"Oke." Ia mengangguk cepat.Â
Genggaman tangan ini terasa semakin erat dan hangat. Kebisingan suara bus kota, suara kondektur yang fals, teriakan marah penumpang yang diberhentikan jauh dari halte tujuan, sama sekali tak mengusik kebahagiaan kami.Â
***
Kebahagian-kebahagian tak sabar untuk kita cecap berdua. Meskipun kecerobohan kecil sering hadir di antara kita dan hal itu membuatnya begitu menarik untuk kupelajari.
Sampai siang itu, ketika ia terjatuh di dalam rumah saat mengambil sebotol minuman untukku. Kedua kakinya tak bisa lagi bergerak, aku dan kakeknya berusaha membantu berdiri. Namun tetap saja tidak bisa.Â
"Kenapa? Kakiku tidak bergerak?"
"Apakah itu sakit?"
"Ah ...." Ia hanya meringis kesakitan.
Dokter cukup lama memeriksanya. Cemas memenuhi ruang hati dan pikiranku.Â
"Bagaimana hasilnya?"Â
Kakek Rency tertunduk dan keluar ruangan dokter.