"Tak apa. Itu menarik," kataku menghentikan kerisauan hatinya.
"Ketika kamu berjalan, berlari, sedang makan, dan juga kesal. Bagiku itu menarik. Aku menyukai semua."Â
Kubawa telapak tangannya ke dalam genggaman. Kali ini tatapannya tepat menghujam ke retina mataku, terasa lebih menegangkan daripada pertandingan 'sabung' setiap minggu.
"Bahkan diriku sendiri berpikir, aku menyukai gadis yang aneh."
Hiks ....
Ia menangis, dua bening air mata jatuh.
"Eh ...," bisikku bingung.
"Menyukaiku? Darren menyukaiku? Darren atlet idola cewek-cewek sekampus menyukaiku?"Â
"Eh, Rency jangan menangis."Â
Tawa lirih keluar dari bibirku, melihat rona wajahnya mulai berubah. Senyum di antara lelehan air mata sudah cukup mewakili satu kata yang tak pernah ia ucapkan, bahwa ia pun memiliki rasa yang sama.Â
"Bagaimana kalau kita makan es krim, nanti malam. Aku tahu tempat makan es krim yang enak."Â