“Makanya aku tanya! Kalau sudah tahu, ngapain nanya segala!” teriak Maria sewot.
“Lihat di kamus donk!” kata Budi menirukan gaya Pak Irwan, guru bahasa Indonesia yang tak mau menjawab langsung setiap pertanyaan siswa. Pak Irwan selalu memberikan jalan bagaimana menjawab pertanyaan itu. Sehingga kita terkadang malah mendapat banyak ilmu saat melewati jalan yang ditunjukkan oleh Pak Irwan itu.
Kami pun lama berbincang. Di ruang OSIS yang letaknya di pojokkan. Dulu bekas gudang. Tak ada yang berani melewati depan tempat itu jika berjalan sendirian. OSIS yang sudah sekian lama tak punya ruang, akhirnya diserahi untuk membersihkan ruang kosong tempat nongkrong hantu dan teman-temannya itu.
Sekarang ruang itu sudah rapi. Bukan hanya rapi, tapi juga wangi. Pengharum ruangan selalu mengharumi hari-harinya. Sehingga pengurus OSIS pun betah berlama-lama tinggal di situ.
Hingga datang sebuah berita. Berita yang langsung menghajar seluruh semangat hidup Iksan hingga uHadgnya yang paling dalam. Dunia terasa luluh lantak laksana baru saja terkena tsunami.
“Apa?” tanya Iksan dengan rasa gugup yang mengemuruh. Mendengar berita itu.
Beberapa orang hanya melongo. Tak percaya dengan apa yang didengarnya. Bukan hanya itu, mereka juga belum bisa menerima kenyataan. Kenyataan yang selama ini tak pernah diharapkan.
“Pak Joko sendiri yang mengatakannya,” jelas Sabrina.
Waktu seakan begitu lambat. Waktu bahkan seakan diam. Bersama detak jantung mereka yang mendadak gagap memompa darah. Mata-mata mereka pun berada di antara melotot tak percaya dan penuh ledakan tangisan kecewa.
“Kapan?” tanya Sasa.
“Kemarin,” jawab Sabrina.