Mohon tunggu...
moch iqbal
moch iqbal Mohon Tunggu... Freelancer - Mahasiswa

Saya Moch Iqbal Maulana sedang menempuh pendidikan di Universitas Garut Program Studi Ilmu Komunikasi

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Ilmu Komunikasi

6 September 2024   13:46 Diperbarui: 6 September 2024   13:46 12
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Pendekatan Komunikasi Para Nabi

(Nabi Adam, Nabi Ibrahim, Nabi Musa dan Nabi Isa)

Oleh : Moch Iqbal Maulana

Pendahuluan

Al-Quran merupakan kitab suci bagi umat Islam yang tidak ada keraguan didalamnya. Al-Quran merupakan Kalam Allah subhanahuwata'aala yang diturunkan melalaui malaikat Jibril kepada Nabi Muhammad shallallahu 'alaihiwassalam. Menurut M. Quraisy Shihab, Al-quran secara harfiyah berarti bacaan yang sempurna. Ia merupakan suatu nama pilihan Allah yang tepat, karena tiada suatu bacaanpun sejak manusia mengenal tulisan baca lima ribu tahun lalu yang dapat menandingi Alquran, bacaan sempurna lagi mulia. Al-quran adalah kalammullah yang diturunkan kepada Nabi Muhammad shallallahualaihiwassalam melalui malaikat Jibril sebagai mu'jizat yang berfungsi sebagai hidayah/petunjuk (Quraisy Syihab, 2008: 13).

Selain tidak ada kitab, buku, tulisan atau syair yang mampu menandingi Al-quran. Alquran memiliki makna yang mendalam, yang memiliki kelebihan dan kesempurnaan yang luar biasa. Siapa yang membaca, mendengar dan mempelajari Al-Quran diberi ganjaran pahala. Setiap bacaan, bahkan perkata memiliki nilai pahala dan makna. Sebagaimana terdapat dalam surat Fathir 29- 30:

Artinya: "Sesungguhnya orang-orang yang selalu membaca kitab Allah dan mendirikan shalat dan menafkahkan sebahagian dari rezki yang Kami anuge- rahkan kepada mereka dengan diam-diam dan terang-terangan, mereka itu mengharapkan perniagaan yang tidak akan merugi.(29) Agar Allah menyempurnakan kepada mereka pahala mereka dan menambah kepada mereka dari karunia-Nya. Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Mensyukuri (30)" 

Dan hadis Rasulullah shallallahualaihiwassalam diriwayatkan dari Abdullah bin Mas'ud radhiallahu'anhu bahwa ia berkata Rasulullah shallallahualaihiwassalam bersabda:

"Barang siapa yang membaca satu huruf saja kitabullah maka ia mendapatkan satu kebaikan, dan satu kebaikan itu akan dikalikan sepuluh kali lipat. Aku tidak mengatakan ali lam mim itu satu huruf saja, akan tetapi alih dihitung satu huruf, lam satu huruf, dan mim juga satu huruf" (HR. Abu Isa Muhammad bin Isa At-Tarmidzi, menurutnya hadis ini hasan shahih).

Al-Quran merupakan kitab suci yang berfungsi sebagai kitab pedoman hidup manusia yang mengatur seluruh segi kehidupan manusia, sejak dari bangun tidur hingga tidur kembali. Kitab yang menceritakan sejarah masa lalu, mengatur kehidupan saat ini (sekarang) dan yang akan datang. Banyak kisah yang diceritakan dalam Al-Quran sebagai pelajaran bagi manusia. Salah satu kisah para Nabi.

Banyak pelajaran dari kisah para Nabi yang bisa kita temukan di dalam surat-surat Al-Quran yang tersebar. Seperti kisah bapak kita semua yaitu Nabi Adam alaihisalam, Nabi Ibrahim alaihisalam, Nabi Musa alaihisalam, Nabi Isa alaihisalam dan Nabi Muhammad shallallahu alaihiwasasalam. Banyak pelajaran dari kisah-kisah para Nabi tersebut yang menarik untuk dikaji. Sebagai komunikasi antar manusia, komunikasi sudah ada sejak Nabi Adam alaihissalam bersama hawa istrinya dalam upaya mempertahankan hidup dan menunjukkan eksistensi diri sampai dengan kita sekarang.

Disetiap masa dan zaman, Allah subhanahuwata'ala mengutus Nabi dan Rasul untuk menyampaikan risalah-Nya. Dimana hamba-Nya yang sudah ingkar terhadap sang Pencipta untuk memberi bimbingan dan peringatan. Dalam proses penyampaian misi dakwah tersebut, hakikatnya para nabi dan rasul sudah melakukan komunikasi. Pada hakikatnya, setiap prilaku berpotensi melakukan komunikasi.

Hanya saja secara keilmuwan, ilmu komunikasi lahir jauh setelah masa nabi dan Rasul allah di muka bumi. Jika dikaji, dianalisis, maka sesungguhnya para Rasul dan Nabi Allah merupakan komunikator unggul, yang dapat dijadikan contoh dalam berkomunikasi.

Sebagai manusia, kita tak bisa hidup tanpa komunikasi. Karena komunikasi berfungsi sebagai salah satu alat untuk mempertahankan hidup, menunjukkan eksistensi diri dalam masyarakat. Setiap prilaku manusia mempunyai potensi komunikasi, karena setiap prilaku manusia punya potensi untuk ditafsirkan (Dedy Mulyana, 2015: 108).

Demikian Allah Subhanahuwata'aala sudah menetapkan bahwa untuk memperatahankan hidup, untuk saling bersosialisasi dan berinteraksi dengan sesama makhluk lain dibutuhkan komunikasi sebagai penghubung. Yang mampu menerjemahkan pikiran, ide dalam diri seseorang untuk dikirim kepada yang lain yaitu. Sejak nabi Adam As diciptkan proses komunikas sudah terjadi. Bahkan sebelum adam sebgai manusia pertama diciptakan dimuka bumi Allah ini.

Sehingga dalam penulisan artikel ini, penulis ingin menganalisis nilai-nilai komunikasi para Nabi ketika berdakwah terutama dari apa yang di Firmankan Allah dalam Quran.

Artinya: "Sungguh, pada kisah-kisah mereka itu terdapat pengajaran bagi orang yang mempunyai akal. (Al-Qur'an) itu bukanlah cerita yang dibuat-buat, tetapi membenarkan (kitab-kitab)yang sebelumnya, menjelaskan segala sesuatu, dan (sebagai) petunjuk dan rahmat bagi orang-orang yang beriman" (Q.S Yusuf ayat 111).

Komunikasi Nabi Adam Alaihissalam 

Nabi Adam merupakan manusia pertama diciptakan oleh Allah SWT. Sebagai seorang nabi, Allah juga telah memberikan mukjizat kepada Nabi Adam. Beberapa di ataranya adalah menjadi khalifah di muka bumi dan diajarkan pengetahuan yang tak diberikan pada makhluk lain. Sebagaimana dalam Q.S Al-Baqarah ayat 30:

"Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada para Malaikat: "Sesungguhnya Aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi". Mereka berkata: "Mengapa Engkau hendak menjadikan (khalifah) di bumi itu orang yang akan membuat kerusakan padanya dan menumpahkan darah, padahal kami senantiasa bertasbih dengan memuji Engkau dan mensucikan Engkau?" Tuhan berfirman: "Sesungguhnya Aku mengetahui apa yang tidak kamu ketahui" (Q.S Al-Baqarah: 30).

Dari percakapan dalam ayat ini, dapat kita fahami bahwa awal mula bahasa itu ada sejak diciptakannya Nabi Adam, alaihisaalam. Bahasa sebagai alat komunikasi antara Adam dengan Allah subhanawata'ala disini terdapat nilai-nilai pendidikan:

"Dan Dia mengajarkan kepada Adam nama-nama (benda-benda) seluruhnya, kemudian mengemukakannya kepada para Malaikat lalu berfirman: "Sebutkanlah kepada-Ku nama benda-benda itu jika kamu mamang benar orang-orang yang benar!" (Q.S Al-Baqarah: 31).

Kemudian dilanjutkan dalam ayat ke 33 nya:

"Allah berfirman : "Hai Adam, beritahukanlah kepada mereka nama-nama benda ini". Maka setelah dibertahukannya kepada mereka nama-nama benda itu, Allah berfirman : "Bukankah sudah Ku katakan kepadamu, bahwa sesungguhnya Aku mengetahui rahasia langit dan bumi dan mengetahui apa yang kamu lahirkan dan apa yang kamu sembunyikan" (QS. Al-Baqarah: 33).

Allah telah lebih dulu mengabarkan pada malaikat bahwa Dia akan menciptakan manusia sebagai khalifah di muka bumi. "Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada para malaikat, "Sesungguhnya Aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi." Mereka berkata, "Mengapa Engkau hendak menjadikan (khalifah) di bumi itu orang yang akan membuat kerusakan padanya dan menumpahkan darah? padahal kami senantiasa bertasbih dengan memuji Engkau dan menyucikan Engkau!" Tuhan berfirman, Sesungguhnya Aku mengetahui apa yang tidak kalian ketahui," (QS Al Baqarah: 30)

Telah kita ketahui, bahwa manusia tercipta dari seripati tanah. Sebagaimana dalam surah As-Sajadah ayat 6-9 yang artinya, "Yang demikian itu ialah Tuhan Yang mengetahui yang ghaib dan yang nyata, Yang Maha Perkasa lagi Maha Penyayang. Yang membuat segala sesuatu yang Dia ciptakan sebaik-baiknya dan Yang memulai penciptaan manusia dari tanah. Kemudian Dia menjadikan keturunannya dari saripati air yang hina. Kemudian menyempurnakan dan meniupkan ke dalam roh (ciptaan)-Nya dan Dia menjadikan bagi kamu pendengaran, penglihatan dan hati, tetapi kamu sedikit sekali beryukur."

Kemudian dalam Q.S Al-Hijr ayat 26:

"Dan sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia (Adam) dari tanah liat kering (yang berasal) darui lumpur hitam yang diberi bentuk" (Q.S Al-Hijr: 26).

Namun tentang bagaimana proses penciptaan Nabi Adam secara khusus dan rinci, ayat-ayat tentang itu merupakan ayat yang tergolong Mustasyabihat, lawan dari Muhkam (jelas). Artinya masih samar dan membutuhkan penafsiran menggunakan ayat lain atau penjelasan dari hadits. Manusia boleh mencari tahu untuk tambahan pengetahuan, namun tak bisa mengambil kesimpulan yang jelas.

Setelah menciptakan Nabi Adam, Allah kemudian memerintahkan malaikat dan iblis bersujud padanya. Semua malaikat menuruti perintah Allah subhanawata'ala dan bersujud kepada Nabi Adam, namun iblis menolak melakukan hal tersebut. Iblis merasa dirinya lebih mulia dan lebih tinggi derajatnya karena diciptakan dari api, sedangkan Nabi Adam diciptakan dari tanah. Hal ini dijelaskan dalam Al-Baqarah ayat 34, "Dan (ingatlah) ketika Kami berfirman kepada para Malaikat, "Sujudlah kamu kepada Adam", maka sujudlah mereka kecuali iblis, ia enggan dan takabur dan ia termasuk golongan orang-orang yang kafir." Kesombongan iblis pun membuat Allah murka. Iblis yang durhaka pada perintah Allah pun dikeluarkan dari surga. Namun mereka telah bersumpah untuk mengoda Nabi Adam dan seluruh keturunannya agar berbuat keburukan.

  • Pesan Komunikasi Nabi Adam Dan Iblis

Meski tinggal di surga, namun Nabi Adam merasa kesepian. Karena itulah, Allah juga menciptakan pasangan untuk Nabi Adam yakni Hawa. Baik Nabi Adam dan Hawa diperbolehkan Allah untuk menikmati apa saja di surga, namun mereka dilarang memakan buah khuldi. Allah berfirman:

"Wahai Adam! Tinggalah engkau dan istrimu di surga ini. Dan makanlah makanan-makanan yang banyak lagi baik dimana saja yang kamu sukai, dan janganlah kamu mendekati pohon ini, yang menyebabkan kamu termasuk orang-orang yang zalim" (Q.S Al-Baqarah : 35).

Celah inilah yang digunakan iblis untuk menghasut Adam dan Hawa. Menurut tafsir Ibn al-Katsir, Nabi Adam pada awalnya menolak bujukan iblis. Namun karena rasa penasaran dan keinginan Hawa yang kuat, Nabi Adam pun memakan buah terlarang itu. Mengetahui telah melakukan kesalahan, Adam dan Hawa segera bertaubat dan meminta ampun pada Allah.

Dalam surat Al A'raf ayat 22-23 yang artinya Allah berfirman, "Bukankah Aku telah melarang kamu berdua dari pohon itu dan Aku katakan kepadamu; Sesungguhnya setan itu adalah musuh yang nyata bagi kamu berdua?" "Ya Tuhan Kami, kami telah menganiaya diri kami sendiri, dan jika Engkau tidak mengampuni kami dan memberi rahmat kepada kami, niscaya kami termasuk orang-orang yang rugi."

Lalu keduanya (Adam dan Hawa) mengatakan bahwa:

"Keduanya berkata: "ya Tuhan kami, kami telah menganiaya diri kami sendiri, dan jika Engkau tidak mengampuni kami dan memberi rahmat kepada kami, niscaya pastilah kami termasuk orang-orang yang merugi" (QS Al-Araf 7:23).

Ayat ini menjadi ayat yang sering dibaca umat Islam saat berdoa kepada Allah. Pesan dari komunikasi Nabi Adam ini dapat kita maknai dengan, bahwa jika kita berbuat salah dan dosa maka kita harus mengakui kesalahan dan dosa itu. Baru selanjutnya kita memohon ampunan agar tidak menjadi orang yang merugi sekaligus memohon kasih sayang Allah.

Ciri orang baik memang biasanya mengaku salah dan memohon ampunan. Ia merasa bahwa bisa saja apa yang dilakukannya benar, dalam pandangan dirinya. Sementara itu, belum tentu dalam pandangan Allah. Maka, sudah sepatutnya kita sebagai manusia selalu merasa salah dan berdosa di hadapan Allah sehingga kita banyak meminta ampunan dari Allah. Sebab Allah sangat suka dengan hal yang demikian.

Mari kita bandingkan dengan pesan komunikasi dari iblis yang terekam dalam Al-Quran. Allah berfirman:

"Allah berfirman: "Apakah yang menghalangimu untuk bersujud (kepada Adam) di waktu Aku menyuruhmu?" Menjawab iblis "Saya lebih baik daripadanya: Engkau ciptakan saya dari api sedang dia Engkau ciptakan dari tanah" (QS Al-Araf 7:12).

Lalu ayat berikutnya adalah, Allah mengatakan:

"Allah berfirman: "Turunlah kamu dari surga itu; karena kamu sepatutnya menyombongkan diri di dalamnya, maka keluarlah, sesungguhnya kamu termasuk orang-orang yang hina" (QS Al-Araf 7:13).

Pesan dari komunikasi iblis di atas, bisa kita maknai bahwa, iblis memang membangkang terhadap perintah Allah dengan tidak mau bersujud pada Adam. Ini yang pertama. Yang kedua, iblis merasa lebih baik dan lebih keren dari pada Adam. Dan ketiga, Allah tidak suka terhadap kesombongan hamba-hambaNya dan menjadikannya hamba itu hina. Dengan demikian inilah perbedaan Nabi Adam dan iblis. Nabi Adam dengan kesalahan yang dilakukannya, ia mengaku bersalah lalu memohon ampunan dan rahmat Allah. Sementara iblis dengan kesalahan yang dilakukannya, ia merasa lebih baik dari Adam dan juga menyombongkan diri.

Pesan yang penting kita pelajari dari komunikasi Nabi Adam dan iblis adalah tentang respons atas kesalahan. Bagaimana pun sebagai manusia kita adalah tempat salah dan lupa. Dan yang terpenting setelah berbuat salah adalah bagaimana kita meresponsnya. Apakah kita mengakui kesalahan itu dan memohon ampunan dari Allah, atau kita merasa tidak bersalah dan merasa diri lebih baik. Maka kita patut hati-hati dengan respons dalam diri kita saat menanggapi apa yang telah kita lakukan. Walaupun sepertinya kita tidak merasa bersalah, namun di hadapan Allah, seyogianya kita mengaku salah dan dosa. Sebab kita kerap kali luput tentang apakah yang kita lakukan sudah sesuai dengan ajaran Allah atau belum.

  • Komunikasi Permintaan Maaf Nabi Adam

Hingga Allah pun menurunkan keduanya ke bumi, dengan jarak yang terpisah jauh. Saat itu, Nabi Adam sadar akan kesalahannya yang melanggar perintah Allah. Nabi Adam pun selama hidup di bumi selalu berdoa memohon ampunan dari Allah subahawata'ala.

Rasa penyesalan dan berdosa selalu mengiringi kehidupan Nabi Adam di bumi. Begitu juga Siti Hawa yang juga mengakui kesalahannya kepada Allah subahawata'ala. Sehingga mereka berdua pun bertobat dan memohon ampunan dari Allah subahawata'ala. Sering kali dalam hidupnya di bumi, Nabi Adam mendatangi ka'bah, salat dua rakaat, dan berdoa kepada Allah.

"Keduanya berkata: "Ya Tuhan kami, kami telah menganiaya diri kami sendiri, dan jika Engkau tidak mengampuni kami dan memberi rahmat kepada kami, niscaya pastilah kami termasuk orang-orang yang merugi (Q.S Al-Araf: 23).

Layaknya seperti manusia biasa, Nabi Adam juga selalu diberikan ujian dan cobaan dari Allah subahawata'ala. Hal tersebut diberikan oleh Allah subahawata'ala berkat rasa cintaNya kepada Nabi Adam dan Sitti Hawa. Melalui ujian dan cobaan tersebut, Adam dan Hawa akan belajar untuk bisa menjadi manusia yang takwa kepada Allah subahawata'ala.

.

Artinya: Ya Allah sesungguhnya Engkau Maha Tahu keadaaan batin dan zahirku, maka terimalah alasanku, dan Engkau Maha Tahu akan hajat / keperluanku maka berilah aku segala permintaanku, dan Engkau Maha Tahu akan apa yang ada dalam diriku maka ampunilah dosaku. Ya Allah, aku memohon kepada-Mu iman yang langgeng yang selalu melekat pada hatiku, dan aku memohon keyakinan yang sungguh-sungguh hingga aku tahu bahwa tidak akan menimpaku kecuali apa-apa yang telah Engkau tetapkan kepadaku, dan aku memohon kerelaan atas apa yang Engkau bagikan kepadaku, wahai Yang Maha memiliki keagungan dan kemuliaan.

Komunikasi Nabi Ibrahim Aliahissalam

Al-Quran   bukan  dokumen  sejarah  meskipun   di  dalamnya terdapat banyak kisah-kisah masa lalu. Al-Quran sebagai hudan linnas kitab petunjuk bagi manusia. Dalam al-Quran terdapat satu surat yang bernama al-qashas (kisah-kisah). Term kisah dipahami semakna dengan sejarah dan tarikh. Al-Quran sering mempergunakan kata kisah daripada dua kata terakhir. Al-Syuyuthi mendata bahwa kata kisah (qishshah) dalam berbagai variasinya terdapat dua puluh enam tempat dalam al-Quran (Abu al-Fadhal Jamaluddin). Kisah berasal dari bahasa Arab al-qishshah (jamaknya al-qashash) yang bermakna mengikuti jejak. Jadi ungkapan "qashashtu atsaruhu" berarti "saya mengikuti jejaknya"(Tafsir Ibn Ibnu Katsir). Makna ini relevan dengan isyarat dalam al-Quran, "Musa berkata: "Itulah (tempat) yang kita cari". Lalu keduanya mengikuti jejak mereka semula" (QS.18: 64) dan "Berkata  ibu  Musa  kepada  saudara  Musa yang perempuan, ikutilah  dia.  Maka  kelihatan  olehnya  Musa  dari jauh,  sedang  mereka tidak mengetahuinya" (QS.28: 11). Di samping itu, al-qashas juga mengandung  pengertian  al-akhbar  al-muttatabiah,  serangkaian  berita yang berurutan. "Sesungguhnya ini merupakan kisah yang benar dan tiada Tuhan selain Allah dan sesungguhnya Dia Maha Perkasa Maha Bijaksana" (QS.3: 62).

  • Nabi Ibrahim Dalam Historisitas

Ali Al-Shabuni menyatakan bahwa Nabi Ibrahim alaihisalam adalah bapak para nabi dan kakek besar Nabi Muhammad shallallahualaihi wassalam dari nasab Ismail ibn Ibrahim. Banyak keistimewaan yang diberikan oleh Allah kepada Ibrahim. Di antaranya sebagai bapak para nabi, pemimpin orang-orang bertaqwa, teladan para rasul utusan Allah, bergelar Khalilullah, Khalil al-Rahman yang berarti orang kesayangan Allah yang paling dekat,  Abu al-Dhifan yang berarti bapak para tamu dan lain sebagainya.

Menurut catatan Muhammad Husain Haikal Ibrahim dilahirkan di Ghauthah Damsyiq di sebuah desa bernama Barzah di bukit Qasiun, Chaldea (sekarang wilayah Irak). Ayahnya bernama Azar atau dalam kitab Taurat dikenal dengan nama Taroh ibn Tanur ibn Saruj ibn Sam ibn Nuh. Azar dikenal sebagai pembuat patung. Waktu itu, patung menjadi komoditi yang sangat laku karena menjadi Tuhan sesembahan masyarakat. Paganisme ini menjadi agama resmi kerajaan di bawah kontrol dan komando Raja Namrudz.

Ibrahim dibesarkan di tengah lingkungan yang rusak, budaya syirik berkembang, tunduk pada kekuasaan otoriter Raja Namrudz. Rakyat berada dalam kejahiliyahan, sehingga mudah dipengaruhi dan dikontrol oleh Raja Namrudz. Namun Ibrahim dianugrahi Allah kemampuan dan kematangan berpikir yang tinggi. Sejak masa kanan- kanak telah terpelihara dan ditunjuki kepada kebenaran. Jiwa Ibrahim mulai berontak, betapa patung-patung yang dibuat dan diperjualbelikan oleh ayahnya sendiri kemudian disembah oleh masyarakat dan betapa pula masyarakat memberikan rasa hormat dan kudus kepada sebongkah kayu yang dibuat oleh ayahnya itu.

Setelah dewasa Ibrahim memperistri Sarah, yang kemudian hijrah ke Jerussalem kemudian nantinya diteruskan ke Mesir. Belum lagi dapat memahami masyarakat Kaldea, Irak yang menyembah patung, Ibrahim ketika sampai di Jerussalem ini, masyarakatnya  sedang menyembah tujuh bintang. Mereka menghadap ke kutub utara dan mengadakan pesta-pesta penyembelihan kurban untuk sesembahannya. Oleh karena itu, di setiap pintu gerbang kota Damsyiq terdapat kuil untuk menyembah salah satu di antara tujuh bintang.

Komunikasi Nabi Musa Alaihissalam

Dari 124.000 Nabi dan 313 rasul, Nabi Musa termasuk Nabi yang sangat fenomenal. Setidaknya ada empat indikasi yang membenarkan hal tersebut. Pertama, di dalam al-Qur'an, hampir dari awal sampai akhir, kisah Nabi Musa ada dan bertebaran dalam banyak surat. Para sarjana tafsir menghitung, Nabi Musa disebut 136 kali di dalam al-Qur'an (M. Faizol, 2017: 366). Hal ini berbeda dengan kisah Nabi Yusuf. Kisah Nabi Yusuf memang detail, tetapi tidak bertebaran di banyak tempat di dalam al- Qur'an. Sedangkan kisah Nabi Musa, tidak terlalu detail, tapi bertebaran di banyak tempat di dalam al-Qur'an. Detailnya kisah Nabi Yusuf di dalam al-Qur'an istimewa terjadi pada Nabi Yusuf saja. Nabi-nabi yang lain tidak ada yang dikisahkan secara detail oleh al-Qur'an.

Setidaknya, Kisah Nabi Musa dalam al-Quran terdapat dalam 30 (tiga puluh) surat. Dari 30 surat ini, dapat dibagi dua kategori: menyebutkan kisah dengan lengkap dan penyebutan sepintas. Surat yang menyebutkan sepintas Kisah Nabi Musa ini sebagai berikut: Surat al-Baqarah, Ali Imran, al-Maidah, Yunus, Ibrahim, al-Isra, al-Hajj, al-Mukminun, al-Furqan, al- Naml, al-Ankabut, al- Mukmin, al-Dukhkhan, al-Shaff, serta al- Naziat.2 Dan surat yang lebih detail, Q.S. al-A'raf, al-Kahfi, Thaha, as-Syu'ara', juga al-Qashash.

Kedua, Nabi Musa menyelamatkan Bani Israil dari intimidasi dan siksaan Fir'aun di Mesir. Untuk kepentingan menyelamatkan Bani Israil, Allah subhana wata'ala. hingga mengutus Nabi Musa---bahkan dengan Nabi Harun---hingga sampai terjadilah peristiwa yang sangat fenomenal itu, yaitu terbelahnya Laut Merah dan matinya Fir'aun. Peristiwa inilah yang kemudian menjadikan Bani Israil merasa sebagai kaum terpilih. Ini pula yang menjadikan Nabi Musa sering disebut dan menjadi idola di kalangan Agama Yahudi.

Ketiga, kisah perjumpaan Nabi Musa dengan Nabi Khidir dalam kajian keilmuan Islam.8 Secara umum, kita mengenal Ilmu Tasawuf dan Ilmu Syariat. Keduanya, oleh sebagian kalangan, dinilai sebagai pembagian ilmu. Agar tidak terjebak pada perdebatan menganai hal ini, dan bisa fokus pada maksud makalah ini ditulis, maka saya akan menggunakan istilah Ilmu Dzahir dan Ilmu Bathin saja. Ilmu Tasawuf sebagai Ilmu Bathin dan Ilmu Syariat sebagai Ilmu Dzahir. Keduanya harus sama-sama ada dan saling melengkapi agar khazanah  keilmuan Islam tidak kehilangan salah satu aspek pentingnya. Tentu masalah ini berdampak sampai pada pelaksanaan ibadah kita. Ibadah yang dilaksanakan dengan hanya mempertimbangkan aspek dzahir, maka akan kering dan kehilangan ruh dari pelaksanaan ibadah. Demikian sebaliknya. Peristiwa perjumpaan antara Nabi Musa dan Nabi Khidir, menjadi sangat fenomenal karena keduanya dinilai mewakili dua kutub di atas: Nabi Musa mewakili kutub dzahir, dan Nabi Khidir mewakili kutub bathin. Hingga saat ini, kita setidaknya seringkali mendengar penyebutan atau lebih tepatnya pembagian ilmu dzahir dan ilmu bathin, antara Musa dan Khidir.

Keempat, Kisah Nabi Musa merupakan salah satu contoh ekstrim yang ditampilkan oleh Allah subhanawata'ala. Sejumlah fakta sejarah membuat kita tercengang dalam kisah-kisah Nabi bahwa ada anak seorang Nabi yang justru mengingkari ayahnya sendiri. Istri Nabi yang tidak mengimani ajaran suaminya. Paman dan besan seorang Nabi yang justru menghujat dan memusuhi dakwah keponapakan dan besannya. Di pihak lain, kisah Nabi Musa ini membuat tercengang juga: Fir'aun yang sangat kejam dan sangat melampaui batas itu justru mampu melahirkan seorang Nabi Musa. Kisah Nabi Musa dan Fir'aun ayah angkat Nabi Musa menjadi sangat fenomenal karena menjadi contoh yang ekstrim dalam sejarah keimanan.

Selain itu, secara umum, Nabi Musa termasuk dari Ulul Azmi. Diambil dari makna kata Ulul Azmi, maka nabi-nabi yang masuk di dalamnya adalah nabi yang telah diberi ketetapan dan kemantapan hati yang luar biasa oleh Allah. Setelah melalui ujian yang menguras kesabaran, maka Allah Swt. kemudian memberi kemantapan dan keteguhan dalam hati Nabi Musa (Al-Ghazali dalam Ihya lumuddin: 26 juz 1). Sebab, kedudukan para nabi tidaklah sama. Kesabaran Nabi Musa menghadapi dan mendidik serta memimpin Bani Israil dan keberanian menghadapi Fir'aun menjadikan Nabi Musa mendapatkan kedudukan tersendiri daripada nabi-nabi yang lain.

Bahkan, kesabaran dan tingkah laku yang mengesankan dari para nabi Ulul Azmi ini oleh Allah supaya dijadikan sebagai teladan dalam hidup. Para rasul Ulul Azmi ini memang dalam arus yang hampir sama, yaitu: mereka diberi umur panjang, perjuangan berat, dimusuhi kaumnya dalam waktu yang lama dan sengit, sangat sabar dalam membawa kaumnya dari kegelapan menuju cahaya tauhid (Muhammad Ali Ash-Shobuni, 16-17).

 "Dan ceritakanlah (hai Muhammad kepada mereka), kisah Musa di dalam Al Kitab (Al Quran) ini. Sesungguhnya ia adalah seorang yang dipilih dan seorang rasul dan nabi" (Q.S Maryam: 51).

Dari kisah-kisah Nabi Musa yang tertera dalam Al-Quran, maka terdapat konteks komunikasi profetik dari nilai-nilai yang terkandung. Hasil dari ungkapan nilai-nilai profetik ini dapat dijadikan sebagai pijakan untuk selanjutnya bisa diimplementasikan dalam kehidupan seorang manusia. Penulis membagi 4 karakteristik komunikasi yang dilakukan oleh Nabi Musa, diantaranya:

  • Komunikasi Nabi Musa dan Nabi Khidir Alaihisalam

Komunikasi Nabi Musa dengan Nabi Khidir termaktub dalam Q.S Al-Kahfi. Kisah antara Nabi Musa dngan Nabi Khidir merupakan suatu hikmah mengenai sebuah ilmu.

"Lalu mereka bertemu dengan seorang hamba di antara hamba-hamba Kami, yang telah Kami berikan kepadanya rahmat dari sisi Kami, dan yang telah Kami ajarkan kepadanya ilmu dari sisi Kami" (QS Al-Kahf: 65).

"Musa berkata kepada Khidhr: "Bolehkah aku mengikutimu supaya kamu mengajarkan kepadaku ilmu yang benar di antara ilmu-ilmu yang telah diajarkan kepadamu?" (QS Al-Kahf: 66).

"Dia menjawab: "Sesungguhnya kamu sekali-kali tidak akan sanggup sabar bersama aku" (QS Al-Kahf: 67).

"Dan bagaimana kamu dapat sabar atas sesuatu, yang kamu belum mempunyai pengetahuan yang cukup tentang hal itu?" (QS Al-Kahf: 68).

"Dia berkata: "Jika kamu mengikutiku, maka janganlah kamu menanyakan kepadaku tentang sesuatu apapun, sampai aku sendiri menerangkannya kepadamu" (QS Al-Kahf: 70).

"Musa berkata: "Janganlah kamu menghukum aku karena kelupaanku dan janganlah kamu membebani aku dengan sesuatu kesulitan dalam urusanku" (QS Al-Kahf: 73).

"Maka berjalanlah keduanya; hingga tatkala keduanya berjumpa dengan seorang anak, maka Khidhr membunuhnya. Musa berkata: "Mengapa kamu membunuh jiwa yang bersih, bukan karena dia membunuh orang lain? Sesungguhnya kamu telah melakukan suatu yang mungkar" (QS Al-Kahf: 74).

"Khidhr berkata: "Bukankah sudah kukatakan kepadamu, bahwa sesungguhnya kamu tidak akan dapat sabar bersamaku?" (QS Al-Kahf: 75).

"Musa berkata: "Jika aku bertanya kepadamu tentang sesuatu sesudah (kali) ini, maka janganlah kamu memperbolehkan aku menyertaimu, sesungguhnya kamu sudah cukup memberikan uzur padaku" ( QS Al-Kahf: 76).

"Maka keduanya berjalan; hingga tatkala keduanya sampai kepada penduduk suatu negeri, mereka minta dijamu kepada penduduk negeri itu, tetapi penduduk negeri itu tidak mau menjamu mereka, kemudian keduanya mendapatkan dalam negeri itu dinding rumah yang hampir roboh, maka Khidhr menegakkan dinding itu. Musa berkata: "Jikalau kamu mau, niscaya kamu mengambil upah untuk itu" (QS Al-Kahf: 77).

"Khidhr berkata: "Inilah perpisahan antara aku dengan kamu; kelak akan kuberitahukan kepadamu tujuan perbuatan-perbuatan yang kamu tidak dapat sabar terhadapnya" (QS Al-Kahf: 78).

Kaidah penting yang bisa kita ambil pelajaran dari kisah Nabi Musa dengan Nabi Khidir adalah:

  • Ilmu adalah sesuatu yang harus dicari bukanlah ditunggu.
  • Mempelajari tentang sesuatu ilmu mesti kepada ahlinya.
  • Adab menuntut ilmu yaitu adanya akad antara seseorang dengan orang lainnya yang dianggapnya layak untuk dijadikan sebagai guru.
  • Dibolehkannya bertanya ketika diakhir pembelajaran.
  • Perhatikanlah persyaratan yang guru berikan dalam adab menuntut ilmu.
  • Ucapan santun meminta maaf kepada seorang guru apabila melakukan pelanggaran.

Sebagai penguat mengenai kaidah menuntut ilmu dari kisah Nabi Musa dengan Nabi Khidir, dijelaskan dalam kitab fenomenal yaknki Ta'lim Muta'alim. Adapaun Etika menuntut ilmu menurut kitab Ta'lim al-Muta'alim karya dari Syekh al-Zarnuzi, diantaranya:

  • Memiliki niat yang sungguh dalam belajar;
  • Cerdas dalam memilih Guru, ilmu, teman, dan memiliki Ketabahan dalam Belajar;
  • Menghormati ilmu dan ulama;
  • memiliki kesungguhan, kontinuitas dan memiliki minat yang kuat;
  • Tertib;
  • Tawakal;
  • Pintar memanfaatkan waktu belajar;
  • Kasih sayang kepada sesama para penuntut ilmu;
  • Dapat mengambil hikmah dari setiap yang dipelajari:
  • Wara' dengan menjaga diri dari yang syubhat dan haram pada masa belajar.

  • Komunikasi Nabi Musa dengan Fir'aun

Nabi Musa adalah nabi yang mendapatkan gelar sebagai kalimullah (juru bicara tuhan). Diantara sebab beliau mendapatkan gelar ini karena beliau pernah berkomunikasi dengan tuhan di dunia secara langsung. Dan beliau juga termasuk juru bicara tuhan untuk menyampaikan ajaran tauhid di muka bumi, terutama untuk beradu argumen dengan salah satu mahluk Allah yang mengaku tuhan yaitu Fir'aun.

Sebagaimana kita tahu bahwa ajaran Tauhid dari Nabi Adam sampai dengan Nabi Muhammad diajarkan kepada kaumnya melalui argumentasi yang jelas (Bayan Al-Mubin). Bukan disampaikan dengan cara kekerasan atau dengan cara pedang. Karena jika dilakukan dengan cara kekerasan berarti bertolak belakang dengan ajaran Tauhid itu sendiri, yang Rahmatan Lil Alamin.

Allah berfirman dalam Q.S Asy-Syuara mengenai komunikasi Nabi Musa dengan Fir'aun:

"Maka datanglah kamu berdua kepada Fir'aun dan katakanlah olehmu: "Sesungguhnya Kami adalah Rasul Tuhan semesta alam" (Q.S Asy-Syu'ara: 16).

"lepaskanlah Bani Israil (pergi) beserta kami" (Q.S Asy-Syu'ara: 17).

"Fir'aun menjawab: "Bukankah kami telah mengasuhmu di antara (keluarga) kami, waktu kamu masih kanak-kanak dan kamu tinggal bersama kami beberapa tahun dari umurmu (Q.S Asy-Syu'ara: 18).

"dan kamu telah berbuat suatu perbuatan yang telah kamu lakukan itu dan kamu termasuk golongan orang-orang yang tidak membalas guna" (Q.S Asy-Syu'ara: 19).

"Berkata Musa: "Aku telah melakukannya, sedang aku di waktu itu termasuk orang-orang yang khilaf" (Q.S Asy-Syu'ara: 20).

"Lalu aku lari meninggalkan kamu ketika aku takut kepadamu, kemudian Tuhanku memberikan kepadaku ilmu serta Dia menjadikanku salah seorang di antara rasul-rasul" (Q.S Asy-Syu'ara: 21).

Budi yang kamu limpahkan kepadaku itu adalah (disebabkan) kamu telah memperbudak Bani Israil" (Q.S Asy-Syu'ara: 22).

"Fir'aun bertanya: "Siapa Tuhan semesta alam itu?" (Q.S Asy-Syu'ara: 23).

"Musa menjawab: "Tuhan Pencipta langit dan bumi dan apa-apa yang di antara keduanya (Itulah Tuhanmu), jika kamu sekalian (orang-orang) mempercayai-Nya" (Q.S Asy-Syu'ara: 24).

"Berkata Fir'aun kepada orang-orang sekelilingnya: "Apakah kamu tidak mendengarkan?" (Q.S Asy-Syu'ara: 25).

"Musa berkata (pula): "Tuhan kamu dan Tuhan nenek-nenek moyang kamu yang dahulu" (Q.S Asy-Syu'ara: 26).

"Fir'aun berkata: "Sesungguhnya Rasulmu yang diutus kepada kamu sekalian benar-benar orang gila" (Q.S Asy-Syu'ara: 27).

"Musa berkata: "Tuhan yang menguasai timur dan barat dan apa yang ada di antara keduanya: (Itulah Tuhanmu) jika kamu mempergunakan akal" (Q.S Asy-Syu'ara: 28).

Dalam ayat-ayat di atas terdapat makna komunikasi Nabi Musa kepada Fir'aun (Penguasa). Nabi Musa menggunakan sebuah pendekatan komunikasi yang mengajak kepada logika berfikir Fir'aun untuk menjelaskan hakikat ketuhanan kepadanya.

Dalam ayat lainnya dijelaskan bahwa apa yang disampaikan oleh Nabi Musa merupakan bentuk metode komunikasi "Qoulan Layyina". Allah befirman dalam Q.S Taha ayat 43-33 yag berbunyi:

.

 "Pergilah kamu berdua (wahai Musa dan Harun) kepada Fir'aun, Sesungguhnya dia Telah melampaui batas; Maka berbicaralah kamu berdua kepadanya dengan kata-kata yang lemah lembut, Mudah-mudahan ia ingat atau takut". (QS.Thaha: :43-44).

Lemah lembut bukan berarti tidak boleh tegas. Dalam arti kata lain, perkataan tegas harus menggunakan bahasa yang lembut yang mungkin sangat kecil kemungkinan untuk menyakiti hati orang lain. Pengertian lainnya bisa bermakna perkataan yang lemah lembut dimasukan agar lebih dapat menyentuh hati dan menariknya untuk menerima dakwah.

Komunikasi profetik yang dinampakan oleh Nabi Musa dalam penyampaian kepada seorang pemimpin bisa dijelaskan sebagai berikut:

  • Larangan berkata keras, berarti bahwa suara yang bernada keras dan tinggi akan mendatangkan emosi yang berlebihan, mengundang setan, dan meruntuhkan akal sehat;
  • Larangan berkata buruk, (kata kata yang kotor);
  • Perintah berkata lunak, yang bernada sederhana.

  • Komunikasi Nabi Musa dengan Bani Israil

Komunikasi Nabi Musa kepada kaumnya yaitu Bani Israil lebih kepada gaya kepemimpinan yang dilakukan oleh Nabi Musa. Banyak ayat yang menjelaskan bagaimana komunikasi Nabi Musa kepada kaumnya tersebut. Bisa dijelaskan diawal bahwa Nabi Musa  memiliki  tekad  kuat  dan  sabar  dalam menghadapi cobaan, mengingatkan kaumnya untuk selalu bersyukur atas karunia Allah, seorang  motivator  yang  sanggup  membangkitkan  semangat  kaumnya  yang berlandaskan keyakinan akan pertolongan Allah.

Kepemimpinan yang dilakukan oleh Nabi Musa ini menjadi penting mengingat beliau diutus  oleh  Allah  memiliki  dua  misi  yaitu  memimpin  pembebasan  Bani  Israil  yang sedang  dijajah  oleh  Firaun  dan  di  waktu  yang  sama  mempunyai  misi  untuk mendakwahkan tauhid kepada Firaun. Sungguh sebuah misi kenabian yang berat yang hanya dapat dilalui oleh seorang pemimpin yang memiliki daya juang, semangat, tidak mudah menyerah dan motivasi yang tinggi seperti yang dimiliki oleh Nabi Musa alaihiwassalam.

Beberapa uraian gaya kepemimpinan Nabi Musa dalam menjalankan kepemimpinannya antara lain:

  • Gaya Kepemimpinan Paternalistik

Kepemimpinan paternalistik yaitu seseorang yang bertipe mengayomi, membimbing, dan melindungi seperti seorang bapak kepada anaknya. Dalam hal ini termaktub dalam Q.S Al-Araf ayat 128:

"Musa berkata kepada kaumnya: "Mohonlah pertolongan kepada Allah dan bersabarlah; sesungguhnya bumi (ini) kepunyaan Allah; dipusakakan-Nya kepada siapa yang dihendaki-Nya dari hamba-hamba-Nya. Dan kesudahan yang baik adalah bagi orang-orang yang bertakwa" (Q.S Al-Araf: 128).

Dalam ayat ini, Nabi Musa alaihisalam menenangkan hati kaumnya dan memohon kaumnya untuk bersabar atas segala cobaan dan meminta pertolongan Allah subhana wata'ala Yang Maha Kuasa lagi Perkasa. Jangan berputus asa karena bumi ini kepunyaan Allah subhana wata'ala.

  • Gaya Kepemimpinan Kharismatik

Kepemimpinan kharismatik didasarkan pada kualitas luar biasa yang dimiliki oleh seseorang sebagai pribadi. Pengertian ini bersifat teologis karena untuk mengidentifikasi daya tarik pribadi yang ada pada diri seseorang, harus menggunakan asumsi bahwa kemantapan dan kualitas kepribadian yang dimiliki adalah anugerah Tuhan.

Pemimpin kharismatik biasanya lahir ketika suasana masyarakat dalam kondisi kacau. Kondisi seperti ini memerlukan solusi yang tepat dan tuntas agar situasi masyarakat kembali normal. Dalam konteks demikian, tidak heran bila kepemimpinan kharismatik kadang mendekati otoriter untuk mengambil keputusan yang tegas.

Ada tiga ciri atas pemimpin kharismatik itu: (1) memiliki kepekaan emosi yang tinggi, (2) mampu mempengaruhi yang lain secara luar biasa, (3) tidak mudah dipengaruhi yang lain. Di sini dapat dilihat bagaimana Nabi Musa. tersulut emosi kepada saudaranya, Nabi Harun ketika mengetahui umatnya kembali menyembah anak sapi karena menganggap Nabi Harun lalai akan hal yang diamanahi untuk menjaga umatnya. Nabi Musa juga dapat mempengaruhi para tukang sihir Firaun yang andal ketika bertarung.

  • Gaya Kepemimpinan Bertanggung Jawab

Salah satu kriteria seorang pemimpin ideal adalah pemimpin yang bertanggung jawab yang mampu menggunakan kemampuannya, sikapnya, nalurinya, serta mampu menciptakan suatu keadaan sehingga orang lain yang dipimpinnya dapat saling bekerja sama untuk mencapai tujuan.

Pemimpin yang bertanggung jawab adalah pemimpin yang tetap teguh dan mampu berpikir taktis untuk menerima segala resiko yang timbul dari keputusan yang diambil. Pemimpin selalu berjiwa besar, menerima kritik, dan selalu mengambil tanggung jawab atas setiap keputusan yang dia ambil, tidak pernah mencari kambing hitam atau menyalahkan orang sekitarnya. Selain itu juga, seorang pemimpin bagaimanapun juga harus dapat mengatur akan tanggung jawabnya kepada keluarganya, karena sejatinya seorang pemimpin harus juga baik kepemimpinannya kepada keluarganya.

"Maka tatkala Musa telah menyelesaikan waktu yang ditentukan dan dia berangkat dengan keluarganya, dilihatnyalah api di lereng gunung ia berkata kepada keluarganya: "Tunggulah (di sini), sesungguhnya aku melihat api, mudah-mudahan aku dapat membawa suatu berita kepadamu dari (tempat) api itu atau (membawa) sesuluh api, agar kamu dapat menghangatkan badan" (Q.S Al-Qashash: 29).

Dalam hal ini dapat dilihat bagaimana pertanggungjawaban Nabi Musa sebagai seorang pemimpin. Setelah Nabi Musa menyelesaikan waktunya bekerja selama 10 tahun pada Nabi Syu'aib alaihiwassalam sebagai bagian dari mahar kala menikahi putrinya.

  • Gaya Kepemimpinan Akomodatif

Kepemimpinan akomodatif Nabi Musa alaihisalam terlihat bagaimana Nabi Musa alaihisalam mengakomodir kepentingan misi yang harus dijalankannya. Di sini Nabi Musa alaihisalam menyadari akan kekurangannya dalam kefasihan berbicara dikarenakan lidahnya yang pernah kena bara api pada masa kecilnya. Untuk itu Nabi Musa alaihisalam memohon kepada Allah subhana wata'ala untuk mengangkat saudaranya, Harun sebagai nabi agar dapat menjadi rekan perjalananya dan membantunya menjalankan misinya berdialog dengan Firaun. Harun dikenal sebagai pribadi yang jujur dan fasih dalam berbicara. Allah berfirman dalam Q.S Al-Qashash: 34 yang berbunyi:

"Dan saudaraku Harun dia lebih fasih lidahnya daripadaku, maka utuslah dia bersamaku sebagai pembantuku untuk membenarkan (perkataan)ku; sesungguhnya aku khawatir mereka akan mendustakanku" (Q.S Al-Qashash: 34).

  • Gaya Kepemimpinan Teokratis

Teokratis adalah bentuk pemerintahan di mana prinsip-prinsip Ilahi memegang peran utama. Kata teokratis' (teokrasi) berasal dari bahasa Yunani theokratia' theos artinya Tuhan' dan kratein artinya memerintah'. Jadi teokrasi adalah sistem pemerintahan yang menjunjung dan berpedoman pada prinsip Ilahi.

Daya gaya komunikasi ini dijelaskan dalam Q.S Al-Baqarah ayat 54 mengenai penerapan hokum Allah yang Nabi Musa sampaikan kepada kaumnya untuk bertaubat.

"Dan (ingatlah), ketika Musa berkata kepada kaumnya: "Hai kaumku, sesungguhnya kamu telah menganiaya dirimu sendiri karena kamu telah menjadikan anak lembu (sembahanmu), maka bertaubatlah kepada Tuhan yang menjadikan kamu dan bunuhlah dirimu. Hal itu adalah lebih baik bagimu pada sisi Tuhan yang menjadikan kamu; maka Allah akan menerima taubatmu. Sesungguhnya Dialah Yang Maha Penerima taubat lagi Maha Penyayang" (Q.S Al-Baqarah: 54).

  • Komunikasi Nabi Musa dengan Allah Subhanawataala

Komunikasi Nabi Musa alaihisalam dengan Allah subhanawata'ala merupakan komunikasi transedental yang terapliasikan dalam bentuk mukjizat dan dalam bentuk doa. Nabi Musa dijuluki kalimullah yang berarti "orang yang berbicara dengan Allah". Dalam Q.S Al-Arah ayat 143 yang berbunyi:

"Dan tatkala Musa datang untuk (munajat dengan Kami) pada waktu yang telah Kami tentukan dan Tuhan telah berfirman (langsung) kepadanya, berkatalah Musa: "Ya Tuhanku, nampakkanlah (diri Engkau) kepadaku agar aku dapat melihat kepada Engkau". Tuhan berfirman: "Kamu sekali-kali tidak sanggup melihat-Ku, tapi lihatlah ke bukit itu, maka jika ia tetap di tempatnya (sebagai sediakala) niscaya kamu dapat melihat-Ku". Tatkala Tuhannya menampakkan diri kepada gunung itu, dijadikannya gunung itu hancur luluh dan Musa pun jatuh pingsan. Maka setelah Musa sadar kembali, dia berkata: "Maha Suci Engkau, aku bertaubat kepada Engkau dan aku orang yang pertama-tama beriman".

Dalil diatas mengisahkan bagaimana Nabi Musa dapat berbicara langsung dengan Allah. Hal tersebut mengartikan sebuah bentuk mukjizat yang dimiliki oleh Nabi Musa. Sedangkan komunikasi Nabi Musa kepada Allah dalam bentuk doa. Diantaranya:

"Ya Rabbku, lapangkanlah untukku dadaku, dan mudahkanlah untukku urusanku, dan lepaskanlah kekakuan dari lidahku, supaya mereka mengerti perkataanku." (QS. Thaha:  25-28).

"Maka Musa memberi minum ternak itu untuk (menolong) keduanya, kemudian dia kembali ke tempat yang teduh lalu berdoa: "Ya Tuhanku sesungguhnya aku sangat memerlukan sesuatu kebaikan yang Engkau turunkan kepadaku" (Q.S Al-Qashash: 24).

"Musa mendoa: "Ya Tuhanku, sesungguhnya aku telah menganiaya diriku sendiri karena itu ampunilah aku". Maka Allah mengampuninya, sesungguhnya Allah Dialah Yang Maha Pengampun lagi Maha Penyayang" (Q.S Al-Qashash: 16).

"Maka keluarlah Musa dari kota itu dengan rasa takut menunggu-nunggu dengan khawatir, dia berdoa: "Ya Tuhanku, selamatkanlah aku dari orang-orang yang zalim itu" (Q.S Al-Qashash: 21).

"Dan tatkala ia menghadap kepada negeri Mad-yan ia berdoa (lagi): "Mudah-mudahan Tuhanku memimpinku ke jalan yang benar" (Q.S Al-Qashash: 22).

Dalam dalil-dali Al-Quran yang disebutkan tersebut bisa diambil pelajaran mengenai doa Nabi Musa yang menjadi komunikasi ia kepada Allah subhanawata'ala. Komunikasi profetik Nabi Musa dalam berdoa yaitu:

  • Berdoa dan memohon kepada Allah, di saat seorang merasa sangat membutuhkan pertolongan Allah;
  • Senantiasa mengawali doa dengan nama Allah;
  • Tidak lupa merendahkan diri dengan memohon ampunan;
  • Pertolongan dimulai setelah berdoa dengan penuh rasa harap, merasa fakir di hadapan Allah, memohon agar Allah menurunkan banyak kebaikan untuknya;
  • Membaca doa hendaknya diiringi kehadiran hati.

Sebagaimana dijelaskan dalam suatu riawayat mengenai tata cara beroda. Rasulullah shallahu'alaihi wassalam bersabda, 

.

"Berdoalah kepada Allah dengan penuh keyakinan akan dikabulkan. Ketahulilah bahwa Allah tidak akan memperkenankan doa dari seorang hamba yang hatinya lalai." (HR. Tirmudzi 3479, Hakim dalam al-Mustadrak 1817 dan dihasankan oleh al-Albani).

Dakwah Nabi Isa Alaihisassalam

Isa bin Maryam, Nabi terakhir bani Israil yang lahir di Betlehem (Baitulahmi) pada masa kekuasaan raja Herodes Romawi di Palestina. Kelahirannya merupakan sebuah mukjizat. Sebab, dia dilahirkan oleh perawan suci yang terjaga kehormatannya. Hal ini seperti dikisahkan dalam firman Allah, "Ceritakanlah (Muhammad) kisah Maryam di dalam Al Quran, yaitu ketika ia menjauhkan diri dari keluarganya ke suatu tempat di sebelah timur (Baitul Maqdis), lalu dia memasang tabir (yang melindunginya) dari mereka; lalu Kami mengutus ruh Kami kepadanya, maka dia menjelma di hadapannya (dalam bentuk) manusia yang sempurna. Maryam berkata, 'Sungguh, aku berlindung darimu kepada Rabb Yang Maha Pengasih jika engkau seorang yang bertakwa. 'Dia (Jibril) berkata, 'Sesungguhnya aku hanyalah seorang utusan Rabbmu, untuk menyampaikan anugerah seorang anak laki-laki yang suci kepadamu. 'Maryam berkata, 'Bagaimana mungkin aku mempunyai seorang anak laki-lai, padahal tidak pernah ada orang (laki-laki) yang menyentuhku dan aku bukan seorang pezina!' Jibril berkata, 'Demikianlah.Rabbmu berfirman, 'Hal itu mudah bagi-Ku, dan agar Kami menjadikannya suatu tanda bagi manusia dan sebagai rahmat dari Kami; dan hal itu adalah suatu urusan yang sudah diputuskan.'" (QS. Maryam: 16-21).

Setelah lahir beberapa hari, Nabi Isa dapat berbicara untuk membebaskan ibunya dari fitnah. Peristiwa tersebut merupakan mukjizat pertamanya. Setelah berusia 30 tahun, dia menemui Nabi Yahya bin Zakaria untuk dibaptis. Baptis merupakan suatu istilah dalam agama Nasrani yang berarti memandikan seseorang dengan mandi taubat. Setelah itu, Malaikat Jibril turun dan inilah tanda awal kenabiannya. Nabi Isa kemudian pergi ke padang pasir dan berpuasa selama 40 hari di sana tanpa makan dan minum. Allah lalu menurunkan kitab Injil kepadanya. Sejak saat itu, risalah Nabi Isa berlaku kepada kaum Yahudi yang telah menyeleweng dari syariat Nabi Musa. Allah berfirman, "Orang-orang kafir dari bani Israil telah dilaknat melalui lisan (ucapan Daud dan Isa putra Maryam). Demikian itu, karena mereka durhaka dan selalu melampaui batas. Mereka tidak saling mencegah perbuatan mungkar yang selalu mereka perbuat. Sungguh, sangat buruk apa yang mereka perbuat." (QS. Al Ma'idah: 78-79).

"Dan (ingatlah) ketika Isa putra Maryam berkata, "Wahai Bani Israil! Sesungguhnya aku utusan Allah kepadamu, yang membenarkan kitab (yang turun) sebelumku, yaitu Taurat dan memberi kabar gembira dengan seorang Rasul yang akan datang setelahku, yang namanya Ahmad (Muhammad)." Namun ketika Rasul itu datang kepada mereka dengan membawa bukti-bukti yang nyata, mereka berkata, "Ini adalah sihir yang nyata" (Q.S As-Shaf: 6).

Bentuk dakwah yang dilakukan Nabi Isa ini bisa dikategorisasikan sebagai komunikasi representing, yaitu mewakili Allah kepada Bani Israil. Promoting, memberitahukan sekaligus mengajak Bani Israil ke agama Tauhid. Dan terakhir protecting, melindungi nilai-nilai tauhid Allah di tengah-tengah Bani Israil. Selain itu, dakwah Nabi Isa untuk meningkatkan hubungan spiritual antara Allah dan Bani Israil.

Dalam penjelasan penggunaan 3 bentuk dakwah yang dilakukan oleh Nabi Isa, diantaranya:

  • Komunikasi Representing

Komunikasi ini bermaksud mewakili Allah dari wahyu untuk disampaikan kepada Bani Israil. Komunikasi yang digunakan oleh Nabi Isa sendiri merupakan salah satu manifestasi dari integritas moral dan multikecerdasan: intelektual, emosional, sosial, dan spritual. Nabi Isa sangat hati-hati dalam bertutur kata, rendah hati dalam bersikap, santun dan lemah lembut dalam bergaul. Nabi Isa tidak membalas kekerasan dengan kekerasan, tetapi berkomunikasi dengan penuh kesantunan, kelemahlembutan, kedamaian, kearifan, dan kasih sayang.

"Isa tidak lain hanyalah seorang hamba yang Kami berikan kepadanya nikmat (kenabian) dan Kami jadikan dia sebagai tanda bukti (kekuasaan Allah) untuk Bani lsrail" (Q.S Az-Zukhruf: 59).

Komunikasi yang digunakan oleh Nabi Isa ini mengandung hakikat dari komunikasi profetik itu sendiri yang menjelaskan bahwa ketika berkomunikasi senantiasa menyeru tanpa hinaan, kebencian, dan perundungan. Mengajak tanpa mengejek, menasihati tanpa harus menggurui, mengedukasi tanpa mempersekusi, dan memberi teladan kebaikan dalam kehidupan tanpa membodohi. Komunikasi tersebut tentunya akan menghadir kan solusi, memberikan bukti terhadap pemurnian ajaran; dan membebaskan umat manusia dari kegelapan menuju cahaya iman dan ilmu pengetahuan.

  • Komunikasi Promoting

Komunikasi yang dilakukan oleh Nabi Isa yaitu memberitahukan ajaran-ajaran yang telah disempurnakan dari ajaran sebelumnya (Kitab Taurat) serta mengajak Bani Israil untuk mengesakan Allah semata. Bentuk komunikasi ini bertujuan untuk berpegang teguh terhadap ajaran yang telah di wahyukan kepada Nabi Isa.

"Sesungguhnya Allah, Tuhanku dan Tuhanmu, karena itu sembahlah Dia. Inilah jalan yang lurus" (Q.S Ali Imran ayat 51)

  • Komunikasi Protecting

Maksud dari komunikasi ini adalah melindungi nilai-nilai tauhid Allah di tengah-tengah Bani Israil.

"Sesungguhnya telah kafirlah orang-orang yang berkata: "Sesungguhnya Allah ialah Al Masih putera Maryam", padahal Al Masih (sendiri) berkata: "Hai Bani Israil, sembahlah Allah Tuhanku dan Tuhanmu". Sesungguhnya orang yang mempersekutukan (sesuatu dengan) Allah, maka pasti Allah mengharamkan kepadanya surga, dan tempatnya ialah neraka, tidaklah ada bagi orang-orang zalim itu seorang penolongpun" (Q.S Al-Maidah: 72).

Karakteristik Bani Israil yang buruk seperti yang banyak dijelaskan dalam Al-Quran, membuat Nabi Isa harus ekstra bersabar menghadapi mereka. Bani Israil bukannya menjadi semakin taat dengan ajakan Nabi Isa, namun malah semakin ingar dan kafir. Kemudian Nabi Isa pergi ke Baitul Maqdis pada hari raya Yahudi yang pada saat sedang berkumpul di sana. Hal itu membuat para pendeta Yahudi marah sehingga membuat berita dusta tentang Isa yang disampaikan ke para penguasa Romawi, Pilatus (pengganti Herodus).

Pilatus meminta pendeta itu untuk mengadili dan menghukumnya. Salah satu pengikut Nabi Isa yang berkhianat, Yudas Iskariot menunjukkan tempat persembunyian Isa. Namun Allah menunjikkan kekuasaannya dengan menyerupakan wajah Yudas dengan Isa. Maka prajurit Romawi menangkapnya dan mengiringnya pada Pilatus lalu menyalibnya dan membunuhnya. Sedangkan Nabi Isa telah diangkat oleh Allah ke atas langit dan selamat dari pembunuhan tersebut.

"Dan karena ucapan mereka: "Sesungguhnya kami telah membunuh Al Masih, Isa putra Maryam, Rasul Allah", padahal mereka tidak membunuhnya dan tidak (pula) menyalibnya, tetapi (yang mereka bunuh ialah) orang yang diserupakan dengan Isa bagi mereka. Sesungguhnya orang-orang yang berselisih paham tentang (pembunuhan) Isa, benar-benar dalam keragu-raguan tentang yang dibunuh itu. Mereka tidak mempunyai keyakinan tentang siapa yang dibunuh itu, kecuali mengikuti persangkaan belaka, mereka tidak (pula) yakin bahwa yang mereka bunuh itu adalah Isa" (Q.S An-Nisa: 157).

"Tetapi (yang sebenarnya), Allah telah mengangkat Isa kepada-Nya. Dan adalah Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana (Q.S An-Nisa: 158).

 

Penutup

Kisah-kisah para nabi yang telah dipaparkan memberikan pelajaran yang penuh dengan hikmah. Inti sari dari kisah tersebut bisa dijadikan contoh bagaimana seorang beriman dalam bertindak di kehidupannya sehari-hari. Karena syogianya dalam kehidupan senantiasa terdapat problematika yang harus dihadapi. Komunikasi-komunikasi para Nabi dengan berbagai kisah hidupnya masing-masing menjadi landasan kuat dalam implementasi kegiatan akademisi dalam berdakwah.

Referensi

Abu al-Fadhal Jamaluddin Muhammad Ibn Makr Ibn Madkur, Lisan al- Arab, Jilid V, Dar al-Sadr, Beirut, t.t.

Abu al-Fida Ismail Ibn Ibnu Katsir al-Quraisyi al-Dimasqy, Tafsir al- Quran al-Adhim, Jilid III, Dar al-Kutub al-Arabiyah Isa al-Babi al-Halabi wa Syuraka, t.t.

Abu Jafar Muhammad  Ibnu Jarir al-Thabari. (1984).  Jamiul Bayan  an  Tawili al-Qur;an, Jilid 19, Dar al-Fikry, Beirut.

Al-Ghazali. Ihya Ulumid-Din, Juz 1. Al-Hidayah, tt: Surabaya.

Al-Qhathan, Mana (1994).  Mabahits  fi  Ulumil  Quran,  Muassasat  al-Risalat, Beirut.

Al-Shabuni, M. Ali. (2001). Kenabian dan Riwayat Para Nabi. Lentera: Jakarta.

Al-Syuyuthi, Abd al-Rahman Jalaluddin. (1982). Al-Dur al-Mansyur fi Tafsir al- Matsur, Jilid 21, Dar al-Fikry, Beirut.

Annemarie Schimmel. (1992). Dan Muhammad adalah Utusan Allah (Terjemahan). Mizan: Bandung.

Az-Zarnuji, Syeikh. (2008). Pedoman Belajar Bagi Penuntut Ilmu Secara islami, cetakan ke -1. Menara Suci: Surabaya.

Deddy Mulyana. (2015). Ilmu Komunikasi Suatu pengantar. PT. Remajarosdakarya: Bandung.

Deddy Mulyana. (2015). Ilmu Komunikasi Suatu pengantar. PT. Remajarosdakarya: Bandung.

Haramain, Abu Yahya F. (2012). Kisah Cinta Adam dan Hawa: Kisah-kisah Penuh Hikmah Para Nabi dan Rasul. Mitra Pustaka: Yogyakarta.

M. Faizol. (2017). Interpretasi Kisah Nabi Musa Perspektif Naratologi Al- Qur'an. Jurnal ISLAMICA 11, no. 2.

M. Quraisy Syihab, et. All. (2008). Sejarah dan Ulum Al-Quran. Pustaka Firdaus: Jakarta

M. Quraisy Syihab, et. All. (2008). Sejarah dan Ulum Al-Quran. Pustaka Firdaus: Jakarta

Muhammad Ali Ash-Shobuni, Annubuwwah wal Anbiya.

Pamungkas, Ismail. (2007). Riwayat Nabi Adam. Remaja Rosdakarya: Bandung.

Sami bin Abdullah bin Ahmad al-Maghluts. (2008). Atlas Sejarah Para Nabi dan Rasul, Mendalami Nilai-nilai Kehidupan yang Dijalani Para Utusan Allah. Obeikan Riyadh, Almahira:  Jakarta.

Syahin, Abdul Shabur. (2008). Adam Bukan Manusia Pertama? (Mitos Atau Realita). Republika: Jakarta.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
  11. 11
  12. 12
  13. 13
  14. 14
  15. 15
  16. 16
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun