"Khidhr berkata: "Inilah perpisahan antara aku dengan kamu; kelak akan kuberitahukan kepadamu tujuan perbuatan-perbuatan yang kamu tidak dapat sabar terhadapnya" (QS Al-Kahf: 78).
Kaidah penting yang bisa kita ambil pelajaran dari kisah Nabi Musa dengan Nabi Khidir adalah:
- Ilmu adalah sesuatu yang harus dicari bukanlah ditunggu.
- Mempelajari tentang sesuatu ilmu mesti kepada ahlinya.
- Adab menuntut ilmu yaitu adanya akad antara seseorang dengan orang lainnya yang dianggapnya layak untuk dijadikan sebagai guru.
- Dibolehkannya bertanya ketika diakhir pembelajaran.
- Perhatikanlah persyaratan yang guru berikan dalam adab menuntut ilmu.
- Ucapan santun meminta maaf kepada seorang guru apabila melakukan pelanggaran.
Sebagai penguat mengenai kaidah menuntut ilmu dari kisah Nabi Musa dengan Nabi Khidir, dijelaskan dalam kitab fenomenal yaknki Ta'lim Muta'alim. Adapaun Etika menuntut ilmu menurut kitab Ta'lim al-Muta'alim karya dari Syekh al-Zarnuzi, diantaranya:
- Memiliki niat yang sungguh dalam belajar;
- Cerdas dalam memilih Guru, ilmu, teman, dan memiliki Ketabahan dalam Belajar;
- Menghormati ilmu dan ulama;
- memiliki kesungguhan, kontinuitas dan memiliki minat yang kuat;
- Tertib;
- Tawakal;
- Pintar memanfaatkan waktu belajar;
- Kasih sayang kepada sesama para penuntut ilmu;
- Dapat mengambil hikmah dari setiap yang dipelajari:
- Wara' dengan menjaga diri dari yang syubhat dan haram pada masa belajar.
- Komunikasi Nabi Musa dengan Fir'aun
Nabi Musa adalah nabi yang mendapatkan gelar sebagai kalimullah (juru bicara tuhan). Diantara sebab beliau mendapatkan gelar ini karena beliau pernah berkomunikasi dengan tuhan di dunia secara langsung. Dan beliau juga termasuk juru bicara tuhan untuk menyampaikan ajaran tauhid di muka bumi, terutama untuk beradu argumen dengan salah satu mahluk Allah yang mengaku tuhan yaitu Fir'aun.
Sebagaimana kita tahu bahwa ajaran Tauhid dari Nabi Adam sampai dengan Nabi Muhammad diajarkan kepada kaumnya melalui argumentasi yang jelas (Bayan Al-Mubin). Bukan disampaikan dengan cara kekerasan atau dengan cara pedang. Karena jika dilakukan dengan cara kekerasan berarti bertolak belakang dengan ajaran Tauhid itu sendiri, yang Rahmatan Lil Alamin.
Allah berfirman dalam Q.S Asy-Syuara mengenai komunikasi Nabi Musa dengan Fir'aun:
"Maka datanglah kamu berdua kepada Fir'aun dan katakanlah olehmu: "Sesungguhnya Kami adalah Rasul Tuhan semesta alam" (Q.S Asy-Syu'ara: 16).
"lepaskanlah Bani Israil (pergi) beserta kami" (Q.S Asy-Syu'ara: 17).
"Fir'aun menjawab: "Bukankah kami telah mengasuhmu di antara (keluarga) kami, waktu kamu masih kanak-kanak dan kamu tinggal bersama kami beberapa tahun dari umurmu (Q.S Asy-Syu'ara: 18).
"dan kamu telah berbuat suatu perbuatan yang telah kamu lakukan itu dan kamu termasuk golongan orang-orang yang tidak membalas guna" (Q.S Asy-Syu'ara: 19).
"Berkata Musa: "Aku telah melakukannya, sedang aku di waktu itu termasuk orang-orang yang khilaf" (Q.S Asy-Syu'ara: 20).