Tetralogi Air dan Api, Petualangan Cinta Air dan Api

Dia sangat menyukai ketika gadis itu memperhatikannya.  Pemuda itu merasa selama ini dia sangat bergantung pada keberadaan gadis itu.  Lagipula, mereka telah bersepakat untuk berangkat bersama sama menuju Gunung Merapi.  Obat satu satunya bagi hidupnya yang masih bergelut antara hidup dan mati jika amarah menguasainya.

Arya Dahana menghentikan langkah.  Bimala Calya mengikuti.  Pemuda itu memasang telinganya baik baik.  Sayup sayup dia bisa mendengar auman Sima Lodra.  Auman penuh kemarahan! Pasti terjadi sesuatu di sana.  Buru buru pemuda itu menyambar lengan Bimala Calya dan melesat cepat berlari.

Begitu tiba di padepokan Nyai Genduk Roban, Arya Dahana menyaksikan pertempuran sengit antara Dyah Puspita melawan Raja Iblis Nusakambangan.  Putri Anjani dan Nyai Genduk Roban dibantu oleh Sima Lodra bahu membahu melawan seorang kakek tinggi kurus yang menggunakan tongkat dari kayu berwarna hitam legam.  

Nyai Genduk Roban menggunakan sihirnya membantu Putri Anjani yang bertahan mati matian melawan kakek kurus itu.  Sedangkan Ayu Wulan diserang oleh seorang pria berbaju tempur berwarna hitam.  Gadis yang belum terlalu lama digembleng oleh Dyah Puspita ini hanya sanggup bertahan sekedarnya saja.

Siapakah kakek kurus dan pria berbaju tempur yang menemani Raja Iblis Nusakambangan?  Dan bagaimana mereka bisa berselisih paham dengan Nyai Genduk Roban dan Dyah Puspita? 

Kakek kurus bertongkat itu adalah salah satu tokoh sakti delapan penjuru mata angin yang tidak pernah menampakkan diri.  Baik pada saat perebutan Kitab Ranu Kumbolo maupun saat pecahnya perang besar Majapahit-Blambangan.  Tokoh sakti yang bernama Resi Amamba berjuluk Resi Bertangan Baja.  Sedangkan pria berbaju tempur itu adalah salah satu hulubalang lihai anggota kerajaan Lawa Agung yang berjuluk Hulubalang Kelabang. 

Panglima Kelelawar mempunyai pengawal sekaligus orang orang kepercayaan yang lihai dan tangguh.  Lima orang pengawal khusus yang mempunyai julukan mengerikan.  Hulubalang Kelabang, Hulubalang Sanca, Hulubalang Kalajengking, Hulubalang Kobra dan Hulubalang Lipan.  Bahkan orang seperti Tiga Maut Lembah Tengkorak pun tidak mengenal para pengawal khusus itu dengan baik.

Awalnya tujuan dari kedatangan para tokoh kerajaan Lawa Agung adalah ingin mengajak Nyai Genduk Roban yang terkenal sakti dalam hal ilmu sihir untuk bergabung dengan kerajaan baru tersebut.  Bisa dibayangkan jika Nyai Genduk Roban bersatu padu dengan Nini Cucara.  Seorang datuk sihir bergabung dengan ahlinya sihir.  Perpaduan luar biasa yang akan sangat memperkuat barisan Lawa Agung.

Akan tetapi tawaran dari Raja Iblis Nusakambangan yang memimpin rombongan Lawa Agung itu tidak diindahkan oleh Nyai Genduk Roban.  Nenek ahli sihir itu sama sekali tidak tertarik karena tujuan kerajaan Lawa Agung adalah memberontak terhadap Galuh Pakuan dan bukan Majapahit.  

Seandainya tawaran bergabung itu dengan tujuan menghancurkan Majapahit, tentu Nyai Genduk Roban dengan senang hati akan bergabung. Dendamnya kepada Majapahit sudah memusat hingga tulang sungsum.

Penolakan itu menerbitkan kemarahan Raja Iblis Nusakambangan.  Mereka menyerang nenek tua itu.  Dyah Puspita tentu saja tidak tinggal diam.  Di antara mereka berempat dialah yang paling tinggi kepandaiannya.  Oleh sebab itu dia tidak ragu ragu melayani serangan Raja Iblis Nusakambangan.