Mohon tunggu...
Mochamad Syafei
Mochamad Syafei Mohon Tunggu... Guru - Menerobos Masa Depan

Kepala SMP Negeri 52 Jakarta. Pengagum Gus Dur, Syafii Maarif, dan Mustofa Bisri. Penerima Adi Karya IKAPI tahun 2000 untuk buku novel anaknya yang berjudul "Bukan Sekadar Basa Basi".

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

Saat Malam Memunculkan Purnama

22 Juli 2015   05:48 Diperbarui: 22 Juli 2015   05:48 179
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

“Makanya aku tanya!  Kalau sudah tahu, ngapain nanya segala!” teriak Maria sewot.

“Lihat di kamus donk!” kata Budi menirukan gaya Pak Irwan, guru bahasa Indonesia yang tak mau menjawab langsung setiap pertanyaan siswa.  Pak Irwan selalu memberikan jalan bagaimana menjawab pertanyaan itu.  Sehingga kita terkadang malah mendapat banyak ilmu saat melewati jalan yang ditunjukkan oleh Pak Irwan itu.

Kami pun lama berbincang.  Di ruang OSIS yang letaknya di pojokkan.  Dulu bekas gudang.  Tak ada yang berani melewati depan tempat itu jika berjalan sendirian.  OSIS yang sudah sekian lama tak punya ruang, akhirnya diserahi untuk membersihkan ruang kosong tempat nongkrong hantu dan teman-temannya itu. 

Sekarang ruang itu sudah rapi.  Bukan hanya rapi, tapi juga wangi.  Pengharum ruangan selalu mengharumi hari-harinya.  Sehingga pengurus OSIS pun betah berlama-lama tinggal di situ.

Hingga datang sebuah berita.  Berita yang langsung menghajar seluruh semangat hidup Iksan hingga uHadgnya yang paling dalam.  Dunia terasa luluh lantak laksana baru saja terkena tsunami.

“Apa?”  tanya Iksan dengan rasa gugup yang mengemuruh.  Mendengar berita itu.

Beberapa orang hanya melongo.  Tak percaya dengan apa yang didengarnya.  Bukan hanya itu, mereka juga belum bisa menerima kenyataan. Kenyataan yang selama ini tak pernah diharapkan.

“Pak Joko sendiri yang mengatakannya,” jelas Sabrina.

Waktu seakan begitu lambat.  Waktu bahkan seakan diam.  Bersama detak jantung mereka yang mendadak gagap memompa darah.  Mata-mata mereka pun berada di antara melotot tak percaya dan penuh ledakan tangisan kecewa.

“Kapan?” tanya Sasa.

“Kemarin,” jawab Sabrina.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
  11. 11
  12. 12
  13. 13
  14. 14
  15. 15
  16. 16
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun