8
BAB 1 PENDAHULUANÂ
PengembanganHukum Mu'amalah Islam KontemporerÂ
Joseph Schaht membuat suatu pengamatan bahwa hukum Islam adalah ikhtisar pemikiran Islam, manifestai paling tipikal dari cara hidup muslim, seta merupakan inti dari saripati Islam itu sendiri. Dalam kehidupan kontemporer sekarang hukum Islam semakin memiliki arti penting terutama dengan lahirnya ekonomi, perbankan, dan asuransi yang sangat erat dengan muamalatÂ
Problematika dan Perkembangan Pemikiran AsuransiÂ
Asuransi masih menjadi perdebatan ulama bila dilihat dalam sudut pandang hukum Islam. Mengingat masalah asuransi ini sudah memasyarakat di Indonesia dan diper kirakan ummat Islam banyak terlibat di dalamnya, maka permasalahan tersebut perlu juga ditinjau dari sudut pandang hukum Islam. Di kalangan ummat Islam ada anggapan bahwa asuransi itu tidak Islami. Orang yang melakukan asuransi sama halnya dengan orang yang mengingkari rahmat Allah. Allah-lah yang menentukan segala segalanya dan mem berikan rezeki kepada makhluk-Nya. Beberapa perbedaan pendapat tentang asuransi yaitu:Â
1. Asuransi itu haram dalam segala macam bentuknyaÂ
2. Asuransi konvensional dibolehkan karena tidak ada larangan dalam Al-Qur'an dan As-SunnahÂ
3. Asuransi yang bersifat sosial dibolehkan dan yang bersifat komersial diharamkan
BAB 2 KONSEP ASURANSI KONVENSIONALÂ
Pada bab 2 ini terdapat 3 sub materi yang dijelaskan yaituÂ
1. pengertianÂ
2. resikoÂ
3. jenis, bentuk, dan sifatÂ
Tentang pengertian buku ini menjelaskan setidaknya ada tiga aliran pemikiran tentang asuransi yang pertama aliran transfer. Aliran ini memandang asuransi sebagai alat pemindahan resiko murni dari tertanggung kepada penanggung. Aliran kedua merupakan aliran yang digagas oleh Profesor Maher dan Cammack, dalam aliran ini lebih dipusatkan pada aspek teknik, Dalam aliran kedua ini asuransi dianggap sebagai sarana untuk mengurangi resiko, yang mana kerugian individual itu secara kolektif mampu diperkirakan dan dipikul merata pada mereka semua yang bergabung. Ketiga, dipelopori oleh professor Willet yang mencoba menggabungkn dua aliran sebelumnya. Dalam aliran ini asuransi didefinisikan sebagai alat sosial untuk menghimpun dana, sehingga dana tersebut digunakan untuk menanggulangi kerugian yang tidak bisa dipastikan, akibat dari pemindahan resiko dari banyaknya individu kepada seseorang. Asuransi tidak dapat dipisahkan oleh resiko, hal ini sejalan denga napa yang dikemukakan oleh S.S Huebner Cs yang mengatakan "risk is traditionally refered to as the raw material of insurance." Syarat resiko yang dapat dijadikan objek asuransiÂ
1. Economically Feasibility of Losses Artinya kerugian sesorang tersebut memiliki potensi yang cukup besar, tetapi probabilitasnya tidak tinggi.Â
2. Diterminability of Losses Probabilitas kerugian dapat dihitungkan, Tingkat premi asuransi itu didasarkan atas ramalan tentang masa depanÂ
3. Accidentality of Losses Tertanggung tidak boleh memiliki control atau pengaruh terhadap kehendak yang akan diasuransikanÂ
4. Mass and Homogenity Objek asuransi harus ada dalam jumlah besar.Â
5. Non-Catastropic Risk Tidak ada bencana besar yang akan memusnahkan semua objek asuransi. Dengan kata lain kerugian itu tidak terjadi pada Sebagian besar atau seluruh tertanggung
Pada bab III pasal 3 UU NO 2 Th 1992 dijelaskan tentang jenis-jenis bidang usaha perasuransian:Â
a. Asuransi KerugianÂ
b. Asuransi JiwaÂ
c. Re-AsuransiÂ
Bentuk-bentuk asuransi konvensional secara garis besar, dapat dibedakan sebagai berikut:Â
a. Asuransi timbal balikÂ
b. Asuransi ganti kerugianÂ
c. Asuransi sejumlah uangÂ
d. Asuransi premiÂ
e. Asuransi saling menanggungÂ
f. Asuransi wajib Â
Asuransi sesuai dengan definisi, pengaturan, dan bentuknya memiliki beberapa sifat sebagai berikut:Â
a. Sifat persetujuanÂ
b. Sifat timbal balikÂ
c. Sifat konsensuilÂ
d. Sifat Perusahaan asuransiÂ
e. Sifat perkumpulanÂ
f. Sifat untung-untunganÂ
g. Sifat berat sebelahÂ
h. Perjanjian asuransi pada dasarnya adalah suatu perjanjian penggantian kerugianÂ
i. Perjanjian asuransi adalah perjanjian bersyarat
BAB 3 KONSEP ASURANSI SYARIAHÂ
Asal Mula Asurani SyariahÂ
Asuransi ialah jaminan yang diberikan oleh penganggung terhadap pihak tertanggung untuk risiko kerugian seperti yang tertulis dalam polis, dengan tertanggung membayar premi sebanyak yang telah ditentukan kepada penanggung setiap bulan. Ada beberapa istilah yang disepadankan dengan kegiatan asuransi oleh para ulamaÂ
a. Al-Aqila Saling memikul atau bertanggung jawab untuk keluarganya. Jika salah seorang dari anggota suatu suku terbunuh oleh anggota suku yang lain, maka pewaris korban akan dibayar dengan uang darah (diyat) sebagai kompensasi oleh saudara terdekat dari pembunuh.Â
b. At-Tanahud Ibarat makanan yang dikumpulkan dari para safar yang dicampur menjadi satu kemudian makanan itu dibagikan pada mereka dengan porsi yang berbeda-bedaÂ
c. Aqd Al-hirasah Kontrak pengawal keselamatan, seorang individu membayar seseorang untuk menjaga keselamatannyaÂ
d. Dhiman Khatr Thariq Merupakan kontrak jaminan keselamatan lalu lintas, pada masa lampau pedagang muslim menyewa orang yang kuat dan berani untuk menjaga mereka selama perjalanannya Â
Makna AsuransiÂ
Dalam bahasa Arab, asuransi disebut At-ta'min yang berasal dari kata amana yang memiliki arti perlindungan, ketenangan, rasa aman, dan bebas dari rasa takut, Asuransi syariah adalah usaha saling melindungi dan tolong menolong diantara sejumlah orang atau pihak melalui investasi dalam bentuk asset atau tabarru' yang memberikan pola pengembalian utuk menghadapi resiko tertentu melalui akad yang sesuai dengan syariah.Â
Perbedaan Pendapat UlamaÂ
1. Pendapat yang mengharamkan, alasannya:Â
a. Asuransi sama dengan judiÂ
b. Asuransi mengandung unsur tidak pastiÂ
c. Asurnasi mengandung unsur riba d. Asuransi mengandung unsur pemerasanÂ
e. Premi-premi yang sudah dibayar akan diputar dalam praktik ribaÂ
2. Pendapat yang membolehkan, alasannya:Â
a. Tidak ada larangan tentang asuransi dalam Al-Qur'anÂ
b. Ada kesepakatan dan kerelaan antara dua pihakÂ
c. Saling menguntungkan kedua belah pihakÂ
d. Asuransi dapat menanggulangi kepentingan umumÂ
e. Asuransi termasuk akad mudharabahÂ
3. Pendapat yang membolehkan asuransi sosial dan melarang asuransi komersialÂ
a. Asuransi Islam berdiri atas dasar kerja sama dan tolong menolong dalam kebaikan dan takwaÂ
b. Asuransi komersial berdiri atas dasar keuntungan bagi PerusahaanÂ
c. Asuransi Islam membagikan keuntungan kepada nasabah sesuai dengan kadar sahamÂ
d. Akad asuransi komersial mengandung unsur penipuan dan ketidaktahuanÂ
e. Perusahaan Asuransi Islam menginvestasikan kelebihan harta berdasarkan bentuk/sistem investasi dalam Islam
Mudharabah Sebagai Kerangka Kerja Asuransi SyariahÂ
Secara teknis mudharabah didefinisikan sebagai akad kerja sama antara dua pihak Dimana pihak pertama (shohibul mal) menyediakan 100% modal sedangkan pihak lainnya menjadi pengelola (mudharib). Apabila usahanya memperoleh keuntungan maka keuntungan dibagi antara shahibul mal dan mudharib dengan presentase nisbah atau resiko yang sudah disepakayti sejak awal perjanjian kontrakÂ
Akad Takafuli dan Tabarru' dalam Asuransi Syaria'ahÂ
Takaful adalah perjanjian sekelompok orang yang disebut partisipan yang secara timbal balik saling menjamin antara satu dengan lainnya. Dalam muamalah takaful diartikan sebagai saling memikul resiko di antara sesama peserta sehingga antara satu dengan lainnya menjadi penanggung atas dasar saling menolong dalam kebaikan dan ketakwaan. Akad tabbaru merupakan bentuk transaksi atau perjanjian kontrak yang bersifat nirlaba sehingga tidak boleh digunakan untuk tujuan komersial atau bisnis tapi semata-mata untuk tujuan tolong menolong dalam rangka kebaikan. Implementasi akad takafuli dan tabbaru dalam sistem asuransi syariah direalisasikan dalam bentuk pembagian setoran premi menjadi dua. Untuk produk yang mengandung unsur Tabungan maka premi yang dibayar akan dibagi ke rekening dana peserta dan rekening dana tabbaru. Sedangkan untuk produk yang tidak mengandung unsur Tabungan premi yang dibayar seluruhnya masuk ke rekening tabbaru.Â
BAB 4 ASAS-ASAS HUKUM ASURANSIÂ
Principle of Insurable Interest (Kepentingan yang Diasuransikan)Â
Orang yang membeli polis asuransi harus mempunyai kepentingan terhadap kelangsungan barang, orang atau hak yang diasuransikan. Seseorang dikatakan memiliki kepentingan atas objek yang diasuransikan apabila ia mengalami kerugian uang jika terjadi sesuatu terhadap objek yang diasuransikan itu. Kepentingan-kepentingan tersebut dapat ditandai dengan adanya hubungan hak milik hubungan kreditur dwbitur, hubungan perwalian, hubungan suami istri, hubungan orang tua anak, hubungan kastodi, dsb Pasal 250 KUHD mengatur bahwa kepentingan itu harus ada pada saat perjanjian asuransi ditutup. Apabila syarat tersebut tidak pernah dipenuhi, maka penanggung akan bebas dari kewajibannya untuk membayar ganti rugi Pasal 250 juga mensyaratkan bahwa kepetingan harus ada saat perjanjian diadakan, dengan alasan bahwa kepentingan merupakan syarat untuk sahnya perjanjian dan harus dipenuhi pada saat terjadinya perjanjian. Sederhananya dapat dipahami bahwa kepentingan yang dapat diasuransikan, pada saat ditutupnya perjanjian asuransi, secara yuridis dan secara riil belum ada atau elekat pada tertanggung tetapi sudah dapat dideteksi lebih awal tentang adanya kemungkinan keterlibatan seseorang terhadap kerugian ekonomi yang dapat dideritanya karena suatu peristiwa yang belum pastiÂ
Principle of Utmost Good Faith (Kejujuran Sempurna)Â
Dari prinsip ini dinyatakan bahwa tertanggung wajib mengonfirmasikan kepada penanggung mengenai suatu fakta dan hal pokok yang diketahuinya, serta hal-hal yang berkaitan dengan resiko terhadap pertanggungan yang dilakukan. Asas kejujuran ini pada dasarnya merupakan asas bagi setiap perjanjian, sehingga harus dipenuhi oleh para pihak yang mengadakan perjanjian. Principle of Indemnity (Indemnitas) Dari prinsip ini dapat dipahami bahwa pertanggungan bertujuan untuk memberikan penggantian atas kerugian. Penggantian tersebut tidak boleh melebihi kerugian rill tertanggung sehingga ia diuntungkan. Menurut Sri Rejeki Hartono bahwa asas indemnitas adalah suatu asas utama dalam perjanjian asuransi, karena indemnitas merupakan asas yang mendasari menkanisma kerja dan memberi arah tujuandari perjanjian asuransi.Â
Principle of Subrogation (Subrogasi)Â
Menurut Mehr dan Cammack bahwa prinsip subrogas adalah penanggung membayar kerugian terhadap suatu barang yang dipertanggungkan, berarti telah menggantikan tertanggung dalam segala hak yang diperolehnya. Pada umumnya seseorang yang menyebabkan kerugian bertanggung jawab atas kerugian itu. Dalam hubungannya dalam asuransi, pihak penanggung mengambil alih hak untuk menagih ganti rugi kepada pihak yang telah menyebabkan kerugian setelah penanggung melunasi kewajibannya kepada tertanggung.Â
Prinsip Contribution (Kontribusi) dan Proximate Cause (Kausa Proxima)Â
Prinsip kontribusi berarti bahwa apabila kami telah membayar penuh ganti rugi yang menjadi hak anda, maka kami berhak menuntut Perusahaan yang terlibat suatu pertanggungan untuk membayar bagian kerugian masingh-masing yang besarnya sebanding dengan jumlah pertanggungan yang ditutupnya Kausa proksima, melalui kausa ini akan dapat diketahui apakah penyebab terjadinya musibah atau kecelakaan tersebut dijamin dalam mondisi pois asuransi atau tidak. Prinsip yang digunakan untuk mencari penyebab kerugian yang aktif dan efisien adalah Unbroken Chain Of Events yaitu suatu rangkaian mata rantai peristiwa yang tidak terputus. Â
BAB 5 PRINSIP-PRINSIP HUKUM MUAMALAHÂ
Pelapisan Norma-Norma Hukum IslamÂ
Penjenjangan norma norma hukum islam itu dibuat menjadi tiga lapis yaitu pertama norma-norma dasar, norma - norma abstrak yang merupakan nilai-nilai dasar dalam hukum islam. Yang kedua norma-norma tengah yang terletak antara sekaligus menjembatani nilai dasar dengan peraturan hukum konkert. Ketiga peraturan hukum konkertÂ
Prinsip-Prinsip Hukum IslamÂ
Prinsip hukum IslamÂ
1. Mengesakan Tuhan (tauhid), semua manusia dikumpulkan dibawah panji-panji atau ketetapan yang sama La Ilaha IllallahÂ
2. Manusia berhubungan langsung dengan Allah, tanpa meniadakan perantara antara manusia dengan TuhanÂ
3. Persamaan (musawah) diantara umat manusia persamaan antara sesama umat IslamÂ
Konsep Perjanjian dalam Hukum Mu'amalah IslamÂ
Perjanjian adalah sarana hukum terpenting yang dikembangkan untuk menjamin keamanan ekonomi dan kestabilan masyarakat. Seperti halnya dalam hukum Barat akad dalam hukum Islam merupakan sumber paling penting bagi perikatan. Kaidah fiqh menyatakan pada dasarnya akad itu adalah kesepakatan dua pihak dan akibat hukumnya adalah yang mereka ikatkan diri mereka melalui kontrakÂ
Cacat Kehendak Dalam Hukum Perjanjian IslamÂ
Cacat kehendak dalam hukum perjanjian Islam Wahbah az-Zuhaili dan as-Sanhuri membagi cacat kehendak menjadi empat macam yaitu paksaan, kesalahan, curang, dan penipuan.
BAB 6 ETIKA BISNIS (MUAMALAH) DALAM ISLAMÂ
Prinsip Kesatuan/TauhidÂ
Prinsip Tauhid adalah dasar utama setiap bentuk bangunan yang ada dalam syariat IsIam. Dari konsep ini Islam menawarkan keterpaduan, agama ekonomi, dan sosial demi membentuk kesatuan.Â
Prinsip KebolehanÂ
Segala bentuk kegiatan muamalah adalah dibolehkan kecuali ada ketentuan lain yang menentukan sebaliknya. Prinsip ini berkaitan dengan kehalalan sesuatu yang dijadikan objek dalam kegiatan ekonomi Islam memiliki konsep yang jelas mengenai halal dan haramÂ
Prinsip KeadilanÂ
Prinsip ini mengarahkan setiap individu agar dalam melakukan aktivitas ekonomi tidak menimbulkan kerugian bagi orang lain. Islam melarang adanya transaksi yang mengandung unsur gharar yang berakibat keuntungan disatu pihak dan kesewenang-wenangan serta penindasan di pihak lain.Â
Prinsip Kehendak BebasÂ
Berdasarkan aksioma kehendak bebas ini, dalam bisnis manusia memiliki kebebasan untuk membuat suatu perjanjian, termasuk mengingkari ataupun menepatinya.Â
Prinsip PertanggungjawabanÂ
Aksioma pertanggungjawaban ini secara mendasar mengubah perhitungan ekonomi dan bisnis karena segala sesuatunya mengacu pada keadilan. Hal ini diimplementasikan setidaknya pada tiga hal, yaitu pertama dalam menghitung margin, kedua economic retrun, ketiga Islam melarang segala transaksi Alegotoris yang dicontohkan dengan istilah gharar.Â
Etika Bisnis Dalam Islam dan Nilai PentingnyaÂ
Dalam khazanah pemikiran Islam, etika dipahami sebagai al-akhlak, al-adab, yang memiliki tujuan untuk mendidik moralitas manusia. Pemuatan prinsip-prinsip moral dalam sumber hukum menjadikan etika bisnis sebagai basis yang harus dipegang dan dijalankan seseorang atau sekelompok dalam melaksanakan aktivitasnya. Etika merupakan alasan rasiaonal untuk semua tindakan manusia dalam semua aspek kehidupannya, tak terkecuali aktivitas bisnis. Pemikiran etika bisnis Islam muncul ke permukaan dengan landasan bahwa Islam adalah agama yang sempurna. Ia merupakan kumpulan aturan, ajaran, doktrin, dan nilai-nilai yang dapat menghantarkan manusia dalam kehidupannya menuju kehidupan, baik dunia maupun akhirat.Â
Praktik Terlarang Dalam Bisnis IslamÂ
Praktik mal bisnis disini artinya adalah mencakup semua perbuatan yang tidak baik, jelek, secara moral terlarang, membawa akibat kerugian bagi pihak lain. Contohnya riba, maisir, gharar, tadlis.
BAB 7 PRINSIP-PRINSIP HUKUM ASURANSI DALAM ISLAMÂ
Principle of Insurable InterestÂ
Kerangka kerja dari prinsip ini adalah setiap pihak yang bermaksud mengadakan perjanjian asuransi harus mempunyai kepentingan yang dapat diasuransikan.Â
Principle of Utmost Good FaithÂ
Dalam prinsip ini dinyatakan bahwa tertanggung wajib menginformasikan kepada penanggung mengenai suatu fakta dan hal pokok yang diketahuinya, serta hal-hal yang berkaitan dengan risiko terhadap pertanggungan yang dilakukan.Â
Principle of IndemnityÂ
Dalam prinsip ini dinyatakan bahwa pertanggungan bertujuan memberikan pergantian atas kerugian riil tertanggung. Percantuman prinsip ini untuk menghindari pertaruhan dan perjudianÂ
Principle of Subrogation Arti dari prinsip ini adalah penanggung yang telah membayar kerugian terhadap suatu barang yang dipertanggungkan, berarti telah menggantikan tertanggung dalam segala hak yang diperolehnya. Prinsip subrogasi memberi hak kepada penanggung yang telah membayarkan ganti rugi, yaitu segala hal tertanggung terhadap pihak ke tiga.Â
Prinsip Subrogasi Dalam Etika Bisnis IslamÂ
Dalam uraian ini prinsip subrogasi dibahas dalam kerangka tertanggung tidak boleh memperkaya diri sendiri secara tidak sah dengan mengikuti asuransi. Pengkayaan diri ini berupa menagih dua kali, baik kepada perusahaan maupun kepada pihak ketiga sebagai penyebab musnahnya objek asuransi
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI