"Madaharsa, persoalan Putri Anjani membantu pemberontakan Blambangan akan kami selesaikan sebagai masalah Galuh Pakuan. Â Akan ada hukuman yang dijatuhkan setelah ada pengadilan yang adil terhadapnya. Â Hal ini akan disampaikan secara resmi kepada Majapahit. Â Sehingga menduga seolah Galuh Pakuan ada di belakang tindakannya adalah praduga yang mengada ada dan sengaja ingin membenturkan dua kerajaan dalam permusuhan yang tidak perlu."
Madaharsa tidak mau kalah. Â Kali ini dia harus bisa memancing pernyataan yang salah dari pangeran ini. Â Mumpung banyak saksi. Â Apalagi semua yang bertempur telah menghentikan pertempuran. Â Tertarik menyaksikan adu pendapat yang sangat peka ini.
"Pangeran yang baik. Â Tentu saja itu menjadi masalah bagi Majapahit. Â Jika kau sebagai wakil Galuh Pakuan menyampaikan bahwa kalian tetap berniat melindungi pemberontak Majapahit, maka itu sama saja dengan menodai persahabatan antar kerajaan yang telah terjalin lama. Â Dan itu sama saja dengan mengajak bermusuhan."
Andika Sinatria menghela nafas panjang. Â Masalah ini menjadi semakin rumit karena dia tahu kesalahan ada di pihak Putri Anjani. Â Di sisi lain, dia tidak mungkin membiarkan Putri Laut Utara itu dibawa ke Majapahit untuk diadili. Â Hukuman bagi seorang pemberontak jelas adanya, hukuman mati! Â
Apalagi Putri Anjani dilihatnya sedang terluka cukup parah. Â Pangeran ini sadar, orang di hadapannya ini sedang memancing permusuhan terbuka dengan semua pernyataannya. Â Belum sempat pangeran ini menjawab, sebuah suara halus menyela.
"Madaharsa, ijinkan kami mengatakan. Â Kesalahan yang dibuat oleh Putri Anjani adalah kesalahan pribadi. Â Tidak ada sangkut pautnya dengan Galuh Pakuan. Â Baginda Raja tidak pernah memberi ijin Putri Anjani untuk membantu pemberontak Majapahit. Â Namun demikian, karena Putri Anjani adalah salah satu kepala pengawal istana, keselamatannya adalah tanggung jawab kami. Â Jika kau berkeras untuk mengadili dan menghukumnya, maka itu harus dengan persetujuan raja kami. Â Barulah adil namanya."
Semua orang berpaling ke asal suara. Â Seorang pemuda tampan yang terlihat halus dan terpelajar berbicara dengan lembut.
Madaharsa tertegun sejenak. Menatap si pemuda dan berkata,"dan kau adalah....?"
"Aku adalah Pangeran Bunga. Â Putera Baginda Raja Galuh Pakuan. Â Adik tiri kakakku yang gagah dan mulia, Andika Sinatria."Â
Madaharsa manggut manggut sambil mengerutkan kening. Â Sepertinya sedang berpikir keras.
"Baiklah, aku paham apa yang kau maksudkan pangeran muda. Â Begini saja agar adil, kami akan menangkap dan membawa Putri Anjani ke Ibukota Majapahit. Â Dewan Hakim akan memutuskan apakah gadis ini boleh disidangkan di Galuh Pakuan atau tetap di Majapahit."
Andika mengerutkan keningnya dalam dalam. Â Ini adalah sebuah tantangan baginya untuk memutuskan. Â Madaharsa memancingnya dengan sengaja.