"Kamu yang di depan," kata Gusti sambil mendorong tubuh Oca.
Dengan langkah pelan dan penuh perhitungan, Oca mencoba mendekati jendela. Tak ada siapa-siapa. Oca pun bertambah keberaniannya. Oca membuka gerendel jendela. Membuka jendela pelan-pelan. Hanya tampias bayangan dari lampu jalanan depan rumah. Oca teliti lagi. Gusti hanya berani mengintip dari balik punggung Oca.
"Ada apa, Ca?"
"Tak ada apa-apa."
"Perhatiin dong!"
"Awas!" kata Oca sambil melangkah mundur. Pelan-pelan sekali. Gusti penasaran. Tapi tak bisa berbuat apa-apa kecuali Gusti terpaksa ikut mundur. Masih dengan langkah pelan Oca kembali menuju kamarnya. Gusti ikut di belakangnya.
"Ngapain?" tanya Gusti.
"Mengambil senter."
Mereka berdua kembali ke jendela. Menyenter segala yang di luar. Tak ada masalah. Saat ada angin bertiup agak kencang, bunyi sreeek sreeek itu muncul lagi. Senter Oca langsung diarahkan ke sumber suara. Halah, ternyata hanya ranting pohon jambu yang tertiup angin dan menggesek papan bekas yang ada di teras. Oca mematahkan ranting itu. Tak ingin tidurnya terganggu lagi.
Setelah tahu sumber suara, mereka kembali ke kamar. Tidur. Nyaris pulas. Tapi suara itu muncul lagi. Gusti bangun. Oca juga bangun. Mereka berdua kembali ke teras.Â
"Awas!" teriak Oca sambil mundur katakutan.