Tapi Trisa mengumpulkan kertas-kertas itu bukan untuk dibakar. Trisa tahu perasaan Iksan. Sang Ketua OSIS yang kemarin tak berani mengadakan acara apa pun. Kemudian didesak oleh Trisa. Akhirnya berani membuat acara. Pentas Seni sekolah. Sebuah acara yang baru kali ini diadakan.
“Masa OSIS kaya pembantu doang. Tak punya inisiatif apa-apa!” kata Trisa dengan penuh semangat. Trisa memang manusia paling berhasrat agar anak-anak OSIS lebih baik. Bukan hanya menjadi anak-anak beo. Yang selalu menurut segala yang sudah dirancang oleh pembina OSIS.
“Tapi...”
“Apalagi kau San. Kau ini ketua. Pemimpin. Kalau kau sebagai pemimpin berwatak loyo, bagaimana dengan anak buahmu?” bakar Trisa.
“Iya, San. Sekali saja,” tambah Sabrina.
Karena Sabrina juga mendukung Trisa, maka Iksan tak bisa menolak lagi. Selama ini, Sabrina memang selalu membantu segala pekerjaan OSIS, maka keraguan Iksan mulai terkikis.
“Ya sudah, besok ...” kata Iksan.
“Kenapa besok? Sekarang saja. Nanti kan kita tak ada acara?” usul Trisa. Trisa memang penyemangat teman-temannya. Dan semangat besar Trisa ini yang selalu menular kepada teman-temannya sehingga menjadi semangat organisasi.
“Ehm...” Iksan masih ragu.
“Oke?” desak Trisa.
Akhirnya diputuskan untuk mengadakan acara pentas seni. Mementaskan segala kreativitas siswa. Pasti ramai. Untuk lebih memeriahkan suasana, sebelum acara pentas seni akan diadakan lomba.