Salam Sayang
Â
Raffi Wrdhn.
Tanpa kusadari kehadirannya, ibu telah berada di belakangku, memelukku erat, air matanya ikut meleleh.
"Lan, ibu baru saja merasa bahagia, tapi, tiba-tiba hancur kembali, kenapa kau harus mencintai dia yang bahkan kini sudah tak lagi nyata?"
"Bu..."
"Semalam, ibu baru ingat, ibu sadar." Baru kali ini ibu kembali membuka suara, setelah sekian lama membisu.
"Kenapa bu?"
"Apa mungkin ini kutukan? Dulu, kau lahir di saat bulan purnama bersinar, tengah cantik-cantiknya. Ibu rasa itu bulan purnama tercantik yang pernah ibu lihat. Lalu ibu memandangmu, yang baru terlahir. Pelan, ibu berbisik di telingamu, kau adalah putri paling cantik yang pernah tercipta. Kecantikan, keindahan, kemuliaan, dan tentu kesucianmu akan selalu terjaga, lestari. Kecantikanmu abadi, selamanya." Ibu tak berhenti menangis.
Tanpa perlu kejelasan lanjut, aku tahu apa maksudnya. Apakah Tuhan mengabulkan ucapan ibu sebagai doa?
Kini, musim pengantin bukan hanya lagi bayang-bayang menyebalkan dan menakutkan yang jika mampu ingin aku lompati waktu. Tapi, betapa menyakitkannya musim pengantin selanjutnya yang akan ku lalui. Meski harus kuakui, satu dari masalah yang acapkali membebaniku di musim pengantin, usai terpecahkan.