Suara itu terdengar lagi. Suara itu jelas terdengar karena malam memang sepi. Sunyi. Nyaris tak ada suara apa pun. Kecuali suara radio yang hanya samar-samar. Mana rumah di samping rumahnya, juga yang di depan rumahnya masih kosong pula.
"Mungkinkah itu maling?" batin Gusti.
Tapi tidak mungkin. Tak mungkin maling. Kalau maling, pasti akan mengecilkan atau bahkan menghilangkan suara apa pun. Tapi suara itu justru semakin sering berbunyi. Hingga Gusti pun tak mampu berkosentrasi membaca novelnya sama sekali.
Saat pagi tiba.
Gusti pun menceritakan apa yang di dengarnya semalam. Sebuah suara. Suara yang sebetulnya pernah diceritakan adiknya juga. Tentu cerita kepada adik semata wayang yang sedikit kribo itu.
"Betulkan?" kata Oca meledek karena kemarin saat dia bercerita hal yang sama, Gusti hanya tersenyum tak percaya.
"Kira-kira suara apa ya, Ca?" tanya Gusti.
"Suara srek...sreeekkkk," ledek Oca.
"Iiiiih," kata Gusti sambil mencubit pipi Oca yang menggemaskan itu.
"Hemmmmm. Yang jelas bukan pencuri," jawab Oca berlagak sedang berpikir.
"Kok kamu yakin kalau itu bukan pencuri?"