Mohon tunggu...
MEIRISMAN HALAWA
MEIRISMAN HALAWA Mohon Tunggu... Guru - H sofona osara

Lahir di Gunungsitoli, 18 Mei 1979

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Eksperimen

12 November 2024   12:03 Diperbarui: 12 November 2024   12:06 62
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

EKSPERIMEN

(cerpen Meirisman Halawa)

Mulanya kabur.

Semua tampak samar dan mata kecilnya  harus segera belajar membiasakan diri. Sebuah ruang berwarna putih dengan dinding seperti dilapisi karpet yang juga berwarna putih. Hmm...ruangan apa ini? Sesaat kemudian, ia  sadar dirinya terbaring pada sebuah ranjang --satu-satunya benda yang ada di ruangan itu-  yang seluruhnya juga ditutupi kain putih. Laki-laki itu berusaha memastikan ia tak berada di sebuah rumah sakit manapun. Ia yakin sekali  bukan berada di salah satu ruangan tempat orang-orang sakit itu. Bukan. Tak ada bau obat. Tak ada juga ia mencium aroma mengerikan yang selalu berusaha mendekat. Bau kematian. Ahhh...mengingat itu, laki-laki tersebut bergidik.

Di....mana saya? Gumannya tak jelas. Kebingungannya memaksa mengingat sesuatu. Telapak tangannya digerakkan ke arah dada. Ada rasa sakit di sana. Rasa sakit yang sebenarnya terlalu kecil jika dibandingkan dengan ingatan yang akan segera ia miliki. Ia mengeluh.  Sepertinya ia mulai mengingat sesuatu. Hmm...tak ada luka. Tak ada darah. Padahal......

Ya.....Tuhan!

Baca juga: Kisah yang Lain

Tubuhnya melompat begitu saja. Terhuyung dan hampir membuat ia jatuh. Salah satu tangannya meraih tepi ranjang dan berusaha mengangkat kedua lututnya agar bisa tegak. Ia merasa sesuatu yang mengerikan telah terjadi. Bayangan imajinasinya tentang kematian menambah kesesakkan yang  seakan menekan jantung begitu keras. Seperti ada tangan besar dan jahat sedang berusaha meremuk badannya. Memelintir rusuk dan kesakitan tak terkira yang ia rasakan. Itu cukup membuat lututnya kembali lemas sehingga tak mampu menopang tubuhnya. Ia terkulai seperti daun kering di musim gugur. Untung tangannya kuat mencengkram tepi ranjang sehingga tubuhnya tidak sampai terjatuh di lantai.

Tuhan.., di mana saya?

         Sepertinya ia tahu di mana berada. Peristiwa terakhir yang ia ingat membuatnya menarik kesimpulan yang menyedihkan untuk  diterima. Sesuatu yang tak pernah ia bayangkan begitu cepat datang padanya. Dua orang asing menghentikan mobilnya di ruas jalan Gowaena[1] yang sepi. Mengacungkan sebuah pistol dan menembaknya. Dan itu berarti saya sudah.....

Baca juga: Laowomaru

 

"Engkau sudah bangun, Anakku...?"

HALAMAN :
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun